Beranda KWI Krisis yang Mendasari Keluarnya Ensiklik Lumen Fidei

Krisis yang Mendasari Keluarnya Ensiklik Lumen Fidei

Rm. Krispurwana Cahyadi SJ (kiri)/ Foto : Dok. Komsos KWI

KELUARNYA Ensiklik Lumen Fidei oleh dua Paus, Benediktus XVI dan dilanjutkan oleh Fransiskus bukan tiba-tiba tanpa ada persoalan yang mendasarinya.

“Dalam promulgasi diadakannya tahun iman, surat apostolis Porta Fidei, Benediktus XVI menganalisa terjadinya krisis iman dewasa ini. Kenyataan dunia kehidupan serta realitas perubahan berdampak pada dimensi religiositas umat manusia,”ujar tutur Romo T Krispurwana Cahyadi SJ dalam studi bersama memelajari Ensiklik Paus Fransiskus Lumen Fidei di ruang rapat Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) lantai 2, Senin (7/7/2014).

Menurut Romo Kris, di satu sisi, ada tanda harapan yang dibawa. Namun, di sisi lain, mengundang persoalan dan pertanyaan yang terkait dengan iman, misalnya soal penyelenggaraan Ilahi, pewahyuan Yesus Kristus sebagai satu-satunya perantara serta penyelamat, atau pertanyaan yang terkait dengan pengalaman hidup manusia: kelahiran, kematian, hidup keluarga atau soal-soal sekitar hukum moral.

“Letak manusia, peran serta ruang kuasanya, dalam kerangka keseluruhan tata kehidupan semesta ini, juga menjadi bagian dari pertanyaan akibat dari kemajuan ini,”jelas Romo Kris.

Krisis tersebut, menurut Romo Kris, bisa terjadi karena adanya gambaran yang salah akan Allah. Allah bisa dikaitkan dengan kekerasan dan balas dendam, atau tindakan kebencian dan mengeksklusikan yang lain, yang berbeda.

Tidak mengherankan kalau tindakan iman yang dipilih pun bisa ditandai dengan kekerasan dan kepicikan sikap, pandangan sempit dan fanatik.

Paus, kata Romo Kris juga menyebutkan bahwa krisis iman bisa terjadi kalau ada ketidakpaduan atau ketaksinambungan antara dimensi subjektif dan objektif, antara nalar dan perasaan.

Krisis bisa terjadi pula kalau orang mengalami krisis pemahaman jati dirinya, atau akan hakikat hidup serta perutusan Gereja. Gereja seakan dipandang sekadar sebagai bentukan manusia, bagian dari masa lalu, sehingga tidak lagi relevan untuk konstruksi hidup dan pemikiran kultural masa kini.

Dalam pengalaman krisis tersebut, orang akan mudah mengalami disorientasi nilai dan pandangan akan masa depan. Orang hidup dalam paham kebebasan yang telah hilang makna otentiknya, karena kebebasan dilepaskan dari kebenaran. “Otonomi ini dalam pengertian individualistik yang lebih dikembangkan,”jelas Romo Kris.

Keterangan Foto : Rm. Krispurwana Cahyadi SJ (kiri) / Foto : Dok. Komsos KWI