Beranda KWI Mengapa Gereja terlibat dalam Kerasulan Jurnalistik?

Mengapa Gereja terlibat dalam Kerasulan Jurnalistik?

Sekretaris KOMSOS KWI Pastor Kamilus Pantus ketika memberikan materi internet cerdas kepada peserta workshop di Rumah Retret Maranatha Jayapura, (Foto: Dok.Komsos KWI)

KERASULAN jurnalistik menjadi salah satu  tugas pokok Gereja yang terus digalakan untuk menjawabi kebutuhan masyarakat dan umat akan informasi . Gereja Katolik Indonesia, melalui Komisi KOMSOS KWI, menyadari kebutuhan umat akan beragam informasi semakin meningkat. Bukan hanya kuantitas informasi tetapi juga kualitas informasi yang bersandar pada pribadi Yesus, Sang Komunikator Abadi.

Meneladani sikap dan perbuatan Sang Guru, menjaga profesionalitas sebagai pemberi inspirasi, menyampaikan informasi yang benar, mengutamakan prinsip keadilan dan cinta kasih, kejujuran informasi, dan menjaga martabat manusia merupakan prinsip-prinsip jurnasilme Injili yang mestinya dipegang oleh jurnalis Katolik untuk membangun karakter jurnalistik.

Hal ini sampaikan oleh romo Kamilus Pantus (Sekretaris Komsos KWI) ketika memberikan materi tentang internet sehat dan cerdas sebagai sarana pewartaan kepada para calon imam peserta workshop menulis pada pada Kamis (6/8) di rumah retret Maranatha, Jayapura.

Internet kini telah menjadi budaya manusia di mana Gereja Katolik mau tidak mau harus masuk ke dalam dunia internet sebagai sarana pewartaan.“ Sebagai calon-calon Pastor mau tidak mau harus bisa memahami dunia internet dan kekuatan pengaruhnya bagi manusia dewasa ini”, tegas romo Kamilus.

Teladan pewarta

Yesus memiliki sebuah pola pewartaan yang sangat sederhana tetapi mampu menggugah para pendengarNya. Ia berjalan dari satu tempat ke tempat lain, bercerita dan bernubuat. Yesus tidak berbicara dari tempat yang jauh dari pendengarNya, Ia hadir dan berbicara secara personal.

Kepada para calon imam yang berasal dari beberapa keuskupan di tanah Papua (keuskupan Agung Merauke, keuskupan Jayapura, Keuskupan Manokwari-Sorong, keuskupan Timika, dan keuskupan Agats-Asmat), ditekankan pentingnya keteladanan dari para pewarta Injil. Keterlibatan Gereja dalam kerasulan jurnalistik hendaknya berpijak kuat pada pribadi Yesus yang setia pada para pendengarNya.

Daya komunikasi interpersonal dapat dikembangkan apabila para (calon) imam mampu memaksimalkan waktu hening di Seminari untuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui meditasi dan refleksi.

“Tanpa keheningan, kata-kata yang kaya makna akan kehilangan daya pikatnya,” demikian kata Paus emeritus Benediktus XVI.

Sedangkan pengembangan kemampuan komunikasi intrapersonal, menjadi bagian tak terpisahkan dari hakekat diri manusia sebagai mahluk social. Kita ada bersama dengan yang, berkembang, belajar berkomunikasi dengan yang lain.

Namun apapun sarana dan etode komunikasi yang kita kembangnya, hendaknya komunikasi kita mengarah pada Communio dan progression, persekutuan dan kemajuan umat manusia.