KUNJUNGAN Paus Fransiskus ke Filipina yang dimulai pada 15 Januari telah berakhir pada 19 Januari 2015. Kunjungan tersebut memperlihatkan hebatnya kharisma Paus Fransiskus berupa pecahnya rekor jumlah umat yang hadir dalam suatu misa. Luar biasanya lagi, karena saat itu cuaca kurang mendukung; tetapi hujan dan angin kencang rupanya tak mampu menghalangi tekad umat berkumpul bersama Paus.
Maka terlihat lautan umat dengan jas hujan tipis beraneka warna bergeming mengikuti misa dengan khidmat.
Juru bicara Vatikan, Pastor Federico Lombardi SJ, menyatakan dalam jumpa pers di Manila bahwa panitia melaporkan misa penutup Paus tanggal 18 Januari di Rizal Park dihadiri antara 6-7 juta umat. “Ini peristiwa terbesar dalam sejarah kepausan,” demikian Jesuit Italia ini.
Rekor sebelumnya juga terjadi di Manila ketika kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada Hari Orang Muda Sedunia tahun 1995. Diperkirakan pada waktu itu misa dihadiri antara 4-5 juta umat.
Belarasa untuk korban Taufan Yolanda
Kunjungan Paus ke Filipina dipicu oleh keinginan Paus untuk bertemu dengan para korban bencana Taufan Yolanda yang meporakporandakan Filipina dengan korban 6.000 jiwa dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Paus Fransiskus menyempatkan diri ke Tacloban, salah satu daerah yang paling parah terkena dampak angin taufan tersebut.
Kardinal Antonio Luis Tagle, Uskup Agung Manila, menceritakan kepada pers kesan Paus atas kunjungan tersebut. “Ketika kami telah di pesawat, saya bertanya kepada Bapa Suci, “Apakah Bapa lelah? Apakah Bapa cemas mengalami angin taufan untuk pertama kalinya? Tetapi Sri Paus menjawab,” kunjungan ini benar-benar buat saya sendiri. Saya belajar banyak dari kunjungan ini.”
“Inilah imam yang sejati. Hari itu kegiatan sangat padat dan melelahkan bagi saya, tetapi mata saya terpaku padanya,” ungkap Kardinal Tagle.
Walaupun kunjungan ke Tacloban tersebut terpaksa dipersingkat karena ancaman taufan baru, semua agenda Paus Fransiskus bisa terjalani. Acara makan siang dengan 30 orang yang selamat dari taufan merupakan acara yang paling menyentuh Paus, demikian kisah Kardinal Tagle.
Ketika Paus memasuki ruang makan, dia menyapa satu persatu semua yang hadir, dan mendengarkan sepatah dua patah kata ungkapan kehilangan mereka akibat taufan tersebut.
“Saya tidak akan lupa bagaimana wajah Sri Paus saat mendengarkan satu persatu cerita yang hadir,” kata Kardinal Tagle. “Paus begitu tersentuh dan terharu, dia turut merasakan penderitaan orang-orang tersebut. Paus berbelarasa bagi mereka dalam hening.”
Paus menolak ditempatkan dalam mobil terlindung ketika memimpin misa, dia turut mengenakan jas hujan dan merasakan angin dan hujan deras yang hadir sepanjang misa.
Katanya, “Saya hadir untuk mengungkapkan belarasa, maka kalau umat harus menunggu dalam panas, dan sekarang dalam hujan dan badai, mengapa imamnya tidak?”
Sumber: CNA
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.