Beranda BERITA Komunitas Seiman Menuju Komunitas Seinsan Lewat Jejaring Sosial

Komunitas Seiman Menuju Komunitas Seinsan Lewat Jejaring Sosial

0
Komunitas Seiman Menuju Komunitas Seinsan Lewat Jejaring Sosial

HARI Minggu Komunikasi Sosial (Komsos) Sedunia ke-53, 2/6, dirayakan secara meriah dalam Misa di Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Misa Konselebrasi itu dipimpin oleh Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada’ bersama para imam utusan Komsos yang berasal dari 23 keuskupan di Indonesia.

Kemeriahan Ekaristi tampak dalam lagu-lagu yang didendangkan dan tari-tarian khas Toraja. Pasalnya, inilah puncak perayaan Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) ke-6 yang digelar di Kota Makassar (Minggu, 26/5-Selasa, 28/5) dan Tana Toraja (Rabu, 29/5-Minggu, 2/6). Tampak Vikjen Keuskupan Agung Makassar, Romo Joni Payuk, CICM; Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI, Romo Kamilus Pantus; Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Makassar, Romo Semuel Sirampun; dan para Pastor Paroki Makale, seperti Romo Albert A. Arina, Romo Yans Sulo, Romo Carolus Patampang.

Dalam khotbahnya, Bapa Uskup merefleksikan tema Hari Komsos Sedunia, “Kita Adalah Sesama Anggota: Berawal dari Komunitas Jejaring Sosial menuju Komunitas Insani”. “Untuk memudahkan memahami tema ini, kita bisa merumuskannya, ‘Dari Komunitas Seiman menuju Komunitas Seinsan lewat Komunitas Jejaring Sosial’. Dasarnya adalah kita sebagai orang-orang yang seiman kepada Yesus, kita adalah sesama anggota, satu Tubuh,” jelas Mgr. John.

Kita Adalah Saudara

Penerima tahbisan Uskup Tituler Amantia, 2 Februari 1992 ini menggarisbawahi bahwa kesatuan iman itu harus menjadi landasan dan jiwa bagi pembangunan komunitas persaudaraan. “Sejak awal, sudah ada ancaman mendasar akan adanya keterpecahan dalam iman. Maka, Paulus tampil menjadi ‘pahlawan kesatuan’, menjaga kesatuan Tubuh Gereja.”

Kisah surat terbuka seorang suster kepada para pelaku teror dan pengeboman di Srilanka yang menewaskan banyak orang kristiani beberapa waktu lalu, dijadikan contoh membangun persaudaraan seinsan.

“Kalian menyangka bahwa dengan berbuat seperti ini, apakah membuat kami takut? Tidak, kami tidak takut. Dalam iman kami, mati karena iman adalah terhormat,” kisah Mgr. John.

Apakah kami akan membenci kalian, lanjut Mgr. John, karena kalian berbuat demikian kepada kami?

“Tidak, dalam iman kami, kami diajari untuk tidak membenci, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan kepada kami untuk mengasihi. Kami akan mengasihi kalian karena kalian adalah sesama saudara kami sebagai manusia.”

Itulah contoh bagaimana membangun komunitas seiman menuju komunitas seinsan; dari yang satu iman menuju persaudaraan dengan yang berbeda iman, tetapi tetap menjadi saudara sebagai sesama manusia.

Hati-hati dengan Alat Komunikasi

Selain itu, Mgr. John juga mengutip pesan Paus yang mengingatkan bahwa alat-alat komunikasi yang serba canggih bisa memperkuat hubungan persaudaraan manusia, bahkan bumi seolah menjadi sebuah desa yang kecil.

“Namun, di lain pihak, alat-alat komunikasi supercanggih itu juga bisa destruktif. Padahal, alat-alat komunikasi canggih itu sebenarnya netral. Alat-alat itu menjadi buruk karena manusia yang menggunakannya. Jadi, alat-alat itu menjadi positif atau negatif, tergantung kita yang menggunakannya,” jelas Uskup Agung kelahiran 22 Desember 1948 ini.

Pengaruh negatif alat-alat komunikasi bisa dilihat dalam proses dan dampak pilpres beberapa waktu lalu. Banyak alat-alat serbacanggih digunakan untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. “Pengaruhnya sampai sel terkecil dalam masyarakat, sampai Ecclesiola atau Gereja kecil. Ironinya, alat-alat itu mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat,” ungkap Uskup yang pernah memangku gelar Uskup Tituler Amantia (1991-1994) ketika menjadi Uskup Auksilier Keuskupan Agung Makassar ini.

Dengan demikian, pesan Paus tersebut sungguh sangat penting dan relevan. Gereja diajak merefleksikan kembali untuk menggunakan alat-alat komunikasi yang serbacanggih secara benar. “Kita diajak membangun persaudaraan dalam komunitas seiman menuju persaudaraan seinsan, antarsesama manusia pada umumnya,” demikian Mgr. John Liku Ada’. (RBE)