Seorang murid tetap saja penasaran setelah berguru pada seorang guru bijaksana. Ia merasa belum mencapai pencerahan dalam hidupnya, meskipun sudah bertahun-tahun berguru. Karena itu, ia bertanya kepada gurunya, “Guru, kapan seseorang mencapai pencerahan?”
Dengan bijaksana, gurunya menjawab, “Ketika dunia sudah berubah bagimu!”
Namun jawaban guru ini bukan membawa pengertian yang mendalam. Justru murid itu semakin bingung. Jawaban itu tidak memuaskan baginya. Lantas ia bertanya, “Tanda-tandanya?”
Guru bijaksana itu lalu menarik tangan muridnya. Ia menggandengnya keluar dari pondok menuju halaman. Lalu ia berkata, “Matahari terbit di atas hutan dan gunung-gunung. Nanti ia akan terbenam di atas pantai kelapa di kejauhan. Ketika malam tiba, binatang-binatang di langit mengiringi bulan sabit yang mengambang bagai perahu di lautan biru. Kamu mengerti?”
Murid itu menggeleng. Ia sama sekali tidak menangkap isinya. Lantas guru itu meneruskannya, “Burung-burung berkicau, lebah berdengung, angin bertiup lembut di atas sawah. Sungai-sungai mengalir dengan air yang gemericik. Bunga-bunga mekar, harumnya memenuhi lingkungan sekitar.”
Murid itu protes, “Bukankah itu semua kabut maya?”
Guru bijak itu kecewa mendengar protes muridnya. Kemudian ia berkata, “Tampaknya kau masih butuh waktu untuk sampai ke sana.”
Tanya murid itu, “Mengapa?”
Guru itu menjawab, “Semua ini selalu ada, tetapi kamu tidak pernah hadir menyaksikannya
Banyak peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Peristiwa-peristiwa itu menyimpan begitu banyak pengajaran yang mencerahkan akal budi kita. Namun kita sering melewatkannya begitu saja. Kita membiarkan peristiwa-peristiwa itu berlalu begitu saja. Tanpa arti. Tanpa makna bagi hidup kita.
Kisah tadi mau mengajak kita untuk menyadari kehadiran peristiwa-peristiwa dalam hidup kita. Kita adalah pencipta sejarah kehidupan. Kita memberi makna bagi hidup ini. Karena itu, ketika kita membiarkan peristiwa-peristiwa hidup kita berlalu begitu saja, kita kehilangan makna hidup yang sangat dalam.
Sebagai orang beriman, kita ingin agar pencerahan atas akal budi kita dapat berjalan dengan baik. Namun kita mesti terbuka untuk memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Untuk itu, kita mesti belajar untuk mengasah diri kita untuk mampu menangkap makna dari peristiwa-peristiwa hidup kita.
Soalnya adalah kita seringkali merasa sudah cukup dengan apa yang sudah kita miliki. Kita membatasi diri kita untuk hal-hal indah yang dapat membuat hidup kita lebih bermakna. Karena itu, mari kita berusaha untuk membuka hati dan pikiran kita. Kita ubah pikiran dan hati kita dengan mampu menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Dengan demikian hidup kita menjadi lebih bermakna.
Tuhan memberkati.
Keterangan foto: Ilustrasi dari www.infooggit.it
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.