Pematangsiantar – RD Agoeng Noegroho, Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Semarang melanjutkan pelatihan menulis renungan yang sebelumnya difasilitasi oleh Jon Lesek, tim redaksi OBOR.
Setelah berlatih menulis, para suster FCJM Pematangsiantar mulai belajar seluk beluk menulis renungan. RD Agoeng berkata, dua unsur utama renungan adalah Firman Tuhan sendiri dan pengalaman pribadi.
Supaya tidak menyimpang, mengutip dan menggunakan teks Kitab Suci harus berdasarkan tafsir. Lantas seberapa penting tafsir untuk Kitab Suci?
“Kitab Suci adalah Firman Allah yang disampaikan dalam rupa perkataan manusia. Ungkapan dalam Kitab Suci mempunyai keterbatasan tertentu dalam menyampaikan apa yang dimaksudkan oleh Firman Allah. Oleh sebab itu, tafsir menjembatani pengertian manusia kepada apa yang dimaksud sebenarnya,” tukasnya.
Penafsiran Kitab Suci dapat menggunakan metode historis (sejarah) dan analisis naratif. Melalui metode historis, kita menyelidiki teks kuno Alkitab dan memahaminya dengan konteks masa itu. Melalui metode analisis naratif, pembaca diajak memetik buah permenungan dan refleksi.
BACA JUGA:
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.