MIRIFICA.NET, Denpasar – Kerasulan sosial ekonomi (Sosek) dalam Gereja Katolik terpaut pada penegasan Ajaran Sosial Gereja tentang pembangunan manusia seutuhnya, yaitu gagasan kemanusiaan menurut Injil Yesus Kristus: Dia datang untuk melayani kepentingan manusia dan menyebarkan kelimpahan hidup menurut perintah cinta kasih yaitu persaudaraan dan persahabatan.
Maka yang paling utama dalam kerasulan sosek adalah manusia, subyek pembangunan hidup dan penghidupan. Keutuhan pribadi manusia yang tercipta menurut gambar dan keserupaan dengan Allah memiliki hakikat yang setara. Artinya, tanpa kekerasan, diskriminasi dan korupsi. Gerak perkembangannya terlaksana dari hati ke hati dalam bingkai solidaritas dan subsidiaritas.
Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, mangatakan hal di atas, ketika tampil sebagai narasumber pada Konpernas XXV PSE KWI, pada hari ketiga kegiatan ini, Rabu (1/6) di Kuta, Bali. Mgr. Turang, yang juga pernah menjabat Ketua Komisi PSE KWI, diminta Panitia Pengarah untuk memberikan masukan seputar Kerasulan Sosial Ekonomi di Indonesia.
Dikatakan oleh Mgr. Turang, panggilan kemanusiaan itu terwujud oleh tanggungjawab bersama, di mana keterlibatan semua memegang peran utama. Dalam proses pengembangan tiada orang yang dikucilkan atau dipinggirkan demi kepentingan tertentu, entah sosial, ekonomi, politik, budaya atau pun ideologis. Sebagai acuan dasar dari kerasulan sosial ekonomi adalah peduli orang miskin.
Penegasan Ajaran Sosial Gereja adalah bahwasanya “barang-barang di dunia ini diperuntukkan bagi semua orang”, tanpa kecuali. Gagasan ini menunjukkan bahwa setiap orang berhak untuk memiliki dan menggunakan kepemilikan itu demi kebaikan bersama, tanpa melalaikan kepentingan pribadi.
“Perubahan sosial yang datang silih berganti menantang kerasulan sosial ekonomi untuk menyelaraskan diri, agar kehadirannya tetap bermutu dan bermakna dalam keseimbangan yang terbuka dan kreatif. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan kerasulan sosial ekonomi perlu bergerak menurut tuntutan kerjasama yang memberikan manfaat bagi semua orang,” katanya.
Uskup Agung Kupang itu menambahkan bahwa penyadaran seluruh umat akan kerasulan sosial ekonomi perlu menjadi tugas dan tanggungjawab utama, karena mereka adalah pelaku utama dalam gerak kerasulan sosial ekonomi dalam Gereja.
“Perangkat pelayanan yang terbentuk seperti Komisi PSE KWI atau Keuskupan, termasuk Seksi Sosial Paroki harus menjadi penggerak yang kompeten, agar seluruh umat semakin memahami perutusan kerasulan sosial ekonomi dan pada gilirannya berpartisipasi dengan kerelaan hati,” imbuhnya.
Di samping itu, lanjut Bapak Uskup, Komisi Kerasulan Sosial Ekonomi, seperti Komisi-komisi lain, memiliki tanggungjawab evangelisasi, yaitu menyebarkan Kabar Sukacita menurut perutusan pembangunan manusia seutuhnya dalam bingkai solidaritas Kristiani.
“Intinya adalah pembangunan hidup dan penghidupan manusiawi seturut dengan cita-cita penciptaan. Dalam Gereja kita, pusat pengembangan kerasulan sosial ekonomi adalah Paroki serta kawasannya,” tegasnya.
Menurut Bapak Uskup Turang, para Uskup itu mengangkat Komisi PSE sebagai utusannya untuk mengembangkan kerasulan sosial ekonomi di kalangan umat beriman Katolik dalam kerjasama dengan program pemerintah atau lembaga sosial lain. Oleh karena itu, Komisi PSE melakukan penegasan Uskup dalam karya kerasulan sosial ekonomi di seluruh wilayah keuskupan, yang meliputi paroki-paroki.
Lebih jauh dikatakan, kegiatan-kegiatan kerasulan sosial ekonomi harus terlaksana di paroki, di mana terhimpun umat yang perlu mendapatkan sentuhan untuk bergerak dalam kegiatan sosial ekonomi demi pembangunan manusia seutuhnya. Komisi PSE KWI atau Keuskupan memberikan pendampingan dan bimbingan agar solidaritas Kristiani semakin berdaya dan semakin berhasil guna dalam pembangunan hidup dan penghidupan.
“Komisi PSE KWI membangun koordinasi Komisi-komisi PSE keuskupan guna membangun jejaring penyadaran kerasulan sosial ekonomi secara nasional atau pun regional. Kebersamaan kerasulan sosial ekonomi menurut tingkat KWI dapat menjadi pencetus gagasan untuk menggerakkan kerasulan sosial ekonomi dalam kerjasama dengan agen-agen pengembang sosial di Indonesia atau mancanegara,” urai Mgr. Turang.
Komisi PSE KWI, lanjutnya, juga berkarya dalam nada pastoral guna membangkitkan kesadaran umat akan solidaritas Kristiani, sedangkan Yayasan Karina KWI menopang kebutuhan kerasulan sosial ekonomi dalam membangun kompetensi kegiatan sosek di keuskupan, bila perlu.
“Karena keduanya adalah milik KWI, maka mereka harus berpadu dalam menggerakkan pembangunan manusia seutuhnya, menurut fungsinya masing-masing,” tegasnya.
Dikatakan Bapak Uskup Turang, sekarang ini, perlu mendesak dilakukan pendidikan dan pelatihan bersama bagi insan-insan Komisi PSE di Keuskupan, agar pemahaman akan kerasulan sosial ekonomi terwujud dalam keseimbangan yang kreatif menurut tuntutan perkembangan jaman. Keseimbangan dalam kerjasama perlu menjadi penegasan bagi semua dalam bingkai keadilan dan perdamaian, dalam upaya bersama untuk memberdayakan hidup sosial ekonomi umat beriman dalam Gereja Katolik.
“Sebagai bagian utuh dari pastoral Gereja, kerasulan sosial ekonomi berkewajiban untuk membangun serta menyelaraskan diri dengan perangkat pastoral di keuskupan, agar jalan bersama pastoral terlaksana secara terpadu dan pada gilirannya membantu umat beriman untuk berpartisipasi secara seimbang, khususnya di paroki. Kerjasama sinergis perlu tumbuh dalam bingkai semangat Injil Yesus Kristus. Kerasulan sosial ekonomi tidak boleh melalaikan diri dalam memaklumkan Kabar Gembira,” terangnya.
Di bagian akhir, Uskup Agung Kupang juga mengingatkan bahwa kerasulan sosial ekonomi, dalam hal ini Komisi PSE, mempunyai dua corong penyadaran utama, yaitu Aksi Puasa Pembangunan dan Hari Pangan Sedunia. Kedua gerakan ini perlu diupayakan menjadi penggerak kerasulan sosial ekonomi dalam persekutuan gerejani setempat guna mempraktekkan solidaritas Kristiani dan pada gilirannya diharapkan menjadi jiwa dari semua kegiatan sosial ekonomi, seperti koperasi, usaha bersama, kerajinan dll.
“Dewasa ini literasi digital sudah menjadi bagian utuh dari perjalanan hidup manusia. Tanggungjawab pemakaiannya dapat mempermudah kerjasama berjejaring dalam kerasulan sosial ekonomi, baik dalam penyadaran maupun dan pengetrapannya. Gerakan digitalisasi dalam kerasulan sosial ekonomi perlu menemukan kompetensi yang efektif agar kehadirannya semakin memperkuat solidaritas dan subsidiaritas dalam keseimbangan yang saling melayani,” tutup Mgr. Turang. *
Kontributor: Hironimus Adil
Baca juga: Konpernas XXV PSE; Gerakan Sosial Ekonomi Ekologis Sebagai Gerakan Iman
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.