Hari Minggu Biasa XXVIII
Yes 25: 6-10a, Flp 4:12-14.19-20, Mat 22:1-14
MEMANTASKAN DIRI
“Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat 22:14)
Ketika KOMPAS membuka kesempatan magang untuk siswa SMA/K selama liburan sekolah, ada ratusan yang mendaftar. Setelah diseleksi, ada beberapa puluh yang diundang untuk wawancara, dan hanya belasan siswa saja yang akhirnya diterima. Mereka yang akhirnya menikmati kesempatan belajar dan menimba pengalaman melalui program tersebut adalah mereka yang dinilai pantas diberi kesempatan. Semua calon ingin berhasil, tapi hanya sedikit yang sungguh-sungguh berusaha membuat diri mereka pantas untuk berhasil dengan persiapan ketrampilan (senang menulis, fotografi, desain lay-out, majalah dinding), pengetahuan (banyak membaca beragam topik), semangat dan sikap positif.
Manusia adalah makhluk yang ingin maju, tumbuh dan berkembang. Karenanya, kita punya keinginan, harapan, dambaan, dan cita-cita untuk hidup lebih berhasil, sejahtera dan bahagia. Sebagai pelajar kita ingin diterima di sekolah yang bermutu, mendapatkan beasiswa dan kesempatan belajar hingga ke mancanegara. Sebagai pekerja kita ingin diterima di perusahaan yang berkelas, mendapatkan posisi dan gaji yang baik serta kesempatan untuk naik pangkat. Begitu juga di kehidupan sosial, kita senang jika disukai banyak orang, serta sering diperhitungkan dan dihargai keberadaan kita. Jika kita berkeluarga, kita bercita-cita supaya hidup perkawinan langgeng dan berhasil membesarkan dan mendidik anak-anak. Dari sisi fisik, kita berharap cukup sandang, pangan, papan dan sehat untuk bisa menikmati hidup. Segala keinginan, harapan dan cita-cita yang baik itu dimungkinkan terpenuhi jika kita mau memantaskan diri untuk mendapatkannya. Memantaskan diri membutuhkan kesadaran, kesungguhan hati, disiplin diri, kerja nyata serta sikap positif, di samping penuh percaya dalam iman bahwa Tuhan berkenan dan mendukung kehendak baik kita.
Khusus dalam rangka meningkatkan kesadaran kita akan arti dan fungsi pangan, perlu kita tinjau ulang, bila perlu dibongkar pasang, cara pandang kita sebagai konsumen tentang pangan. Dalam memilih bahan makanan: apakah mempertimbangkan ketersediaan lokal, apa yang sedang musim, kandungan nutrisi dan keragamannya? Cara membeli: secukupnya, menjaga kesegaran dan keamanan makanan sebelum dikonsumsi (misalnya makanan panas tidak dikemas di kantong plastik). Cara mengolah/memasak, cara menyimpan dan cara menyajikan: dikerjakan dengan kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan yang baik. Jika kita memandang ini semua bukan sebagai usaha yang merepotkan, namun yang perlu, supaya kita pantas mendapatkan yang terbaik secara fisik bagi tubuh dan kesehatan kita, maka kita boleh terpilih menjadi manusia yang sehat.
Berawal dari pangan, jika kita melanjutkan dan mengembangkan cara hidup memantaskan diri dalam semua sisi kehidupan: penampilan fisik, kemampuan mental-emosional, dinamika sosial dan kerja nyata serta mutu spiritual, maka semua keinginan, harapan, dambaan dan cita-cita kita untuk menjadi manusia utuh yang makin sempurna merupakan keniscayaan. Kita sungguh boleh menjadi manusia pilihan.
Pertanyaan reflektif:
Jika aku termasuk yang tidak/belum dipilih, mampukah aku untuk tidak mulai dengan menyalahkan pihak lain, tapi mau mengevaluasi kepantasan diriku, mengakui kekuranganku, mau belajar dari yang lebih baik, memperbaiki diri dan memupuk semangat untuk berusaha lagi supaya makin pantas?
Doa:
Bunda Maria, teladan ketekunan dan kerendah-hatian, aku mau belajar dari padamu untuk memantaskan diri sebagai anak Allah yang penuh berkat. Aku mau mengganti nafsu kesombongan dan penyakit malas serta sikap tidak bertanggungjawab dengan kerja, kesungguhan hati, kesederhanaan dalam kasih dan damai seperti yang terpancar dari padamu. Doakanlah anakmu ini, supaya berkat penebusan Tuhan Yesus Kristus memulihkan martabatku sebagai yang diperkenan dan dipilih Allah. Amin. (Shienta D. Aswin)
Keterangan foto: Yesus bersama murid-Nya saat Perjamuan Malam Terakhir, ilustrasi dari numujaheed.wordpress.com
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.