ENYATAANNYA hari ini media sosial semakin dicemari dengan berita-berita bohong (hoax) dan berita palsu (fake news). Begitu mudahnya berita bohong dan palsu dirancang dan disebarkan berkali-kali. Banyak orang menjadi resah dan gelisah. Mereka khawatir, kabar bohong dan palsu itu nantinya dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sungguh mengerikan.
Mencermati fenomena itu, Gereja Katolik tidak tinggal diam. Berbekal pengalamannya selama 51 tahun merayakan Hari Komunikasi Sosial Sedunia sejak Konsili Vatikan II, Gereja mampu mengikuti dengan cermat dan terkadang kritis terhadap perkembangan media hingga hari ini. Tidak terkecuali, perkembangan media digital dengan dampak luar biasa. Gereja pun hadir di sana.
Dekrit Intermirifica jelas membuktikan kehadiran dan kesungguhan Gereja dalam mengupayakan komunikasi yang sehat dan bermartabat. Melalui dekrit ini, Gereja mengajak semua orang apapun latarbelakangnya agar berpartisipasi di dalam karya komunikasi sosial.
Ajakan Gereja tersebut kian nyata dan sungguh dirasakan, persis di saat Gereja merayakan hari komunikasi sosial sedunia ke-52 tahun 2018. Dengan mengangkat tema, “Kebenaran akan Memerdekakan Kamu”(Yoh.8:36): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian, Paus Fransiskus ingin supaya Gereja dan siapapun yang berkehendak baik dapat terlibat aktif memajukan komunikasi sosial.
“Saya ingin mengajak semua orang untuk memajukan jurnalisme perdamaian. Jurnalisme perdamaian tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme “pemanis rasa” yang menolak mengakui adanya masalah-masalah serius atau jurnalisme yang bernada sentimentalisme. Sebaliknya, jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur, jurnalisme yang menghindari slogan-slogan retoris, dan topik berita sensasional,” kata Paus Fransiskus.
Pesan Paus bernada positif itu jelas memberikan sebuah harapan dan optimisme baru. Di tengah merebaknya hoax and fake news, kita diingatkan bahwa ada satu bentuk jurnalisme yang terbuka untuk dilakukan dan dikembangkan. Menurut Paus, penangkal terbaik melawan kepalsuan bukan terletak pada strategi, melainkan masyarakat: masyarakat yang tidak serakah, tetapi yang mau mendengarkan, masyarakat yang tertarik oleh kebaikan dan bertanggungjawab atas cara bagaimana memanfaatkan bahasa.
Namun, upaya membangun jurnalisme perdamajan seperti itu tentu tidak mudah. Media sosial kita hari ini terus-menerus dicemari oleh hoax and fake news. Banyak orang jadi gelap mata hatinya. Orang tak lagi peduli dengan kebenaran berita yang dibagikan. Asal dapat beritanya, coppy paste, dan sent. Filterisasi berita tak ada. Yang penting, berita itu sampai dan siapa tau dapat mempengaruhi opini pembaca.
Dostoevsky, sastrawan kenamaan asal Rusia, jauh-jauh hari telah menjelaskan hal itu sebagai sebentuk tipuan diri dengan mengatasnamakan kebenaran. “Orang-orang yang menipu diri dan yang mempercayai tipuannya sendiri akan sampai pada suatu titik di mana mereka tidak lagi mengenal kebenaran di dalam diri mereka, atau di sekitar mereka…”(The Brothers Karamazov, II, 2).
Rangkaian acara Pekan Komunikasi Sosial Nasional-KWI 2018 itu memang didesain oleh Komisi Komunikasi Sosial KWI dengan tujuan memajukan jurnalisme perdamaian tadi. Setelah dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Kalimantan Tengah pada Senin (7/5) di Palangka Raya, peserta lalu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan praktis terkait bermedia. Di bidang teknik pembuatan audiovisual, peserta dipandu langsung oleh Romo Murti, SJ, penulis naskah dan produser film “Soegija” yang booming sejak tahun 2015 lalu itu. Goalnya, peserta yang mayoritas dikategorikan sebagai generasi milenial itu dapat memproduksi konten-konten positif bernuansa Kekristenan.
Selain itu, peserta juga dibekali dengan ketrampilan menulis kreatif. Untuk ini, mereka dibimbing oleh Albertus Margana, mantan Pemred HIDUP dan jurnalis senior Tempo. Fasilitator handal lainnya seperti Gabriel Abdi Susanto dari Liputan 6.com/ Sesawi.net dan Budi Sutedjo, dosen penulis dari UKRIDA Yogyakarta, akan memperkaya pengetahuan dan ketrampilan peserta.
Genposting, Generasi Positif Thingking
Melengkapi acara PKSN-KWI yang akan berakhir Minggu (13/5) nanti, pada Jumat (11/5), peserta juga akan dibekali dengan materi dan latihan praktis oleh Tim IT Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dibingkai dengan topik ‘Genposting’ (Generasi Positif Thinking, peserta diarahkan untuk sampai pada kemampuan membentuk opini publik, hoax buster, dan teknik membagikan konten-konten positif di media sosial.
Genposting sejatinya merupakan gagasan asli dari Kominfo, dirancang untuk membendung penyebaran berita bohong dan berita palsu.
Keesokan harinya, Sabtu (12/5), akan ada Seminar Nasional dengan keynote speaker Bapak Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika.
Seminar ini akan diikuti peserta dari berbagai lapisan masyarakat, pemerintah daerah Prov. Kalimantan Tengah, BEM-BEM di kota Palangkaraya, Tokoh Lintas Agama, dan tokoh adat setempat.
Narasumber lainnya adalah Bapak Eusabius Binsasi, Direktur Bimbingan Masyarakat Katolik Kemenag RI, Romo Prof. Dr. Edy Kristiyanto dan Trias Kunchayono, Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.
Selamat menyambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-52 Tahun 2018. Semoga kebenaran kata kita memerdekakan hati.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.