Beranda BERITA Kisah Pengalaman Seorang Imam Mendampingi Pasien COVID-19 Di RS Ifema Madrid

Kisah Pengalaman Seorang Imam Mendampingi Pasien COVID-19 Di RS Ifema Madrid

0
Kisah Pengalaman Seorang Imam Mendampingi Pasien COVID-19 Di RS Ifema Madrid
Doc: elmundo.es

SEHARI BERSAMA SEORANG PASTOR DI IFEMA

“BAGI ORANG, SULIT UNTUK MELIHAT ALLAH  DI SINI,

TETAPI BAGI SAYA, SAYA TIDAK PERNAH MELIHAT ALLAH SEJELAS INI”

(Wawancara dengan Rm Nacho, salah satu dari 7 pastor pembantu yang turut memperhatikan para pasien Corona di Rumah Sakit Rujukan di Madrid).

Cita-cita Nacho dulu adalah pergi ke daerah misi. Ia berkata bahwa senang mengunjungi Argentina atau Bolivia. Tidak pernah dipikirkan sebelumnya bahwa misinya ternyata ada di Bangsal 9 Ifema, tempat pertemuan yang diubah sejak beberapa minggu yang lalu menjadi sebuah Rumah Sakit Rujukan untuk pandemi Corona Virus di Madrid. Rm Ignacio Javier Ortiz Cabanas (panggilannya Nacho) berusia 57 tahun, adalah seorang pastor dari Paroki Santo Yusuf Pekerja di Coslada, anggota tarekat Misionaris Keluarga Kudus (MSF). Ia adalah salah satu dari enam pastor pembantu yang pada beberapa hari ini mengambil bagian secara sukarela untuk membantu orang-orang yang menderita sakit.

Kegiatannya di sini dimulai pada pk 10.00 pagi di sebuah tempat doa kecil yang dimodifikasi dari gudang atau kantor Ifema yang dulu. Tempat ini tepatnya berada di atas unit-unit yang yang menawarkan kopi dan makanan gratis kepada semua orang. Di dalam ruangan itu ada sembilan kursi terpisah dengan jarak 2 meter dan sebuah altar kecil. Dan di altar itu terdapat sebuah Salib, Kitab Suci, beberapa bunga dan Tabernakel. Di tempat ini, para tenaga medis datang untuk berdoa dan petugas kebersihan datang membersihkannya setiap hari.

17 April, Bacaan, Covid – 19, iman, Injil Katolik, Jumat Oktaf Paskah, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Minggu Paskah, pekan suci, pewartaan, sabda tuhan, Ulasan eksegetis, Ulasan Kitab Suci Harian, Yesus Juruselamat
Doc: elmundo.es

Nacho mendapatkan sebuah ruangan sederhana dimana dia dapat mengajar agama kepada siswanya di Institut las Veredillas de Torrejon secara online. Di atas meja itu terdapat sebuah foto Mother Teresa dari Kalkuta dan masker bedah, beberapa buku doa dengan rosario, cap kecil dan kalung, sebuah botol hand sanitizer, dua lilin, kalung salib dan sebuah koran ABC.

Dia tidak menceritakan keterlibatannya kepada orang tuanya karena mereka sudah usia lanjut dan tidak ingin membuat mereka cemas. Nacho datang beberapa hari dalam seminggu ke Ifema untuk mendampingi para pasien.

  • Apakah anda masih ingat bagaimana pertama kali ada di sini?
  • Pada awalnya itu berat, benar-benar sungguh berat…Orang dapat berpikir hal itu tidak berat, tetapi anda datang dengan banyak rasa takut dan banyak rasa hormat. Saya tidak mengingkarinya. Saya percaya perasaan takut itu penting. Jika anda tidak merasa takut, anda itu ceroboh dan di sini tidak dapat berbuat ceroboh.

Setiap pagi para pastor pembantu di Ifema ini mengelola daftar pasien yang membutuhkan mereka. Memperhatikan dan mendaftar permintaan doa dari para petugas medis dan keluarga-keluarga yang sakit. Nacho membawa sebuah buku notes yang berisi nama pasien, nomer kamarnya, kondisi kesehatannya dan beberapa hasil pengamatan medis lain. Margarita ada seorang pasien, sangat beriman, Carmen sedang mengalami shocked, Emilio itu seorang yang suka berbicara dan senang dengan jalan-jalan. Seorang pasien menginginkan didoakan, yang lain memerlukan rosario, dan pertama harus membawakannya skapulir Bunda Maria dari Carmel.

“Saya bekerja erat dengan banyak orang yang berada dalam duka tetapi tidak pernah saya melihatnya seperti ini. Di sini ada banyak ketidakpastian dan penderitaan yang besar dan di atas semuanya itu, anda tidak dapat berbuat apa-apa. Kadang-kadang yang lebih penting adalah hanya berada, dalam keheningan, cukup bahwa mereka merasakan anda ada di sampingnya. Berhadapan dengan penderitaan, tidak ada jawaban, namun saya tahu bahwa ada” kata pastor ini. Ia yakin bahwa penderitaan akan menjadi selalai ketika meninggal. “Ketika anda meninggal, anda tidak lagi menderita tetapi yang tinggal di sini.. Corona Virus telah mengakibatkan  kematian yang tidak wajar dan itu sangat berat.”

  • Apakah anda menemukan Allah di Ifema, dalam sebuah tragedi seperti ini?
  • Saya memahami bahwa bagi banyak orang itu sulit melihat Allah ada di sini, tetapi saya tidak pernah melihat Allah sejelas ini. Allah yang saya wartakan tidak menghukum, dan tidak menghendaki hal ini, karena kalau demikian kita itu seperti boneka di tanganNya. Bagi saya, Allah seperti ini akan saya hapus…Saya datang ke Ifema bukan untuk mencari Allah, tetapi untuk menjumpaiNya. Dia ada di sini.
  • Apakah anda pernah mengalami keraguan?
  • Saya tidak merasakan keraguan, setidaknya sampai hari ini. Hal itu membuat saya bertanya banyak hal. Berhadapan dengan penderitaan kita menjadikan diri kita filsuf dan membuat pertanyaan sendiri. Sekarang kita melihat keheningan Allah dan masalah bahwa tak seorangpun berkata bahwa Allah itu lemah, bahwa Ia memberikan kebebasan kepada kita. Kita berpikir bahwa Allah menghukum kita karena iman kita berhenti pada Komuni Pertama. Jika seseorang bertanya kepada saya dimana Allah, saya akan mengatakan bahwa Ia ada di sisi anda.

Dalam kunjungan ke Ruangan 9, seorang wanita meminta Nacho sebuah botol isi yang baru, karena miliknya sudah habis “Botol apa itu, apakah air suci?” kami bertanya kepadanya. “Bukan, itu botol Vermute. Mereka membawakan saya sebotol Vermut sangat enak. Vermut ini dibuat di desa saya.”

17 April, Bacaan, Covid – 19, iman, Injil Katolik, Jumat Oktaf Paskah, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Minggu Paskah, pekan suci, pewartaan, sabda tuhan, Ulasan eksegetis, Ulasan Kitab Suci Harian, Yesus Juruselamat
Doc: elmundo.es

Jam 18,00 sore lebih sedikit, pastor ini masuk ke rumah sakit tepat di ruangan dimana diletakkan para pasien terminal supaya dapat berpisah dengan keluarganya. Nacho mengenakan APB lengkap dengan sepatu pelindung, sarung tangan, masker dan face shield. Ia membawa isolasi dan layar. Di dadanya terdapat sebuah plester dengan tanda salib dan nomor telpon yang dapat dihubungi oleh para pengunjung.

Dia sudah tidak gugup seperti hari pertama, “Anda lupa bahwa mereka itu orang sakit. Di pintu, keberutungan itu dilemparkan. Semakin lama semakin berkurang takutnya dan lebih banyak harapan” dia mengungkapkan. “Yang lebih baik dari itu adalah kasih sayang dari orang. Beberapa orang  tidak mau memandang anda, karena mereka memandang anda seperti memandang kematian, tetapi kebanyakan akan tersenyum kepada anda. Mereka tidak dapat melakukan banyak hal. Mereka mengisahkan hidupnya, mengatakan kepada anda penderitaannya dan dan saya mendengarkan mereka, bertanya kepada mereka, menemani mereka dan jika dapat, saya mengajak mereka untuk tertawa.”

Termasuk saya menceritakan kepada mereka cerita lucu “Anda tahu santo siapa yang paling kecil? San Fransiskus de asi (red: demikian). Dan Nacho menyatukan ujung ibu jarinya dengan ujung jari telunjuk. Dan mereka tertawa.

  • Benar, saya itu tidak gampang terharu tetapi di sini saya saya menangis. Saya menangis mendengarkan mereka.
  • Apakah anda percaya bahwa kita akan keluar dari tempat ini menjadi orang yang lebih baik?
  • Saya percaya bahwa orang itu baik. Banyak orang akan memikirkan hidupnya setelah ini. Banyak orang akan memahami bagaimana menikmati kebersamaan dengan keluarganya, saling mengasihi dan menyadari diri bahwa kita ini lemah. Ada beberapa orang yang akan membuka hidupnya dan juga ada beberapa orang yang akan menutup hidupnya, tetapi, saya berharap bahwa pengalaman ini akan membuat kita semakin empati.
  • Apa yang anda minta dari Allah?
  • Jika saya berkata kepadamu bahwa saya tidak minta apa apa? Ya, saya tidak meminta apa-apa, saya percaya kepadaNya. Seperti banyak orang, saya meminta kepadaNya terang supaya dapat terus membantu.

Dikutip dari El mundo, Sabtu, 18 April 2020.

Diterjemahkan oleh R.P. Y. Aristanto MSF, Sekretaris Komisi Keluarga KWI

Terjemahan dari : Un día con el cura de Ifema: “Para la gente es difícil ver a Dios aquí, pero yo nunca lo vi más claro”