Beranda KWI Kita Diundang Agar Rencana Keselamatan Allah Terwujud

Kita Diundang Agar Rencana Keselamatan Allah Terwujud

AJAKAN Lumen Fidei, ensiklik yang dikeluarkan Paus Fransiskus dan Paus Benediktus XVI pada 5 Juli 2013 merupakan undangan untuk menjalankan tahun iman agar kita menghadirkan kembali iman dalam kehidupan personal, komunal maupun publik sehingga iman mendasari segala pertimbangan maupun keputusan yang ada.

“Dengan ensiklik ini kita hendak diingatkan kembali bahwa Gereja diutus untuk mewartakan, merayakan serta mewujudkan Kerajaan Allah di dunia,”tutur Romo T Krispurwana Cahyadi SJ dalam studi bersama memelajari Ensiklik Paus Fransiskus Lumen Fidei di ruang rapat Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) lantai 2, Senin (7/7/2014).

Rm. Krispurwana Cahyadi SJ/ Foto : Dok. Komsos KWI
Romo rispurwana Cahyadi SJ (Dok. Komsos KWI)

Menurut Romo Kris, begitu biasa disapa, kepenuhan Kerajaan Allah memang belum kita dapatkan sekarang. Namun, tidak berarti kita berdiam diri saja terhadap persoalan dunia dan kehidupan masyarakat.

“Kita diundang agar rencana keselamatan Allah sungguh terwujud sehingga segala peristiwa dan sejarah di dunia ini sungguh mewujudkan dan menandakan diri sebagai sejarah keselamatan,”ujar Romo Kris.

Untuk itu, iman harus dipegang dan dihayati. Iman ditanggapi dengan seruan amin. Jawaban amin terhadap pernyataan diri Allah dapat mengantar manusia kepada aman atau keselamatan. Iman bukan soal ritual, hukum, rumusan dan aturan tetapi menyangkut relasi pribadi, budaya perjumpaan.

Iman menjadi bahan acuan dari pilihan yang kita buat. Iman akan menjadi nyata dalam harapan dan mewujud dalam kasih. Iman yang menjadi bagian dari peziarahan hidup menjadikan orang aman. Dalam perjalanan iman ada kejutan dan kesetiaan.

Iman juga bukan hanya soal menerima tetapi juga memberikan diri. Iman bukan hanya personal tetapi sosial. “Iman berarti menyediakan diri untuk digerakkan dan dilibatkan Allah sendiri. Pusatnya adalah Yesus Kristus sebagai identitas dasar,”ujar Romo Kris.

Kita yang hidup di Indonesia, menurut Romo Kris, tertantang untuk menghayati iman bukan sekadar perasaan atau emosi. Iman tidak bertentangan dengan akal budi. Tanpa itu, beriman akan membawa kita pada sikap fanatik, picik dan kaku, atau iman dilepaskan dari konteks realitas kehidupan.

Romo Edy Purwanto Pr (kanan) / Foto : Dok. Komsos KWI
Romo Edy Purwanto Pr (kanan) bersama Romo Krispurwana SJ ( Dok. Komsos KWI)

Tantangan lain, menurut Romo Kris adalah bagaimana mendorong bukan saja perayaan, namun juga pewujudan iman. Tanpa itu iman hanya akan bisa sekedar berhenti sebatas ritual belaka.

Karena itu, iman perlu dihayati dan dihidupi secara utuh dan menyeluruh. Tentu, beriman di Indonesia harus ditempatkan dalam konteks hidup di Indonesia, di tengah upaya dialog iman, kultur dan sosial.

Para peserta studi bersama memelajari Ensiklik Lumen Fidei/ Foto : Dok. Komsos KWI
Lumen Fidei: Para peserta studi bersama memelajari Ensiklik Lumen Fidei ( Dok. Komsos KWI)

Untuk itu, Gereja Katolik di Indonesia senantiasa dipanggil untuk menemani perjalanan umat beriman Katolik Indonesia. “Agar umat Katolik makin menemukan jalan, menetapkan langkah dan mewujudkan tekad untuk beriman utuh dan memberikan sumbangan iman secara nyata sebagai kawanan kecil bagi perkembangan dan kemajuan hidup bangsa dan negara ini,” tegas Romo Kris.

Kegiatan studi ini diselenggarakan oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI dan diikuti Kepala Departemen dan Sekretaris KLSD (Komisi, Lembaga, Sekretariat, Departemen) KWI.