Seorang panglima yang terkenal sebagai seorang yang punya patriotisme tinggi kepada tanah airnya sungguh-sungguh dikagumi oleh para tentaranya. Ia selalu menanamkan kedisiplinan dan patriotisme kepada mereka.
Suatu hari, ia berpesan kepada para tentara yang akan maju ke medan perang, “Berikan dirimu sampai tetes darah terakhir untuk kepentingan negeri. Bahkan, jangan pernah berbelas kasih. Taklukkan musuh dan bunuh mereka semua.”
Pesan ini membakar semangat para tentara yang telah siap menyerang negeri tetangga. Mereka siap menyerahkan seluruh hidup mereka untuk nusa dan bangsa yang mereka cintai. Mereka tidak takut mati.
Tetapi suatu ketika, didapati oleh para tentara yang begitu loyal kepada negara, sang panglima itu sedang berbincang-bincang dengan raja negara tetangga. Hal ini sangat mengecewakan hati para tentara. Atas desakan para prajurit, seorang pemimpin tentara memberanikan diri menghadap panglima.
Kata pemimpin itu, “Maaf, tuan sendiri mengajak kami bersikap nasionalis dan punya patriotisme. Tetapi, tuan malah berbincang-bincang akrab dengan musuh kita.”
Sambil menatap pemimpin itu, Panglima itu berkata, “Benar. Lenyapkan musuh-musuh kita. Tetapi raja negara tetangga itu telah saya jadikan sahabat, bukan musuh!”
Ada saatnya kita menjadikan orang lain sebagai musuh kita. Tetapi itu semestinya tidak boleh. Semestinya setiap orang kita jadikan sebagai sahabat dalam hidup kita sehari-hari. Perseteruan boleh saja terjadi. Tetapi hendaknya perseteruan itu berakhir dengan persahabatan yang baik.
Kisah di atas menunjukkan bahwa membangun persahabatan itu lebih penting daripada memelihara permusuhan. Dalam salah satu pengajaran-Nya, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk selalu membangun cinta kasih dan persaudaraan. Mengapa? Karena cinta kasih dan persaudaraan itu mampu membawa orang kepada kebahagiaan dalam hidup. Persahabatan akan memberikan nilai-nilai hidup yang lebih baik.
Bayangkan kalau dalam hidup ini kita tidak punya seorang sahabat. Apa jadinya? Dunia kita terasa begitu sempit. Dunia kita terasa begitu gelap. Tidak ada orang yang mau menyapa kita. Tidak ada orang yang mau tersenyum kepada kita. Tidak ada orang yang mau berbicara dengan kita. Dengan cara hidup seperti ini, hidup kita akan berakhir dengan kepedihan. Bukan kebahagiaan.
Karena itu, mari kita pegang ajaran Yesus agar kita saling mengasihi sebagai saudara. Yesus berkata kepada murid-muridNya, “Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Tentu ajaran seperti ini sulit dimengerti. Tetapi kalau dihidupi dalam hidup sehari-hari, kita akan mengerti ajaran ini. Bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah keselamatan bagi manusia. Bukan kebinasaan. Tuhan selalu mau supaya kita memperoleh keselamatan. Tuhan selalu ingin agar umat ciptaanNya itu menemukan kebahagiaan dalam hidupnya.
Sebagai orang beriman, mari kita membangun persahabatan dalam suasana cinta kasih yang mendalam.
Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan.
Ilustrasi: mengasihi musuh (foto dari libertyroulette.blogspot.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.