Beranda KWI Menanti Kehadiran Tiga Uskup Baru dan Pemekaran Keuskupan untuk Wilayah Sumatra

Menanti Kehadiran Tiga Uskup Baru dan Pemekaran Keuskupan untuk Wilayah Sumatra

3
Menanti Kehadiran Tiga Uskup Baru dan Pemekaran Keuskupan untuk Wilayah Sumatra
Para Uskup Indonesia foto bersama Nuntius, Bapak Kardinal Julius, Sekum PGI, Setjen Bima Katolik Kementerian Agama Ri.

SIDANG  tahunan para uskup Indonesia telah dibuka dengan resmi pagi ini, Senin 3 November 2014. Bertempat di Ruang Sidang lantai IV Gedung KWI jl. Cut Mutiah, berkumpul di hari pertama ini 34 uskup, administrator Keuskupan Samarinda dan Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja serta 3 uskup emeritus. Hadir juga saat pembukaan sidang, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Antonio Guido Filipazzi, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI Bapak Agustinus Tungga Gempa, M.Si, serta pendeta Gomar Gultom (Sekum PGI).

Pada kesempatan istimewa ini, Nuntius Mgr. Antonio Guido memberikan beberapa harapan untuk Gereja Katolik Indonesia.

Berikut kata sambutan dari Duta Besar Vatikan untuk Indonesia.

Dari kiri: pendeta Gomar Gultom, Mgr. Johannes Pujasumarta, Mgr. Ignatius Suharyo, Mgr. Antonio Guido Filipazzi, Bapak Agustinus Tungga Gempa.
Dari kiri: pendeta Gomar Gultom, Mgr. Johannes Pujasumarta, Mgr. Ignatius Suharyo, Mgr. Antonio Guido Filipazzi, Bapak Agustinus Tungga Gempa.

Para Konfrater dan Rekan kerja Konferensi Waligereja yang terkasih,

Sidang Umum Tahunan Konferensi Waligereja adalah sebuah momen perjumpaan dan musyawarah penting bagi Anda, para Gembala Gereja terkasih di Indonesia, untuk meningkatkan upaya bagi Keuskupan Anda, bagi komunitas Katolik di negeri ini dan juga bagi masyarakat luas. Saya senang bisa menyampaikan salam hangat dan ucapan selamat bekerja di hari-hari mendatang kepada Anda sekalian.

Dalam diri Anda, saya melihat Gereja-Gereja partikular Anda, yang seturut penglihatan dalam Kitab Wahyu, Andalah para malaekat itu. Saya terkenang akan komunitas-komunitas Keuskupan – Bogor, Palembang, Jayapura, Manado, Bandung, Pontianak, Makassar, Ambon dan Weetebula  – yang sempat saya kunjungi sejak November tahun lalu.

Secara khusus, saya bermaksud menyapa Ketua Anda, Mons. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo dan berterimakasih atas segala jerih payahnya berkomunikasi dengan Nunsiatura. Sesungguhnya, Konferensi Waligereja dan Perwakilan Kepausan, dalam tugas yang berbeda, sama-sama melayani kehidupan dan perutusan Gereja di Indonesia. Saya berharap agar kerjasama diantara mereka dapat terus berkembang baik dan berdaya guna.

Saya ingin menyalami para Uskup yang baru pertama kali menghadiri Sidang ini: Mons. Paskalis Bruno Syukur OFM, Uskup Bogor, dan Mons. Antonius Subianto Bunyamin, OSC, Uskup Bandung.

Salam saya juga ditujukan kepada para Uskup Emeritus, baik yang hadir di sini maupun yang absen (mulai dari yang mulia Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, SJ). Salam khusus saya sampaikan kepada dua emeritus baru, Mons. Hieronymus Herculanus Bumbun, OFMCap., dan Mons. Michael Cosmas Angkur, OFM, dan salam juga bagi Mons. Andreas Peter Cornelius Sol, MSC, Uskup Emeritus Ambon, yang tahun ini baru saja merayakan  10 tahun tahbisan uskup dan genap 99 tahun usianya, saya sungguh senang bertemu beliau dalam keadaan sehat baru-baru ini di Ambon.

Seperti yang tadi saya katakan, telah terjadi perubahan pimpinan di beberapa keuskupan dalam12s bulan terakhir (Bogor, Bandung, Pontianak), namun perlu kita sadari bahwa masih ada tiga Keuskupan lain yang menantikan Uskup baru, dan masih dibutuhkan tiga calon baru lain berkaitan dengan telah dicapainya usia 75 tahun beberapa Uskup, dan jangan lupa masih ada rencana pendirian sebuah Keuskupan baru di Sumatra.

Anda semua tahu, cara Bapa Suci menunjuk Uskup-Uskup baru di berbagai Keuskupan Indonesia, yang masih menanti-nantikan mereka, sungguh merupakan upaya cukup pelik. Dalam tugas ini sangatlah penting kerjasama diantara para Uskup sendiri, karena pendapat mereka memiliki bobot tinggi bagi Tahta Suci. Selain berterimakasih atas kerjasama yang telah diberikan kepada saya dan para pendahulu saya hingga saat ini, saya bermaksud merekomendasikan agar kerjasama ini tetap berlanjut dan berkembang.

Saya mau meminta secara khusus agar permohonan yang berasal dari Nunsiatura tentang hal ini – juga tentang hal-hal lain – hendaknya selalu ditanggapi secepat mungkin dan dengan penuh ketepatan serta seluas mungkin, selain selalu perlu dijaga kerahasiaannya. Ini merupakan sebuah kewajiban pelayanan keuskupan, yang bukan hanya melibatkan Keuskupannya sendiri, tetapi juga menyangkut sebuah “sollicitudo omnium Ecclesiarum” (himbauan bagi semua Gereja), mulai dari keuskupan terdekat.

Ajakan saya ini hendaknya diletakkan dalam konteks kerjasama yang lebih luas dalam rangka pertukaran informasi dan hasil refleksi yang selalu harus terbangun di antara Nunsiatura dan para Uskup. Tentang hal ini, saya tidak pernah lelah menekankan betapa penting dan bermanfaatnya wawancara pribadi, yang bagi saya selalu merupakan sumber pemahaman lebih baik dan juga sumber peneguhan yang semoga membantu Anda juga. Sebuah semboyan Latin menyatakan: “Ianua patet, cor magis”. Pintu rumah Nunsiatura saja selalu terbuka bagi Anda, apalagi jantung Nunsiatura. Sekali lagi saya mengajak Anda untuk tidak takut mengambil prakarsa dalam pertukaran informasi ini, meskipun tidak ada masalah-masalah yang perlu segera diatasi.

Untuk itu saya berbahagia bahwa tradisi berjumpa per kelompok selama beberapa malam tetap bisa berlangsung, semoga dalam suasana penuh persaudaraan, santai dan gembira.

Saya menyimpan harapan bahwa dalam beberapa hari mendatang Anda bersedia memperhatikan Ekshortasi Kepausan “Evangelii Gaudium” Paus Fransiskus, untuk dimanfaatkan petunjuk-petunjuknya demi pembaharuan karya pastoral.

Jelas saya tidak ingin mengomentari “Evangelii Gaudium”, karena dokumen ini begitu luas dan kompleks, namun agaknya dokumen tersebut berisi petunjuk-petunjuk yang konkrit dan bermanfaat (misalnya, bagaimana seharusnya bentuk kotbah-kotbah kita; n.135-144). Saya bermaksud menawarkan kepada Anda beberapa pemikiran yang diambil dari sambutan Bapa Suci baru-baru ini berkaitan dengan teks magisterium beliau (sambutan 19 September 2014), yang mau tidak mau menginterpretasikan secara lugas Ekshortasi Kepausan.

Ada apa dengan dokumen ini? Menurut Bapa Suci, “ada saat-saat….. dimana perutusan pokok Gereja, yaitu mewartakan Injil………. menjadi lebih mendesak dan tanggungjawab kita perlu diperbaharui kembali”. Sesungguhnya, dewasa ini ada banyak “orang letih dan lesu” yang menantikan Gereja, menantikan kita! Mereka adalah “orang yang terluka…… membutuhkan kedekatan kita……. memohon dari kita apa yang mereka mintakan kepada Yesus: kedekatan dan keakraban”. Dalam “Evangelii Gaudium”, misalnya, Bapa Suci menghimbau agar setiap paroki “selalu berkomunikasi dengan keluarga dan menyatu bersama umat serta jangan menjadi sebuah struktur yang berbelit-belit terpisah dari umat atau menjadi sebuah kelompok yang hanya memikirkan diri mereka sendiri” (n. 28).

Bagaimanapun juga, Bapa Suci mengingatkan akan sebuah bahaya yang mungkin: yaitu mereduksi karya pastoral menjadi “sekedar sebuah rangkaian prakarsa, tanpa berhasil menangkap makna pewartaan Injil. Kadangkala kita lebih sibuk memperbanyak kegiatan daripada menjadi peka terhadap umat dan kebutuhan umat bertemu Tuhan. Karya pastoral yang tidak memperhatikan hal ini lama-lama akan menjadi steril”. Celakalah bila kita sampai kehilangan makna hidup menggereja!

Selanjutnya, Paus Fransiskus mengingatkan sebuah prinsip dasar: “Sebuah karya pastoral tanpa doa dan kontemplasi tak akan pernah menyentuh hati manusia. Ia hanya berhenti di permukaan tanpa membiarkan benih Sabda Tuhan melekat, bersemi, tumbuh dan menghasilkan buah”. Dalam “Evangelii Gaudium”, Bapa Suci menulis: “Motivasi awal mewartakan Injil adalah cinta pada Yesus yang telah kita peroleh, mengalami arti diselamatkan oleh Dia yang mendorong kita untuk selalu lebih mencinta…… Oleh karena itu sangat mendesaklah mendapatkan kembali semangat kontemplatif” (n. 154).

Penekanan-penekanan pendek ini membuat kita memahami bagaimana “Evangelii Gaudium” mau mengajak kita mengambil sebuah model pastoral serupa, daripada memperbanyak diskusi dan karya lahiriah. Beliau mengajak kita menjumpai Tuhan dan sesama dan membuat agar melalui pelayanan kita Tuhan dan manusia bisa berjumpa. Akhirnya, semua bersandar dan bergantung pada hal ini!

Selama hari-hari Anda menjalani sidang umum ini, liturgi Gereja mengajak mengenang beberapa Gembala Kudus: S. Carolus Borromeus, yang di Indonesia sosoknya dikenang melalui rumah sakit di berbagai tempat; S. Martinus, Uskup pertama bukan martir yang Gereja rayakan pestanya; S. Josaphat, seorang martir persatuan Gereja di haribaan Pengganti Petrus. Kasih, kekudusan dan persatuan: inilah pesan-pesan para Uskup teladan yang bisa menuntun kita dalam hari-hari ini. Melalui perantaraan mereka, kita percayakan entah dalam refleksi atau musyawarah dalam pertemuan, entah dalam pelaksanaan seluruh pelayanan kita, yang arahnya membawa “Evangelii Gaudium”, kegembiraan Injil, kepada semua orang!

Selamat bekerja! Terima kasih!

Mgr. Antonio Guido Filipazzi

Duta Besar Vatikan untuk Indonesia

Keterangan foto: Para Uskup Indonesia foto bersama Nuntius, Bapak Kardinal Julius, Sekum PGI, Setjen Bima Katolik Kementerian Agama Ri.

3 KOMENTAR

  1. Sidang KWI tahun 2014 semoga memberi jalan sekaligus sebuah harapan umat manusia agar Gereja sungguh menghadirkan Allah yang kita wartakan benar-benar tinggal di dalam hati dan kehidupan umat. Bila Tuhan datang dan mau tinggal di dalam hati semua orang. Memang benar, Gereja harus datang menemui masyarakat. Tuhan memberkati.

  2. Smoga pertemuan para Bapa Uskup, menghasilkan keputusan2 penting untuk perkembangan Gereja d Indonesia.

  3. Tahun 2014 semoga memberi jalan terbaik untuk masyarakat katolik sekaligus sebuah harapan umat manusia agar Gereja katolik sungguh menghadirkan Allah yang kita wartakan benar-benar tinggal di dalam hati dan kehidupan umat. Bila Tuhan datang dan mau tinggal di dalam hati semua orang. Memang benar, Gereja harus datang menemui masyarakat. Tuhan memberkati.

Komentar ditutup.