Seperti biasanya, ia selalu mengupah tenaga untuk mendorong gerobaknya ketika ia harus membeli dagangan di kota untuk warungnya yang berada cukup jauh dari keramaian kota. Begitu percayanya pada orang upahan, ia selalu berjalan mendahului kereta dorong sehabis belanja di sebuah pasar di kota.
Kali ini sial, tanpa diketahui orang upahan pendorong kereta belanjaan itu belok ke jalan lain melarikan barang dagangannya. Hatinya pun sedih. Dengan segera orang sekampung mendengar berita tersebut dan menyatakan ikut prihatin.
Sebulan berikutnya, ia pergi ke kota lagi dengan tujuan sama: membeli barang dagangan untuk warungnya. Di tengah jalan, tiba-tiba seorang kenalan menghampirinya. “Lihat, Tuan, bukankah dia itu yang sebulan lalu melarikan segerobak barang dagangan Tuan? Ayo kita tangkap!” katanya sambil menunjuk orang yang dari kejauhan sedang berjalan mendekat. Segeralah pemilik warung itu lari bersembunyi di rerimbunan pepohonan tepi jalan. Kenalan itu bertanya dengan heran, “Mengapa Tuan malah sembunyi? Bukankah saatnya untuk menangkap?”
Dengan gagap, ia berkata, “Maaf. Orang itu telah sebulan membawakan daganganku. Aku jadi kuatir, jangan-jangan ia mau menagih upahnya. Bayangkan kalau ia menagih upah selama sebulan. Bangkrutlah aku!”
Dosa dan kesalahan itu sering menghantui kehidupan manusia. Orang merasa dikejar-kejar oleh dosa dan kesalahannya. Akibatnya, orang merasa tidak nyaman dalam hidupnya. Orang merasa masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hidup mereka. Akibatnya, orang sering mengalami kegalauan dalam hidupnya. Orang merasa takut kalau-kalau dosa dan kesalahan itu terbongkar.
Begitulah hal yang sering dirasakan oleh para koruptor yang telah memakan uang rakyat. Kalau hati nurani mereka masih jernih, tentu mereka akan mengalami suatu hidup yang tidak nyaman. Mereka tidak mengalami ketenangan dalam hidup ini. Ada saja kesalahan dalam melangkahkan kaki.
Lain halnya dengan orang yang sudah kehilangan suara hatinya. Orang seperti ini tidak peduli lagi terhadap dosa dan kesalahan yang dilakukannya. Baginya, kejahatan yang dilakukan itu biasa. Ia bisa tidur tenang meski banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya. Tidak ada yang mengganjal hidup mereka.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menyadari dosa dan kesalahan kita. Kalau kita dapat menyadarinya dengan sungguh-sungguh, kita dapat membangun hidup yang lebih baik dalam dunia ini. Untuk itu, kita mesti selalu memegang teguh ajaran-ajaran agama kita yang sangat luhur itu. Setiap agama kita mengajarkan kebaikan. Agama kita mengajar kita untuk senantiasa memiliki cinta kasih kepada sesama.
Karena itu, mari kita semakin menyadari diri sebagai makhluk yang dicintai oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Dengan demikian kita dapat menjadi berkat bagi hidup sesama kita.
Tuhan memberkati.
Ilustrasi: Menyadari Dosa dan Kesalahan (foto diambil dari faithsmessenger.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.