HALAMAN Wisma Efata, Ruteng tampak berbeda. Selasa pagi, 26/9, beberapa orang bergerombol dan saling berbincang. Dari halaman depan, mereka beringsut masuk ke dalam Wisma Efata. Puluhan orang terlihat berkerumun di ruang resepsionis. Mereka berasal dari perwakilan tujuh paroki di Kota Ruteng, utusan komunitas religius di Kota Ruteng, dan perwakilan beberapa instansi gerejani lainnya, seperti sekolah Katolik, Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng, dll.
Dinginnya udara di Ruteng pagi itu tidak menyurutkan niat 120 orang di Kota Ruteng dan sekitarnya untuk mengikuti pelatihan public speaking dan pelatihan jurnalistik. Pelatihan ini digelar oleh Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng, yang bekerja sama dengan Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI). Narasumber pelatihan ini berasal dari Komsos KWI, seperti Erol Jonathan, A.A. Kunto A., dan R.B.E. Agung Nugroho. Acara dibuka oleh Sekretaris Komisi Komsos KWI, RD Kamilus Pantus bersama dengan Wakil Komisi Komsos Keuskupan Ruteng RD Heribertus Ratu.
Dalam sesi pembuka, Romo Kamilus menjelaskan mengenai kerasulan pewartaan dunia dewasa ini, yang sudah diwarnai oleh era digital. Tantangan yang dihadapi Gereja saat ini adalah banjirnya informasi yang setiap saat diterima orang, baik sesuatu yang positif maupun yang negatif. Romo Kamilus menggarisbawahi bahwa sebagai kader awam Keuskupan Ruteng, para peserta ditantang untuk menjadi pewarta sabda yang andal di era perkembangan teknologi masa kini.
“Internet adalah anugerah dari Tuhan,” tegas Romo Kamilus mengutip pernyataan Paus Fransiskus. Menurutnya, Gereja selalu melihat internet–yang kini telah menjelma menjadi media sosial–sebagai sarana pewartaan yang positif, meski di sisi lain, penggunaan yang tidak sesuai ajaran Gereja hanya akan menimbulkan banyak mudarat daripada manfaatnya. Dalam konteks banjir informasi tersebut, Gereja memandang perlu untuk mewaspadai ancaman hoaks. Panggilan mewarta–salah satunya–adalah melawan hoaks, yang sering menimbulkan kekisruhan di dalam masyarakat. “Sebagai kader-kader awam, kalian harus menjadi pewarta kabar baik; jangan justru mewartakan kabar bohong atau hoaks,” tandas imam Keuskupan Sumba itu.
Pagi itu, dinginnya udara Wisma Efata perlahan pergi seiring bertambah hangatnya materi literasi anti-hoaks dalam konteks pewartaan Gereja Katolik yang disampaikan Romo Kamilus. Bagi Romo Kamilus, para peserta pelatihan ini merupakan ujung tombak di lapangan bagi Gereja. Merekalah yang akan melukiskan wajah Gereja di tengah dunia; mengubah dinginnya sikap terhadap tantangan ini menjadi kehangatan, yang mengobarkan semangat sebagai laskar literasi anti-hoaks.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.