Tiba di Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur siang itu Senin, 26 Mei 2014 Tim KOMSOS KWI yang terdiri dari 8 anggota aktivis dari Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK), 5 kru Sesawi.net, seorang pastor, dua orang staf Komsos KWI dan Pastor Kamilus Pantus Pr sang pemimpin rombongan disambut dengan kegembiraan kala memasuki ruang tunggu VIP Bandara.
Rombongan diiringi pengawalan polisi setempat melanjutkan perjalanan dan singgah sebentar ke kantor Keuskupan Weetebula disambut Pater Vikjen, Mateus Selan CSsR dengan hidangan sederhana seperti pisang goreng, kue cucur, pisang dan buah pepaya yang melegakan perut dan tenggorokan.
Setelah duduk sejenak, tim melanjutkan langkah menuju Kantor Komsos Keuskupan Weetebula. Di tempat inilah, tarian woleka disajikan menyambut tim KOMSOS KWI. Pastor Yustinus Guru Kedi Pr sebagai ketua panitia Pekan Komunikasi Sosial Sedunia ke-48 di Sumba secara resmi menerima kedatangan para tamu dan mengalungkan selempang di bahu Sekretaris Eksekutif Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Pastor Kamilus Pantus Pr.
Usai istirahat, mandi dan dandan, tim KOMSOS KWI bergegas menuju Pusat Pastoral dan Sosial (PUSPAS) di Katikuloku, Sumba tengah. Kembali, tarian tradisional Sumba dan pengalungan selempang terjadi di depan gedung Pusat Pastoral dan Sosial. Kali ini seluruh tim dari Jakarta dikalungi selempang tenunan tangan para perajin Sumba.
Misa pembukaan dipimpin Pater Vikjen Mateus Selan CSsR dilanjutkan dengan perkenalan tim dari Jakarta yang disambung dengan ramah tamah dan makan malam menutup hari pertama.
Seminar Jantung Sehat dan PSE
Setelah pembukaan di hari pertama, hari kedua, Selasa 27 Mei berlangsung secara diaspora di beberapa tempat. Di PUSPAS, pelatihan jurnalistik berjalan seharian meski di hari sebelumnya sudah mulai berjalan sejak sore hari pkl. 18.30.
Diikuti oleh siswa-siswi SMA dan sekolah tinggi serta seminari, kegiatan berlangsung secara maraton hingga tanggal 28 Mei. Dua orang tim dari Sesawi.net, Mathias Hariyadi membawakan materi jurnalistik cetak dan Dio Bowo membawakan teknik dan dasar-dasar fotografi.
Hanya sebentar, di hari kedua, Abdi Susanto yang juga bagian dari tim Sesawi.net memberi materi tentang teknik wawancara karena setelah itu harus melanjutkan perjalanan yang begitu jauh menuju Waingapu.
Sementara itu di Aula Seruni Weetebula dua pembicara secara berurutan menyampaikan materi berharga. Pembicara pertama dr. Irene Setiadi memberi pencerahan tentang pentingnya menjaga kesehatan jantung bagi para imam, biarawan dan biarawati serta tokoh-tokoh masyarakat.
Kesehatan jantung terkait dengan penyakit diabetes yang banyak diderita oleh masyarakat zaman ini dan tak terhindarkan juga para pemimpin umat seperti pastor, bruder, suster. Merokok sebagai faktor risiko paling utama datangnya penyakit mematikan ini, juga menjadi bahan perbincangan yang mau tidak mau harus disajikan dokter yang juga pendiri KBKK.
Usai dr. Irene, Sekretaris PSE KWI Pastor Teguh Santosa menyampaikan paparannya mengenai pengembangan sosial ekonomi di tempat yang sama.
Nihilnya Aksi Puasa Pembangungan (APP) tahun 2013 di Keuskupan Weetebula menjadi sorotan penting Pastor asal Keuskupan Purwokerto ini.
“APP merupakan jantung gereja. APP adalah kemurahan hati umat. Maka perlu dikembalikan untuk kesejahteraan umat. Semoga PSE Keuskupan Wetebula mulai bangkit lagi dengan melakukan 3M: melibatkan, mengembangkan, dan mencerdaskan umat,” tegar Pastor Teguh.
Remaja mengenal media komunikasi dan bahaya narkoba
Nun jauh di sebelah timur Pulau Sumba, di Kota Waingapu, tepatnya di Aula Paroki Maria Bunda Selalu Menolong, sebagian anggota KBKK yang hadir sempat mengenalkan diri serta karya-karya yang mereka lakukan selama ini pada hari ketiga Pekan Komsos Sedunia ke-48, Rabu 28 Mei. Hanya sebentar berkenalan karena kemudian acara pokok dari Pastor Kamilus Pantus dan Abdi Susanto mesti langsung berjalan.
Romo Kamilus dalam paparannya tentang bahaya narkoba menyebutkan dengan jelas bahwa anak-anak zaman sekarang perlu mewaspadai efek dan pengaruh yang sangat buruk yang ditimbulkan akibat narkoba. Banyak sekali efek negatifnya meski di zaman lampau dan sekarang beberapa jenis narkoba dipakai untuk pengobatan. Saking ketagihan, bisa jadi orang menjual ibunya untuk membeli narkoba, kata Romo Kamilus. Narkoba menjadi sebuah penyakit sosial dan kita semua harus mewaspadainya.
Sementara itu, Abdi Susanto dalam paparannya tentang dampak media sosial mengungkapkan bahwa perkembangan media komunikasi yang berevolusi menjadi media sosial tidak lepas dari peran internet. Orang zaman sekarang diintai oleh bahaya terasing dan tidak lagi intim satu sama lain. Kedekatan semu menjadi sebuah gejala yang harus diwaspadai.
“Karena itu, sebagai anak muda, kita perlu memahami bahwa media sosial, media komunikasi hanyalah sarana dan bukan tujuan. Karena yang paling pokok adalah bagaimana kita membangun persaudaraan sejati dengan memanfaatkan alat-alat teknologi itu,” ujar Abdi.
Lomba debat yang diikuti oleh anak-anak SMA se-Waingapu menjadi ajang menarik untuk memahami seberapa jauh mereka paham tentang beberapa persoalan yang diajukan yakni mengenai bantuan tunai langsung (BLT), bahaya narkoba dan media komunikasi.
Sementara itu tema yang sama juga disampaikan di hari ketiga Pekan Komunikasi Sosial Sedunia ke-48 ini di Aula Paroki Santo Petrus dan Santo Paulus Waikabubak, Sumba Barat. Seorang praktisi Public Relation, Retno Wulandari menyampaikan paparannya mengenai dampak media komunikasi dan Pastor Yustinus Guru Kedi memberi wawasan tentang bahaya narkoba.
Selain debat , kegiatan di Waikabubak juga diramaikan dengan acara donor darah. Meski merupakan aktivitas yang inisiatifnya datang dari paroki, donor darah ini bisa menjadi catatan menarik dalam kegiatan ini secara keseluruhan. Karena minimnya pasokan darah mesti diperhatikan terutama di daerah kecil seperti Sumba.
Debat antarpelajar SMA juga berlangsung di Gedung Serba Guna Paroki Katedral Roh Kudus Weetebula. Dengan tema yang sama, kegiatan yang baru pertama kalinya diadakan di Sumba ini cukup mengundang minta para pelajar sendiri sebagai peserta dan penonton.
“Meski ini merupakan kegiatan yang diadakan pertama kalinya, saya salut dengan melihat cara mereka melakukannya,” ujar Ketua panitia, Pastor Yustinus Guru Kedi.
Napak tilas sejarah gereja Sumba
Hari keempat Kamis 29 Mei 2014, seluruh aktivitas diarahkan pada satu kegiatan, napak tilas Gereja Katolik di Sumba. Sebagian besar peserta yang sudah berkumpul di PUSPAS sudah menyiapkan sejak pagi hari untuk berangkat menuju padang rumput di tepi muara Mamboro, Waisibur.
Ekaristi dipimpin Pater Simon Tenda CSsR didampingi Pastor Yustinus Guru Kedi dan Pastor Beni Leti Galli berlangsung khidmat di bawah pohon wakara yang sudah tua berusia ratusan tahun. Usai minum-minum dan makan siang, para peserta napak tilas, terdiri dari para peserta pelatihan jurnalistik cetak, staf PUSPAS, panitia, anggota KBKK dan tim Sesawi.net melanjutkan perjalanan dengan iring-iringan mobil dan bus menuju Katewel.
Di pinggir pantai dekat muara Katewel ini para peziarah mulai mengenang berlabuhnya perahu para misionaris yang berangkat dari Mamboro. Usai ibadat sabda, tak lama berselang, para peziarah pun melanjutkan perjalanan menuju Pakammaddara. Ibadat di Bondo Bodhila (Wanno Dawa), tempat Raja Kodi memberi para misionaris rumah kebun untuk tempat tinggal sementara dibatalkan karena hari sudah siang.
Peziarahan berakhir di Pakammadara tempat pastor putra Sumba asli dimakamkan. Mengelilingi kuburan Pastor Dominikus Rua Dapa Pr para peziarah berdoa, bernyanyi dan membaca kisah perjalanan para misionaris pertama di Sumba. Setelah berdoa, semua peserta pulang ke tempat masing-maasing dan beristirahat.
Sore hari, di Aula SMK Pancasila Weetebula, berlangsung meriah dan gegap gempita lomba tari dan grup vokal. Beberapa kelompok sanggar tari menampilkan tarian-tarian daerah Sumba seperti tari Pasola, Woleka, Kayadak, tari Bambu dan tari Rias Diri.
Sementara tiga kelompok grup vokal berkompetisi mendendangkan lagu mars hari komunikasi. Grup musik Vox Verbi yang semua anggotanya para perempuan dengan beragam alat seperti kolintang, angklung, drum, organ juga membuat para hadirin berdecak kagum.
Pastor belajar public speaking
Hari kelima pekan komsos, Jumat 30 Mei dari pagi hingga menjelang petang, para pastor, bruder, suster mengikuti workshop public speaking dan presentasi bersama CEO Grup Suara Surabaya Media Errol Jonathans di Aula Seruni Weetebula.
Pada kesempatan ini para pemuka umat ini berkesempatan untuk bisa memahami arti penting cara-cara berkomunikasi yang baik dan benar. Tidak setiap pastor dengan sendirinya canggih dan pandai dalam berkomunikasi. Karena itu, sesi ini merupakan kesempatan langka dan sayang untuk ditinggalkan.
Di tempat lain, di salah satu ruang kelas di TK Santa Theresia Sinar Harapan, belasan anak SD mengikuti lomba menggambar bertemakan “Aku dan Media Komunikasi”. Sementara di SD Marsudirini, Weetebula, anak-anak SMP berlomba menuturkan kisah sejarah Gereja Katolik Sumba.
KBKK yang pada hari Rabu dan Kamis sebelumnya mengunjungi empat panti asuhan (2 di Waikabubak dan 2 di Weetebula) dan seminari (SMP dan SMA) pada hari Jumat itu pula memberi layanan pemeriksaan tekanan darah, kolesterol, gula darah dan asam urat gratis untuk para pastor dan suster. Sayang, hanya ada 20 orang yang menghadirinya.
Puncak acara
Seminar “Komunikasi: Budaya Perjumpaan yang Sejati” dengan pembicara Mgr. Petrus Turang, DR. Norbertus Jegalus dan Errol Jonathans di Aula Seruni Weetebula dipenuhi oleh para peserta entah itu pastor, suster, bruder, awam maupun para orang muda katolik di hari keenam, Sabtu 31 Mei 2014. Bahkan para pemimpin adat pun datang pada kesempatan ini.
Monsinyur Turang, begitu beliau biasa disapa dengan jelas menyebutkan bahwa para pastor dan orangtua sebaiknya tidak perlu menggunakan pendekatan moral melainkan pendekatan manusiawi bila menghadapi anak-anak muda dalam kaitannya dengan penggunaan media komunikasi.
Sementara itu dosen filsafat di Seminari Tinggi St. Michael Penfui Kupang menyebutkan bahwa bagi media Katolik, sarana komunikasi sosial itu dipakai untuk dalam arti luas “mewartakan” Injil.
Errol Jonathans dalam uraiannya menyebutkan bahwa dunia zaman sekarang ini disebut sebagai global village. Semua temuan alat komunikasi yang berkembang sudah menyatukan seluruh umat manusia sedunia. Namun, sebenarnya secara tidak sadar juga menjauhkan satu sama lain.
Empat ratusan peserta seminar betah duduk, mendengarkan dan rajin bertanya dalam seminar ini hingga berakhir di siang hari dengan makan siang bersama.
Pekan komsos berakhir
Sesi terakhir, hari ketujuh, Minggu 1 Juni, tepat di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-48, ekaristi penutupan Pekan Komunikasi Sosial Nasional ke-48 berlangsung meriah. Misa konselebrasi dengan selebran utama Mgr. Petrus Turang diiringi tarian tradisional Sumba saat memasuki gedung Gereja Katedral Roh Kudus, Weetebula.
Dalam kotbahnya Monsinyur menyebutkan bahwa alat-alat komunikasi yang berkembang zaman sekarang semestinya membuat kita menjadi manusia yang terhormat dan bermartabat.
“Paus meminta agar alat komunikasi yang digunakan dapat membantu kita berjumpa dengan orang lain untuk membangun persaudaraan, relasi yang sejati saling menghormati dan menghargai,” tegas Mgr. Piet Turang.
Usai misa, kegiatan ramah tamah berlangsung meriah di Aula Seruni Weetebula. Para pemenang lomba entah itu debat, vocal group, maupun tari, menggambar dan bercerita menerima hadiah dengan gembira. Setelah itu, sesi ditutup dengan makan siang bersama.
Tim Komsos KWI
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI