Prihatin atas penyalahgunaan media sosial, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara mengajak masyarakat puasa bermedia sosial.
“Aktivitas ini dapat mengurangi ketergantungan dan ekspos terhadap konten negatif serta memelihara relasi yang baik dengan orang-orang sekitar,” ujar Rudiantara pada seminar “Gereja Katolik Menolak Hoax, Fake News, dan Hate Speech” yang diselenggarakan dalam rangka Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) KWI 2018 di Aula Magna Keuskupan Palangka Raya, Sabtu (12/05/2018).
Puasa bermedia sosial, jelas Rudiantara, dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa kesehatan manusia yang tidak saja mencakup fisik tetapi juga mental dan emosional. Sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental dan emosional dalam bermedia sosial pun dapat dipelihara dengan melakukan puasa atau mengatur pola penggunaannya.
“Kita tahu bahwa wellness juga mencakup aspek mental dan emosional, selain fisik. Jadi mengapa kita tidak memasukkan diet dan detoksifikasi medsos ke dalamnya? Medsos jelas seringkali melelahkan mental dan emosional kita, kalau malah tidak bisa dikatakan merusak. Jadi mengapa tidak memasukkannya dalam agenda social wellness kita?”ungkap Rudiantara.
Lebih lanjut Rudiantara menjelaskan perilaku masyarakat Indonesia yang mencemaskan. Berbagai sumber data mengungkap bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengguna media sosial terbanyak di dunia. Namun itu digunakan tidak lagi hanya untuk mencari teman atau sebagai tempat berbisnis tetapi juga mencari masalah. Keprihatinan muncul karena penggunaan yang salah justru tak terhitung banyaknya, dengan berbagai motif, sehingga muncul konten-konten yang tidak sehat serta merusak jiwa.
“Terhadap penggunaan yang tidak sehat inilah saya anjurkan untuk dilakukan puasa atau detoksifikasi, Dengan metode-metode ini kita bisa mengatur apa, kapan, dan bagaimana kita akan mengonsumsi informasi di medsos,” kata Rudiantara.
Ia menjelaskan, puasa atau detoks tidak berarti berhenti total menggunakan media sosial. Puasa bermedia sosial itu dilakukan dengan menakar ulang jumlah aktivitas bermedsos atau memilih medsos yang relatif “sehat” duntuk dikonsumsi.
Detoksifikasi bisa ditempuh dengan bersih-bersih medsos dari anasir-anasir negatif. Memilih teman bukan berdasarkan kesepahaman dalam haluan sosial-politik atau kepercayaan saja, melainkan yang mendahulukan silaturahmi dan pertemanan.
Pastor Diosesan di Keuskupan Ruteng, Ketua Komisi Komsos Keuskupan Ruteng