“Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.” (Yes 64, 8)
Didi Kempot pernah menulis lagu dengan judul ‘Kuncung’.
Berikut ini sebagian liriknya, “Kosokan watu ning kali, nyemplung ning kedhung, [byurr]
zaman ndisik durung usum sabun, Andhukku mung cukup, andhuk sarung. Dolananku montor cilik, soko lempung.”
Si Kuncung adalah anak desa. Biasa mandi di sungai; nyebur di kedhung (bagian sungai yang dalam); saat itu belum ada sabun, maka cukup gosokan pakai batu.
Sarung digunakan sebagai handuk. Mainannya motor kecil yang terbuat dari lempung atau tanah liat. Lempung atau tanah liat banyak ditemukan di desa. Kalau kena air, tanah liat menjadi licin dan bisa membuat orang terpeleset.
Suatu saat, anak-anak dari sebuah Sekolah Dasar diminta oleh guru kelasnya untuk membawa lempung ke sekolah. Saat itu ada mata pelajaran prakarya. Guru kelas mengajak para siswa untuk membuat ‘sesuatu’ yang disukai dari tanah liat yang dibawa. Para siswa rupanya cukup kreatif. Tanah liat yang mereka bawa dibentuk menjadi berbagai hal, seperti: manusia, piring, gelas, meja, mobil, sendok, cangkul, dsb.
Tanah liat rupanya mudah dibentuk menjadi berbagai ‘ciptaan baru’ selaras dengan minat dan keinginan para siswa. Manusia itu ibaratnya lempung atau tanah liat yang licin. Licin tidak hanya menunjuk sikap yang halus, tetapi juga sama dengan licik, mudah menipu, memutarbalikkan kata dan sikap.
Dalam hal ini licin juga menunjuk sikap manusia yang jahat dan tidak benar. Dengan akal budi atau pikirannya, manusia bisa merencanakan banyak hal yang tidak baik. Kehendaknya seringkali juga sulit di duga.
Dengan kelicinannya itu, manusia juga bisa membuat orang lain jatuh dalam sengsara dan penderitaan. Bahkan kejatuhan tersebut juga bisa mengakibatkan kematian bagi orang lain. Manusia memang tanah liat yang licin.
Sekalipun demikian, manusia tidak bisa berbuat banyak di tangan Tuhan. Tuhan bisa membentuknya seturut kehendak-Nya. Masa Adven merupakan kesempatan untuk menyadari diri bahwa manusia tidak lebih dari tanah lihat yang licin. K
esempatan untuk menyadari berbagai sikap hidup yang ‘licin’ dengan segala akibatnya, baik bagi diri sendiri maupun bagi sesama. Kesempatan bagi Tuhan untuk membentuk kita menjadi ciptaan baru, yang selaras dengan kehendak-Nya.
Teman-teman selamat pagi dan selamat berhari Minggu. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi by Khrisnanagar
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.