Beranda KEPEMUDAAN World Youth Day Live in IYD 2016: Keluar dari Zona Nyaman dan Jadi Agen Perubahan

Live in IYD 2016: Keluar dari Zona Nyaman dan Jadi Agen Perubahan

Daniel, ingin keluar dari zona nyaman / Foto : Retno Wulandari - Komsos KWI

SEJAK awal mengikuti IYD 2016 Manado, Orang Muda Katolik (OMK) yang sudah lulus kuliah dan bekerja ini memang bertekad untuk bisa live in di tempat yang banyak tantangan. Oleh karena itu ketika panitia IYD 2016 memberi informasi tentang keluarga muslim, dengan pekerjaan nelayan, Yusuf Daniel Kusuma (25) langsung mengajukan diri.

Sebagai ketua kontingen OMK Keuskupan Agung Jakarta yang notabene terbiasa hidup di kota besar Daniel mencoba keluar dari zona nyaman. Bahkan demi mendedikasikan diri pada IYD 2016, Daniel rela melepas pekerjaannya sebagai Auditor di perusahaan swasta di Jakarta.

“Sebagai OMK KAJ, saya ingin keluar dari zona nyaman, dan menjadi agen perubahan”ungkap Daniel OMK asal Paroki St. Clara Bekasi.

Selama IYD 2016, semua peserta memang diwajibkan untuk live in bersama masyarakat Manado. Supaya peserta bisa semakin mengenal kehidupan sosial, budaya, situasi gereja setempat, dan ikut mengalami dinamika masyarakat dan umat.

Seperti diungkapkan Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) RD. Antonius Haryanto bahwa live in dimaksudkan agar OMK bisa berinteraksi, bergaul, merasakan dan mengalami langsung bersama masyarakat kita yang majemuk serta berefleksi.

Tidak hanya itu, kehadiran Daniel ditengah-tengah keluarga Pak Yoyon, panggilan akrab Pak Dwi Riyanto memberi warna bagi Pak Yoyon dan istri.

Pak Yoyon yang berdarah Bugis dan seorang muslim dengan tangan terbuka menerima Daniel di rumahnya. “Saya sangat senang sekali. Tidak masalah Daniel beragama Katolik, karena mertua saya juga orang Katolik.”kata bapak beranak dua ini kepada Mirifica.net

Bahkan saat kami berkunjung di lapak pak Yoyon, beberapa pedagang ikan di pasar Kampung Ambong turut berkumpul bersama kami, berbincang dan sharing bersama siang itu, Senin (3/10/2016). Daniel berhasil membawa suasana pasar yang becek dan dingin karena hujan mengguyur saat itu menjadi hangat.

“Kerukunan dan toleransi umat beragama di kota ini top banget deh. Salut. Speechless saya” pungkas Daniel. Mengingat gereja paroki asalnya St. Clara Bekasi, saat ini mendapat penolakan dan terancam ditutup oleh sejumlah oknum umat muslim.