Di tengah banyak hal yang tidak pasti, satu hal yang pasti: kita semua akan mati, maka soal ini juga menyangkut diri kita semua.
Banyak orang katolik yang meninggal dunia tidak dikebumikan (dikubur), melainkan dibawa ke krematorium.
Alasannya banyak: antara lain
1) Praktis. Selesai, tak usah repot-repot memelihara makan dan mengunjunginya;
2) Sulit mencari tanah, apalagi makam tidak dipelihara dengan baik, bahkan sebaliknya, dijadikan tempat untuk macam-macam kegiatan, a.l.pelacuran;.
3) Kurang aman untuk kunjungan;
4) Dirasa lebih higienis, apalagi atas nasehiat dokter;
5) Soal kemacetan lalu lintas juga berlaku untuk pergi ke krematorium.
Namun rupanya yang kurang dipikirkan ialah bagaimana penialainnya dalam tradisi katolik?
Saya tak bermaksud menggelisahkan, melainkan hanya mengingatkan. Soalnya bukan memilih antara dua hal yang sama saja. Jelas bahwa kebijakan Gereja sejak 1963 berubah: kremasi tidak dilarang, jadi diperbolehkan, tetapi preferensi tetap pada penguburan, seperti nyata dari: KHK kan.1184. Romo paroki tak akan menyinggung soal ini.
KHK kan.1176 $3 “Dengan tegas Gereja menganjurkan, agar kebiasan saleh mengebumikan jenazah dipertahankan, tetapi ia tak melarang kremasi, kecuali jika dipilih karena alasan yang bertentangan dengan ajaran kristiani”.
S.Off 1963
Instruksi Sanctum Officium AAS 56 (1964) 822-823 De cadaverum crematione melonggarkan kebijakan melarang kremasi.
KHK 1983
KHK kan.1184 $1 Pemakaman gerejawi harus ditolak bila senbelum kematian tiada suatu tanda tobat no.2 “kepada mereka yang memilih kremasi karena alasan yang bertentangan dengan iman kristiani”
2001 “Kesalehan rakyat dan Liturgi”
“Kesalehan rakyat dan Liturgi” art.254, Desember 2001: “Kremasi adalah juga gejala kontemporer karena perubahan keadaan hidup. Sehubungan dengan ini disiplin Gereja menetapkan “Pemakaman kristiani boleh diberikan kepada mereka yang memilih kremasi, asalkan pemilihan ini tak didorong oleh hal yang bertentangan dengan ajaran kristiani (369).
Berkaitan dengan keputusan ini kaum beriman harus diajak untuk tidak menyimpan abu di rumah, melainkan menguburnya seperti biasa, sampai Allah membangkitkan mereka yang beristirahat dalam bumi, sampai laut menyerahkan yang mati (bdk.Why 20: 3).
Catatan kaki 369 menunjuk kepada Rituale Romanum.
Perhatikan juga ajaran Katekismus Gereja Katolik art.2301: “Gereja mengizinkan kremasi, kecuali jika hal ini menyarakan keraguan iman akan kebangkitan badan” (bdk. KHK kan.1176 $3)
Motivasi yang tak dibenarkan:
Keraguan atau perlawanan terhadap iman akan kebangkitan badan.
Tak jarang untuk preferensi Gereja bagi penguburan masih disebut: sikap hormat terhadap jenazah yang pernah berperan sebagai manifestasi orang yang kita hargai dan kita cintai dan sebaliknya. Saya kira ini soal relatif.
Tetapi siapa yang menentukan kremasi atau penguburan? Biasanya bukan orang yang mati, melainkan keluarga yang ditinggalkan, sehingga motivasi itu lebih menyangkut sikap orang yang ditinggalkan daripada orang yang meninggal yang sudah tak dapat menyatakan kemauannya (memang bisa sebelum mati).
Piet Go O.Carm.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.