Ada sebuah film yang menceritakan tentang sekelompok mahasiswa kedokteran yang ingin menyelidiki rahasia kematian. Mereka ingin mengetahui apa yang sesungguhnya dialami seseorang ketika meninggal dunia. Secara bergiliran mereka ingin mati selama setengah menit. Tentu saja seluruh alat modern pemacu jantung sudah disiapkan, ketika salah seorang temannya dalam keadaan mati. Dengan suatu alat modern, setiap orang bergantian menghentikan detak jantung mereka.
Percobaan mereka sukses. Setiap orang mendapat giliran untuk mati selama setengah menit. Kemudian mereka membagi pengalaman mereka selama mati. Pada umumnya, hal pertama yang dialami selama beberapa detik setelah kematian adalah mereka melihat sederetan kejahatan yang mereka lakukan. Kemudian hal kedua adalah penyesalan yang besar karena sulit memberikan pengampunan kepada orang-orang yang bersalah kepadanya. Dua hal ini disusul oleh kesepian yang sangat mencekam.
Suasana seperti ini menggambarkan bahwa setiap peristiwa kematian memiliki makna yang mendalam bagi hidup manusia. Pengalaman kematian itu mengingatkan orang pada masa-masa ketika masih hidup. Gambaran dalam peristiwa kematian itu memacu orang untuk melakukan hal-hal yang baik sebanyak mungkin. Namun orang melakukannya bukan karena terpaksa. Tetapi orang melakukannya karena Tuhan menghendaki manusia untuk melakukan kebaikan.
Dalam pengajaran-pengajaran-Nya, Yesus selalu menekankan perbuatan baik bagi sesama. Semua perbuatan baik itu bersumber dari Tuhan yang mengasihi manusia. Kasih menjadi dasar perbuatan baik manusia. Karena itu, orang yang melakukan kebaikan kepada sesamanya dengan terpaksa tidak berkenan di hati Tuhan. Yang dikehendaki Tuhan adalah hati yang tulus ikhlas.
Orang beriman itu berbuat baik bagi sesamanya dengan tulus ikhlas. Bukan diwarnai oleh hati yang menggerutu setelah membantu sesamanya. Orang yang mudah menggerutu itu biasanya akan menemukan benturan-benturan dalam hidupnya. Apa yang ia lakukan tidak bermakna bagi hidupnya. Apa yang dia lakukan hanyalah usaha untuk pamer kebaikan.
Suatu kali, Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Janganlah tangan kirimu tahu apa yang diperbuat tangan kananmu.” Yesus mau menegaskan bahwa perbuatan baik manusia itu bukan untuk dipuji. Tetapi manusia berbuat baik, karena kasih Tuhan itu mesti disalurkan kepada sebanyak mungkin orang yang membutuhkannya.
Bebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa melakukan kebaikan untuk Tuhan dan sesama. Bahaya untuk pamer kebaikan mesti selalu diperhatikan. Dengan demikian ketika kita mati, kita dapat berjumpa dengan hal-hal yang baik. Bukan kejahatan dan penyesalan mendalam yang kita bawa dalam kematian.
Mari kita berusaha hidup baik dan berbuat yang baik bagi sesama. Begitu banyak orang membutuhkan kebaikan dari kita. Begitu banyak orang sedang menantikan uluran tangan kasih kita. Mampukah kita melakukannya dengan senang dan tulus hati?
Tuhan memberkati.
Keterangan foto: kebaikan setulus hati (foto: vulcanpost.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.