Para Pembaca yang Budiman
Saya sajikan bagi anda, sebuah renungan yang saya angkat dari pengalaman kecil. Selamat menikmati isinya, dan semoga anda mendapatkan aspirasi di dalamnya.
Mereka sama seperti malaikat-malaikat, dan menjadi anak-anak Allah….(ayat 36).
Kira-kira 1 bulan lalu, saya diajak oleh beberapa rekan, pergi rekreasi ke Batu – Malang, Jawa Timur. Dalam perjalanan ke tempat itu, ada rekan yang menceritakan bahwa di sana ada banyak sekali kupu-kupu, dan bagus sekali. Ada binatang-binatang yang sudah dikeringkan. Pelbagai jenis ikan juga bisa dilihat dari dekat. Informasi itu membuat saya ingin segera sampai, dan melihat apa yang diceritakan ketika kami masih dalam perjalanan.
Dari tempat parkir, kami sudah langsung melihat gedung besar dan 2 patung gajah raksasa. Gedung besar itu adalah museum satwa. Kami mengawali rekreasi kami di museum satwa. Di sana, ada 1 ekor kangguru besar yang sudah dikeringkan sedang mengendarai vespa, 1 ekor kangguru belang-belang sedang memetik gitar, rangka raksasa dinosaurus. Di bagian lain ( Batu Secret Zoo), saya melihat burung-burung, kuda nil, monyet-monyet kecil dari Afrika, dan angsa hitam yang paruhnya merah. Di bagian lain lagi, ada pelbagai jenis ikan dari laut dalam, ikan pari tutul yang belum pernah saya lihat sebelumnya, biota laut dll. Semuanya jauh lebih indah daripada yang diceritakan oleh rekan saya. Cerita manusiawi betapa pun lengkapnya, tidak bisa menggambarkan keindahan, kemegahan, kemuliaan dari wujud / kenyataan yang sesungguhnya.
Dalam kutipan Injil hari minggu ini, ada pertanyaan orang Farisi tentang wanita yang menikah 7 kali: “Siapakah yang menjadi suami dari wanita itu ?” (Luk 20:33). Pertanyaan itu muncul berdasarkan pengamatan, pengalaman, dan realita yang terjadi di masyarakat. Sekaligus pertanyaan itu juga merupakan ungkapan kecemasan, ketidak-mengertian, keingintahuan, harapan untuk mendapatkan kepastian kepada Sang Guru Kehidupan. Jawaban Yesus, sungguh di luar dugaan mereka. Sesudah kebangkitan, mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka sama seperti malaikat-malaikat, dan menjadi anak-anak Allah…..( Luk 20: 36).
Jawaban Yesus itu mau menunjukkan umat manusia bahwa kehidupan sesudah kebangkitan sungguh amat berbeda dengan kehidupan di dunia ini. “Di sana” kehidupan itu jauh lebih mulia, lebih damai, dan membahagiakan. Sebagaimana museum satwa dan Batu Secret Zoo, jauh lebih indah gedungnya dan lebih lengkap isinya serta lebih menarik panoramanya, daripada yang diceritakan, kiranya demikian pula “surga dan kehidupan bersama Yesus” akan jauh lebih indah, mulia dan membahagiakan daripada yang dialami manusia di dunia ini. Di dalam Yesus, berlimpah-limpah kerahiman Allah, karena Dia adalah jalan, kebenaran dan kehidupan yang menjadi Perantara kita satu-satunya kepada Allah.
Para beriman kepada Yesus dipanggil untuk menghadirkan suasana “surga” (kasih, persekutuan, kesetiaan, kemurahan hati, kelemahlembutan, persaudaraan, penguasaan diri) itu bukan hanya nanti ketika sudah meninggalkan dunia ini. Saat ini, di tengah kehidupan berkeluarga, berkomunitas, bermasyarakat dan berbangsa, suasana surga itu dibutuhkan oleh segenap umat manusia. Ketika orang berbicara tentang keluarga, komunitas, suami, istri, dan anak-anak kita, yang mereka temukan di rumah kita, di lingkungan , di komunitas kita, ternyata jauh lebih luar biasa, lebih membahagiakan dan menyejukkan daripada yang diceritakan oleh siapa pun. Mereka bangga akan pengalaman bahwa “para pengikut Yesus itu seperti malaikat-malaikat, dan menjadi anak-anak Allah….. karena mereka menghadirkan kerahiman Allah.
Orang-orang yang berkeluarga memang terikat oleh perkawinan. Amat wajar bila mereka bicara tentang kawin, mengawinkan dan dikawinkan, urusan rumah tangga, makan minum dll. Namun urusan keluarga kristiani bukan hanya itu. Mereka karena sakramen permandian adalah utusan-utusan Allah untuk menyebarluaskan dan menghadirkan kasih Allah di dunia ini. Kunjungan ke orang sakit, ikut kegiatan lingkungan dengan sukacita, menjadi anggota koor, terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, menjadi pendengar yang baik untuk anak-anak dan suami / istri, mendampingi anak-anak yang sedang belajar, mengatur keuangan keluarga sehingga semuanya sejahtera, hidup sederhana dengan penuh kejujuran, ketulusan dan kesetian dsb, merupakan “jalan untuk menghadirkan kasih Tuhan” dan menjadi “lilin yang bernyala bagi manusia dan dunia yang dikungkung oleh kegelapan”.
Melalui kesaksian hidup yang baik dan penuh rahmat Allah itu, orang / sesama manusia dibantu untuk mengalami kebaikan Allah, dan bersama-sama berusaha hidup suci supaya diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan abadi bersama Allah dan para kudus. Di sana mereka akan seperti malaikat-malaikat. Itulah sebabnya, kita semua dipanggil Tuhan untuk mengalami semuanya itu secara penuh untuk selama-lamanya. Apa yang terjadi di dunia merupakan persiapan untuk mengalaminya secara total di surga bersama Allah yang telah menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia.***
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.