“Apakah Anda semua bersiap diri untuk menjadi pewarta? Apakah Anda percaya bisa melakukan mujizat?” Demikian pertanyaan Budi Sutedjo Darmo Oetomo mengawali sesi pertama dengan materi “Selamat Datang Penulis Produktif” dalam Pelatihan Menulis Produktif di hadapan 38 frater Diosesan Seminari Tinggi St.Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (2/10) di Ruang Isaak Doera. Seluruh peserta yang masih duduk di semester 5 ini secara lantang menjawab siap dan percaya.
Dalam Injil Yohanes 14 ayat 12, Yesus bersabda sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Pekerjaan yang dimaksutkan Budi adalah menulis. Budi mengajak supaya para calon imam ini nantinya bisa melakukan pekerjaan bahkan mujizat yang besar melalui tulisan. Sabda Tuhan yang diwartakan melalui tulisan ini pada akhirnya dapat dibaca oleh ribuan bahkan jutaan manusia. Inilah mujizat yang dimaksud Budi.
“Yesus berbicara kepada 5.000 laki-laki atau 15.000 orang terdiri atas laki-laki, perempuan dan anak. Anda sebagai calon imam bisa berbicara kepada lebih dari 2 juta orang jika tulisan Anda dimuat di Harian Kompas. Atau 4 juta orang jika tulisan Anda dimuat di Jawa Post” terang Budi yang juga dosen di Universitas Duta Wacana Yogyakarta.
Apalagi, lanjutnya, di era digital ini yang berkembang pesat dewasa ini, 105 juta orang Indonesia sudah mengakses internet. Jika diambil 10 persen saja, 10 juta orang akan membaca tulisan yang kita buat. Jadi, kesempatan untuk mewartakan Sabda Tuhan terbuka lebar. Selanjutnya, apakah kita mau memanfaatkannya atau tidak, kata Budi.
“Media cetak seperti buku dan media digital seperti website, blog dan sebagainya , bisa kita jadikan sarana untuk pewartaan Sabda Tuhan. Dampaknya sangat besar. Karena tulisan Anda yang berisi Sabda Tuhan ini akan mampu memengaruhi pikiran dan keyakinan banyak orang. Ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi Anda calon-calon pewarta” jelas Budi.
Namun seringkali yang terjadi pada kebanyakan orang, ketika mendengar kata menulis atau wajib menulis maka reaksinya berbeda-beda, ada yang pegang kepala, stres, pusing, tertekan, nggak bisa, sulit, dan sebagainya.
Seperti yang dialami salah satu peserta yang merasakan kesulitan tiap kali diminta menulis. Dia dengan tegas menyatakan kesulitannya. “Menulis itu sulit. Saya selalu kesulitan saat pertama hendak menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan ” ujar Frater Anselmus, dari Keuskupan Larantuka.
Penggagas Indonesia Menulis ini pun kemudian berbagi tips berdasarkan pengalaman pribadinya. Meski bukan berasal dari pendidikan bahasa, namun dengan niat dan kegigihannya ia berhasil menulis buku. Tidak hanya satu melainkan ratusan buku telah ditulisnya.
“Menulis itu tidak sulit, menulis itu mudah selama kita mau belajar”tegas Budi.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.