Beranda OPINI Masa Paskah, Mengapa Kita Rayakan Selama 50 Hari?

Masa Paskah, Mengapa Kita Rayakan Selama 50 Hari?

Kebangkitan Yesus/Foto: mirifica.net

Masa Paskah tidak hanya berbicara tentang merayakan  kebangkitan Kristus tetapi juga tentang kita.

Mencermati cara umat merayakan masa prapaskah dan masa Paskah dewasa ini, ada kesan kuat umat lebih larut dan menikmati masa prapaskah. Kita bisa melihat dan merasakan umat menggunakan kesempatan di masa Prapaskah untuk merenungkan suka dan duka perjalanan hidupnya. Namun setelah hari raya Paskah, suasana kebatinan Gereja seakan segera kembali ke masa biasa. Padahal setelah Hari Raya Paskah, Gereja memasuki masa Paskah, saat khusus untuk merenungkan peristiwa kebangkitan Kristus.

Ada umat pernah bertanya, mengapa peristiwa kebangkitan Kristus direnungkan dan dihayati selama masa Paskah saja? Bukankah setiap hari Minggu kita juga dapat merayakan “Paskah Kecil”? Bukankah sepanjang tahun Gereja senantiasa mengenang sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus?

Santo Agustinus pernah mengatakan,  masa  praPaskah itu identik dengan persoalan hidup kita saat ini sedangkan masa Paskah yang kita rayakan saat ini identik dengan kebahagiaan yang akan kita miliki di masa depan. “Apa yang kita peringati sebelum Paskah adalah apa yang kita alami dalam hidup hari ini, apa yang kita rayakan setelah  Paskah Kristus adalah sesuatu yang kita belum alami.”

Masa Paskah bukan hanya tentang kebangkitan-Nya tetapi juga tentang kita.  Santo  Maximus dari Turin yang hidup di abad ke-5 pernah menulis, “Kristus telah bangkit, Dia telah membuka pintu gerbang neraka dan membiarkan orang mati pergi bebas;! Ia telah memperbaharui dunia melalui para anggota Gereja-Nya, dilahirkan kembali oleh baptisan, dan Ia membawa mereka kembali kepada kehidupan. Roh Kudus-Nya telah membuka pintu surga agar terbuka lebar untuk menerima orang-orang yang bangkit dari dunia.”

Berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk berpikir atau merenung tentang keabadian atau surga? Bagaimana pandangan kita  tentang kebangkitan tubuh?

Kita menjadi tahu sekarang bahwa ketika kita semakin tua, nampaknya surga menjadi aspek yang lebih dekat dan penting dalam hidup kita. Di “paruh kedua kehidupan” kita yang tersisa itu, tak disangkal orang lebih sering berpikir  tentang keabadian dan surga. Ketika orang sakit dan dipanggil kembali, kita pun  berharap raga orang yang meninggal itu dibangkitkan. Ini adalah harapan tentang Paskah kita!

Karenanya surga bukan hanya tempat di mana jiwa orang yang telah meninggal melayang-layang begitu saja. Katekismus menyatakan, “Tuhan pasti akan memberikan kehidupan fana  bagi tubuh kita dengan bersatu kembali  dengan jiwa kita. Semua akan bangkit. ‘Dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.’ (Yoh. 5:29)

Selama menjalani masa Paskah pusat perhatian Gereja terarah pada sebuah harapan yang melampaui dunia kita saat ini, sebuah situasi di mana orang yang lemah dan yang kuat, yang miskin dan yang kaya, berada pada satu tempat yang sama. Harapan seperti ini memang melampaui situasi kita saat ini,  dan karena itu sifatnya pun kekal.

Anthony De Stefano dalam bukunya ” Travel Guide to Heaven” mengatakan bahwa setiap pembicaraan   mengenai keabadian dan  surga hendaknya perlu dilakukan dengan kegembiraan. Karena  menurutnya, “ini adalah tempat kegembiraan yang tak terbatas, kebahagiaan tak terbatas dan sukacita tak terbatas!”

Lalu apa yang dapat kita pikirkan, apa yang dapat kita renungkan dan apa yang dapat kita  katakan kepada orang lain tentang masa Paskah ini?

Dalam kotbah Paskah terakhirnya, Paus Benediktus XVI  mengatakan, paskah yang telah kita rayakan kita wartakan secara luas ke seluruh dunia melalui nyanyian gembira, alleluya.  Karena itu, mari kita bernyanyi dengan mulut kita, mari kita bernyanyi dengan segenap hati dan seluruh diri kita, dengan cara hidup yang “tak beragi”, dengan kesederhanaan, rendah hati, dan akhirnya berbuah dalam karya-karya yang baik.  “Surrexit Christus spes mea: precedet suos di Galileam” – Kristus harapanku telah bangkit, dan dia pergi mendahului anda di Galilea. Dia bangkit mendahului kita dan Ia menyertai kita sepanjang perjalanan hidup kita di dunia. Dia adalah harapan kita, Dia adalah damai sejati dunia!”