Dalam bacaan pertama dikisahkan kejatuhan manusia dalam dosa karena digoda oleh setan. Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah bagaimana Yesus berhadapan dengan kuasa kejahatan yang dipersonifikasi dengan setan. Manusia pertama jatuh dalam godaan setan. Manusia baru dalam diri Yesus berkuasa atas setan.
Hari ini kita menutup Perayaan Komunikasi Sosial Nasional yang dipusatkan di Keuskupan Agung Medan. Perayaan ini hendak menyebarkan pesan Bapa Suci, Kecerdasan Artifisial dan Kebijaksanaan Hati, Menuju Komunikasi yang Manusiawi. Bingunglah saya menyusun kotbah untuk mengaitkan bacaan-bacaan Injil dengan pesan Bapa Suci.
Maka saya menggunakan bantuan Kecerdasan Artifisial dengan sara berkonsultasi kepada ChatGPT4.o. Saya membuat pertanyaan berikut, “Bro apa peran setan sehingga sehingga kecerdasan artifisial biasa merusak manusia manusia?” Mau tahu apa jawabannya? Mau tahu aja atau mau tahuu buanget? Cari sendiri dong dalam Chat GPT 4.o. Chat GPT 4.o dalam tempo 10 detik telah mempresentasikan kepada saya jawaban atas pertanyaan saya.
Setan sering digambarkan sebagai penggoda yang memanfaatkan kelemahan manusia, seperti keserakahan, keangkuhan, dan ketamakan. Dalam konteks AI, setan dapat mempengaruhi manusia untuk menggunakan teknologi ini demi keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain. Misalnya, penggunaan AI untuk manipulasi pasar, penyebaran disinformasi, atau pelanggaran privasi dapat berasal dari dorongan untuk mendapatkan kekuasaan atau keuntungan finansial.
Setan bisa mempengaruhi cara AI digunakan untuk memperkuat ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Misalnya, algoritma AI yang bias dapat mendiskriminasi kelompok tertentu, memperburuk ketidaksetaraan sosial, atau menciptakan jurang digital antara yang memiliki akses teknologi dan yang tidak. Ini dapat menciptakan ketidakadilan yang lebih besar dan merusak kohesi sosial.
AI memiliki kemampuan untuk memproduksi dan menyebarkan konten secara massal. Setan, sebagai “bapa segala dusta” (Yohanes 8:44), dapat mempengaruhi penggunaan AI untuk menyebarkan kebohongan, disinformasi, dan propaganda yang merusak kebenaran dan memperkeruh situasi sosial dan politik. Ini bisa merusak kepercayaan publik dan memicu konflik, mendorong ketergantungan berlebihan pada teknologi, mengurangi nilai kehidupan manusia, dan mendorong hilangnya kendali dan pengawasan. Setan dapat memanfaatkan kurangnya pengawasan dan kontrol terhadap AI, sehingga teknologi ini digunakan tanpa batasan etis atau moral.
Injil hari ini mengisahkan tanggapan atau reaksi orang atas otoritas Yesus dalam tanda-tanda mukjizat dan pengusiran setan. Mari kita melihat reaksi orang banyak. Mengusir setan diyakini oleh orang-orang pada saat itu sebagai hal yang hanya dimiliki oleh seseorang yang mempunyai otoritas dan mereka ini pasti datang dari Tuhan. Mereka yang datang dari Allahlah yang mempunyai kuasa untuk mengusir setan. Ini tadi reaksi orang banyak. Reaksi yang berbeda kita lihat dalam diri ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus telah menunjukkan otoritasnya atas kuasa kejahatan, mengalahkan setan, tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mendengar dan menyaksikan hal ini menganggapnya justru sebagai tindakan setan, tidndakan penghulu kejahatan, tindakan iblis. Ahli Taurat berkomentar, “Ia kerasukan Be’elzebul” “Dengan kuasa pemimpin setan Dia mengusir setan”.
Saya chat lagi, “ Bro mengapa ahli Taurat dan kaum Farisi itu tidak bisa melihat kebenaran dalam perkataan dan perbuatan Yesus?
Chat GPT jawab Panjang, dengan kesimpunan ini, “Ahli Taurat dan kaum Farisi tidak dapat melihat kebenaran dalam perkataan dan perbuatan Yesus karena kombinasi dari kebutaan spiritual, ketakutan akan kehilangan kekuasaan, pendekatan legalistik yang kaku, harapan yang salah tentang Mesias, pengaruh tradisi yang kuat, kemunafikan, dan reaksi defensif terhadap kritik. Yesus mengajarkan bahwa pemahaman yang benar tentang hukum dan nubuat harus berakar pada kasih, belas kasihan, dan keadilan, tetapi banyak dari pemimpin agama ini gagal mengenali pesan ini karena hati mereka yang keras dan terikat pada kepentingan pribadi serta tradisi yang kaku”. Intinya orang Farisi dan ahli Taurat tidak mempunyai kebijaksanaan hati.
Jadi di hadapan kebenaran, ahli Taurat tidak mau tunduk dan kemudian mereka memanipulasi kebenaran untuk memberikan arti yang berbeda. Mereka tidak sudi orang banyak mengikuti Yesus yang dalam diri-Nya ada kuasa Ilahi.
Ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mempunyai kedudukan sebagai orang yang berpengaruh dengan sengaja menghambat pengajaran Yesus. Ahli-ahli Taurat dari Yerusalem ini datang dan menanamkan kebohongan di dalam kepala orang sederhana dengan mengatakan bahwa Yesus mengusir roh jahat dengan kuasa penghulu roh jahat. Mereka memilih untuk memanipulasi kebenaran. Mereka menuduh Yesus melakukan mukjizat melalui kuasa setan. Orang Farisi dan ahli Taurat dengan sengaja menutup mata indra dan mata hati akan kebenaran. Mereka berbohong, memanipulasi kebenaran dan mulai menyesatkan orang dengan pernyataan mereka. Dengan kata-kata langsung, mereka mencoba menyesatkan banyak orang. Beginilah sikap dan perilaku orang yang dalam dirinya tidak ada kebijaksanaan hati. Mereka ini sebenarnya melihat kebenaran, tetapi tidak mau mengakui bahkan menuduh dengan mengatakan kebalikan dari kebenaran.
Tahun 2024 ini adalah tahun ke 58 kita merayakan Hari Komsos Sedunia, dan pesan Paus Fransiskus bertajuk “Kecerdasan Artifisial dan Kebijaksanaan Hati: Menuju Komunikasi yang Sungguh Manusiawi”. Paus Fransiskus sangat menyadari betapa penting Kecerdasan artifisial dalam kehidupan manusia jaman ini. Kecerdasan artifisial membantu orang untuk bekerja lebih efisien, tepat sasaran, benar, makin produktif mengingat bahwa manusia mempunyai keterbatasan. Sadar akan keterbatasan maka manusia menciptakan mesin untuk membantunya.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.