Pada suatu hari, ada sekelompok besar orang beriman berbondong-bondong berjalan menaiki sebuah bukit ketika para biksu sedang menjemur sutra. Mereka mempunyai keyakinan bahwa ketika angin menghembusi sutra itu, angin tersebut dapat membebaskan masalah mereka dan memberikan kebijaksanaan. Mereka dengan begitu tergesa-gesa menaiki bukit untuk memperoleh keberuntungan.
Melihat kejadian itu, ulama berkata, “Jika demikian, saya juga akan menjemur ‘sutra saya’!” Ia pun segera melepaskan pakaiannya dan berbaring di bawah terik matahari.
Beberapa umat terkejut melihat tingkah laku ulama itu. Bahkan para ulama yang mendengar kejadian itu segera memberi tahu ulama itu untuk tidak bersikap tak senonoh.
Ketika semakin banyak orang berkerumun menyaksikan tingkah ganjilnya, ulama itu berkata, “Sutra yang sedang Anda jemur telah mati sehingga banyak kutu buku di dalamnya. ‘Sutra’ yang sedang saya jemur masih hidup; ia bisa mengajar kehidupan, bekerja dan makan. Seorang bijak harus mengetahui jenis ‘sutra’ manakah yang lebih berharga.”
Kisah ini berbicara tentang pengenalan akan diri kita sendiri. Banyak orang kurang begitu mengenal dirinya sendiri. Apalagi di jaman kini yang menawarkan begitu banyak kemudahan bagi hidup. Akibatnya, mereka begitu mudah terbawa oleh arus kehidupan ini. Apa yang mereka anggap baik untuk diri mereka sendiri akan mereka lakukan dengan sekuat tenaga. Padahal belum tentu hal itu sungguh-sungguh berguna bagi hidup bersama.
Untuk itu, orang mesti hati-hati terhadap berbagai tawaran kemudahan. Dengan berbagai hal yang disajikan di hadapan kita, bukan tidak mungkin kita masuk ke dalam perangkap materialisme yang berlebihan. Orang yang terperangkap ke dalam materialisme biasanya memiliki kecenderungan untuk mengandalkan materi dalam hidupnya. Ia akan mengejar dan mengumpulkan sebanyak mungkin materi untuk dirinya. Tidak peduli apakah dia sudah memiliki segudang besar barang kebutuhan hidupnya.
Tentu saja hal ini berbahaya bagi hidup. Mengapa? Karena seluruh hidup orang tertuju kepada materi. Padahal dalam salah satu pengajaran-Nya, Yesus sudah mengingatkan bahwa hati orang mesti selalu tertambat pada hati Tuhan. Artinya, orang mesti mendahulukan Tuhan dalam hidupnya. Orang tidak boleh mendahulukan materi dalam hidupnya. Mengapa? Karena materi selalu menggoda orang untuk melakukan kejahatan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak orang terjerumus ke dalam korupsi, manipulasi dan perbuatan jahat lainnya karena kuatnya kuasa materi itu.
Sebagai orang beriman, kita diingatkan untuk mengarahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Kita mesti percayakan hidup kita kepada Tuhan. Dia sudah tahu apa yang menjadi kebutuhan hidup kita. Yang penting bagi kita adalah kita senantiasa melakukan hal-hal baik dalam hidup dan karya kita. Dengan demikian kita menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan.
Ilustrasi: Biksu muda menjemur baju (foto diambil dari quinnmattingly.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.