Bacaan, gerejaa Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, katekese, katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, penyejuk iman, pewartaan, Uskup Tanjungkarang, Keuskupan Tanjungkarang, Tahbisan Uskup, Uskup Indonesia, Lambang Uskup Tanjungkarang, Motto Uskup Tanjungkarang, umat katolik, Yesus Juruselamat
Sumber: keuskupantanjungkarang.org

TOPI warna hijau merupakan simbol otoritas suci dan martabat yang diberikan dari Tuhan sendiri melalui Bapa Suci (dalam masa pemerintah­an Paus Fransiskus). Efesus 6:10-20. Ambillah Keselamatan yang dari Allah.

TESSEL atau tali pengikat pinggang seorang gembala lambang episkopat.

Tali berujung rumbai ini menunjukkan simpul tali pengikat janji seseorang yang ditahbiskan sebagai gembala. Tessel di tingkat pertama adalah simpul tahbisan diakonat, kedua untuk tahbisan presbiterat, ketiga untuk tingkat episkopat (uskup). Lambang seorang Uskup ada enam tessel di kiri dan kanan. Jumlahnya 12 berwarna hijau. Yesaya 11:5, Efesus 6: 14, Mazmur 30:12.

SALIB PROSESI BERPALANG SATU

Simbol Penggembalaan Kristus (baculum pastoralis). Seorang uskup, sebagai Rasul Kristus, dipilih untuk menjadi gembala yang siap berkorban demi domba-domba-Nya. Kejadian 49:10 dan Bilangan 24:17 merujuk pada makna mesianik tongkat gembala yang dipergunakan dalam perjanjian lama sebagai simbol tongkat kepemimpinan menuju suatu kehidupan baru. Mazmur 45:6, Ibrani 1:8. Tongkat Kristus adalah tongkat kebenaran. Lambang bimbingan Allah yang menghalau segala rintangan (Mzm. 23:4).

Ornamen tambahan dalam lingkaran salib adalah gambar Bunda Maria yang menjadi simbol devosional Uskup Tanjungkarang. Bunda Maria menjadi teladan sukacita untuk memuji dan memuliakan Allah melalui kidung pujian dan lagu-lagu Maria. Ad Maiorem Dei Gloriam (melalui Maria sampai pada Kemuliaan Allah dibesarkan). Serta menjadi ajakan kepada seluruh umat Allah untuk senantiasa berdoa melalui pertolongan Bunda Maria agar sampai pada misteri penebusan Kristus (Per Mariam ad Jesum).

PERISAI (Shield)
Perisai adalah lambang perlindungan terhadap serangan senjata musuh. Perisai dibagi menjadi lima ruang, kelima ruang ini menjadi simbol lima Pilar Gereja: Kerugma, Koinonia, Liturgia (3 pilar internal) dan Diakonia serta Martyria (2 pilar eksternal), (Dalam ruang-ruang ini diletakkan simbol falsafah atau teologi yang dipegang sebagai perisai atau visi keuskupan).

Berikut deskripsinya:

Ruang Pertama Pilar Gereja Kerugma: Merpati Putih dan Kitab Suci. Warna Dasar Merah.
Merpati Putih adalah lambang Roh Kudus menjadi dasar hidup Gereja yang bersama dalam karya penggembalaan dan menjadi pengerak perutusan umat beriman. Roh Kudus yang memimpin dan membimbing Gereja, 1 Yohanes 5 ayat 7. Markus 1: 8. Roh Kudus dalam rupa merpati turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya (Matius 3: 16).

Kitab Suci adalah pedoman dasar hidup manusia sesuai sabda dan firman Tuhan, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku”, (Markus 8:34). Kitab Suci sebagai pedoman ketekunan hidup beriman di dalam pengajaran para rasul dan membangun persekutuan hidup.

Ruang Kedua Pilar Gereja Koinonia. Ornament Budaya, Pemandangan dan Lima Orang. Warna dasar Kuning.

Tapis Lampung: Tapis Lampung menjadi lambang persekutuan komunitas yang berada di tengah adat budaya di Sumatera Bagian Selatan. Ornament tersebut biasanya dipergunakan dalam upacara-upacara adat budaya: sebagai simbol kebersatuan dalam keanekaragaman budaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal. Kisah 2:42, Filipi 2:1-2, Galatia 5:13. Warna dasar ornament adalah warna merah dan kuning emas symbol kebanggaan dan kekayaan. Tapis Lampung bisa dikatakan juga sebagai mahkota dan sangat dikenal dalam batik-batik yang menjadi pakaian adat.

Menara Siger: simbol umum di Provinsi Lampung adalah menara singer, yang melekat di dalam budaya dan adat istiadat lampung. Di belakang tapis dan menara siger ini terbentang pemandangan gunung dan perbukitan sebagai simbol betapa indahnya karunia Tuhan dengan alam ciptaan-Nya. Umat keuskupan Tanjungkarang berperan serta menjaga kelestarian alam dan menjadi­kan­nya sumber hidup yang mencukupi. Gereja senantiasa mencintai adat istiadat budaya setempat melalui sarana inkulturasi.

Lima orang berwana kuning tua: Di atas pemandangan terdapat simbol lima orang berwarna kuning tua sedang memuji dan memuliakan Allah dengan semangat yang berkobar-kobar karena pewartaan iman Kristus menimbulkan sukacita di manapun berpijak.  Pemberitaan karya penebusan Yesus dalam penderitaan dan kebangkitan-Nya tersebar di mana saja (Luk. 11:32; 1Kor. 1:21). Lima orang berwarna kuning tua ini juga sebagai simbol komunitas atau persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus.

Ruang Ketiga Pilar Gereja Liturgia: letak pilar ketiga pada ruang dengan warna dasar hijau, dalam masa biasa warna liturgi dikaitkan dengan warna hijau. Mukjizat Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan menjadi simbol dalam lambang uskup bahwa Yesus sebagai pusat hidup dan andalan umat beriman. Ruang ini dimaknai pula sebagai karya pengudusan hidup umat beriman dalam perayaan Ekaristi. Yesus bersatu dengan umat-Nya yang berziarah di dunia ini melalui kurban yang disantap dan diminum. Lima roti dan dua ikan menjadi lambang puncak dan sumber utama hidup umat. Itulah Ekaristi. Yohanes 6:8-13, 2 Kor 9:12 dan Roma 15:27, (Sacrosanctum Concilium no 37-40). (Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, no. 16).

Ketiga Ruang Perisai bagian atas a-c adalah perutusan Gereja Umat Allah ke dalam internal Gereja yang sejati yang dilandasi pengajaran yang benar, menghidupi persekutuan yang benar dan melaksanakan peribadatan yang benar.

Ruang keempat Pilar Gereja Diakonia: Orang yang sedang menebarkan jala. Warna dasar biru laut.

Orang yang sedang menebarkan jala: Perintah Yesus kepada Petrus untuk menebarkan jala, dan Petrus pun taat melakukan perintah Yesus. Gambar orang yang sedang menebarkan jala di samudera/lautan luas, gambaran yang tepat pada kondisi geografis Keuskupan Tanjung­karang yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Diakonia berarti melayani sesama. Menebarkan jala berarti bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, dengan kasih dan kegembiraan.  Kis 4:32-35, (Mzm. 133:1, 3).

Ruang Kelima Pilar Gereja Martyria: Gambar Anak Domba dengan darah yang mengucur sebagai kurban sembelihan. Warna dasar putih.

Anak domba sebagai kurban sembelihan, melambangkan bahwa kesaksian hidup umat beriman hendaknya sesuai dengan firman Allah, total dan penuh pengorbanan. Berbuat baik tidak boleh setengah-setengah. Yesus Sang Martir Agung adalah contoh utama berbuat baik sepanjang waktu dan kesempatan. Kesaksian dengan menjadi garam dan terang adalah menyebarkan kebaikan di mana pun berada kepada setiap orang. Pergi sambil memuliakan Tuhan dengan hidupmu (Perutusan sesudah berkat penutup dalam perayaan Ekaristi, berdasarkan TPE 2020). “Kamu adalah saksi dari semuanya ini” Sabda Kristus  (berdasarkan Lukas 24:48, Lukas 24:46-47, Yoh 16:2.).

Baik pilar internal maupun eksternal adalah satu kesatuan tak terpisahkan, memberi kepada Allah dan memberi kepada kaisar. Menjadi Katolik sejati dengan menjadi Indonesia sejati.

Warna dalam Perisai: Sekilas warna dalam Perisai jika dilihat secara menyeluruh adalah warna pelangi.

Warna Merah, Kuning, Hijau, Biru: Qesyet  (Ibrani), sebagai lambang bahwa Tuhan ingat akan perjanjian-Nya, yang tercantum dalam kitab Suci bahwa Allah mengingat perjanjian-Nya dengan Nuh.

Warna Putih sebagai lambang tujuan hidup manusia yaitu kesucian atau kekudusan bagi orang yang percaya dan menerima janji Allah. Kekudusan itu dekat dalam kehidupan sehari-hari (mengutip perkataan Paus Fransiskus) Kejadian 9:12-13, Yehezkiel 1:28, Wahyu 4:3. manusia memiliki pengharapan akan hidup yang kekal.

Warna kuning dan warna putih jika digabungkan laksana bendera Vatikan melambangkan kesetiaan dan ketaatan terhadap Gereja Rasuli (apostolik), dan para penggantinya.

BANNER ATAU SCROLL

Dalam pita yang seakan berkibar terlihat motto episcopal Uskup Tanjungkarang: In Verbo Tuo Laxabo Rete (At thy word I will let down the net) “Karena perintah-Mu, kutebarkan jala/tetapi karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” (Lukas 5:5). “Tapi karena Sabda-Mu, kutebarkan jala juga”.

Motto ini menjadi pendukung dari motto Uskup Agung Palembang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono “Deus Caritas Est”, yang menjadi bahan utama pewartaan Kabar Gembira, yakni betapa besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal, yakni Sang Kasih itu sendiri.

Tugas perutusan itu mengisyaratkan panggilan untuk masuk semakin ke dalam lagi pada pengenalan pribadi Kasih Agung, sampai pada puncak kesempurnaan Kasih dan Hidup Ilahi yakni keselamatan definitif secara kekal abadi di surga. Saat di mana manusia bisa lepas bebas dari segala keterikatan dirinya dengan dunia dan hidupnya sendiri. Contoh itu hampir ada pada semua orang kudus, namun yang pertama sekali terjadi pada Petrus.

Ia penjala ikan yang kaya akan pengalaman. Paham semua detil dan seluk beluk danau Galilea. Namun entah kenapa hari itu menyadarkannya akan betapa kecilnya ia di hadapan Pribadi yang penuh kuasa itu.

“Simon bertolaklah ke tempat yang dalam, dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan”. Spontan Simon menjawab, “Guru, telah semalaman kami bekerja keras, namun kami tak mendapat apa-apa”. Tak pernah-pernahnya hal sia-sia dan memalukan seperti itu terjadi. Pengalaman hebat kebanggaan selama hidup, runtuh dalam sekejab. Sudah saatnya angkat tangan dan pergi jauh-jauh meninggalkan gelanggang.
Namun ia tidak membantah Yesus; sebaliknya dengan rendah hati Simon berkata, “Tetapi karena Sabda-Mu, kutebarkan jala juga”. Melihat apa yang kemudian terjadi Simon berkata, “Tuhan, pergilah daripadaku, karena aku seorang berdosa”. Petrus merasa tidak pantas dan layak untuk hanya sekedar berhadapan dengan Gurunya yang adalah Tuhannya sendiri. “Tuhan pergilah, Engkau tak butuh aku dan aku tidak layak bagi-Mu”.

Di bab lain Yesus bertanya kepada Simon, “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau juga tahu bahwa aku mengasihi Engkau”. “Jika demikian, gembalakanlah domba-domba-Ku. Dan nanti setelah kauteguhkan imanmu, kuatkanlah juga saudara-saudaramu”. Mencintai Tuhan, mencintai Allah, mencintai Gereja Kristus, menuntut syarat tetap setia mengikuti-Nya dan tidak lari meninggalkan Dia.

Dialog Yesus dan Petrus ini mendasari spiritualitas kesediaan untuk menerima tria munera Christi sekalipun tak layak dan pantas. Seperti Petrus, saya tidak layak dan pantas, karena banyak dosa dan kekurangan. Namun, hanya karena kasih kepada Allahlah seorang murid Kristus tak bisa pergi dari tanggungjawab melanjutkan karya keselamatan.

Keuskupan Tanjungkarang menjadi danau untuk masuk lebih ke dalam lagi mewujudkan tugas menjala manusia. Pita yang diapit dua tanda salib menjadi lambang perlindungan dan kesetiaan Allah melalui misteri penebusan Kristus, yang diteruskan dalam karya sakramental lewat suksesi imamat apostolik. Warna dasar Scroll adalah coklat: simbol kerendahan hati, kesederhanaan, keramahan, kehangatan, sukacita, persahabatan, kedamaian, kerja keras, dan semangat kekeluargaan. Umumnya dipakai pula sebagai warna untuk tapis Lampung.

Sumber: keuskupantanjungkarang.org