Beranda SEPUTAR VATIKAN Urbi Ketika Seseorang yang Anda Cintai adalah Pecandu Narkoba

Ketika Seseorang yang Anda Cintai adalah Pecandu Narkoba

SUSTER Theresa,FSP, pengarang buku The Prodigal You Love: Inviting Loved Ones Back to the Church, punya pengalaman menarik tentang persahabatannya dengan seorang pencandu narkoba.

Sebagaimana diberitakan aleteia.org, kisah persahabatan antara Suster Theresia dan seorang pecandu narkoba punya lika-likunya. Beginilah kisahnya:

Seorang sahabat saya, kata Suster Theresia, pernah terjerembab selama bertahun-tahun akibat penyalahgunaan narkoba. Berbagai cara telah dilakukan untuk membantu dia berhenti dari penggunaan narkoba tapi itu selalu gagal. Hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan dia.

Ketika pertama kali melihatnya berjalan ke aula paroki, saya bertanya-tanya apakah ia tersesat. Mengenakan topi terbalik dengan celana lusuh, ia berjalan membungkuk seperti seorang anak yang hendak memberi hormat pada orang di sekitarnya.

Karena sehari-hari bekerja dan bertanggung jawab untuk setiap peristiwa di Paroki, Suster Theresia pun mendekatinya dan mencoba memberi peneguhan kepada dia.

“Hai, ” kata Suster Theresia  seakan hendak berusaha baik kepada orang yang datang itu. “Apakah anda di sini hanya untuk berjalan-jalan?” tanya Suster.

Mata orang itu langsung menatap ke arah suster dan dia tampak malu. Senyum lebar merekah di wajahnya, “Ya, terima kasih!” Lalu ia pergi bergabung dengan beberapa orang muda lainnya untuk menyaksikan  jalannya pertandingan uno.

Sahabat saya itu, kata suster Theresia, namanya Ben. Kami bertemu pertama kali di sebuah pertemuan sosial yang  diselenggarakan oleh paroki saya di Oakland. Ben pernah membagikan pengalamannya kepada suster Theresia dan beberapa teman lainnya di paroki bahwa ia baru saja dibebaskan dari penjara. Ia meyakinkan kami bahwa ia telah menemukan  kembali Yesus dan iman Katoliknya.

Ben sungguh menjadi inspirasi bagi kami semua. Dia menguasai Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hidupnya dilalui dengan penuh semangat sukacita, dan ia mengasihi orang-orang di sekitarnya. Ia adalah seorang pria yang sangat peka dan cepat peduli dengan orang tua. Ia sering bertanya bagaimana caranya orang dapat  membuka pintu hatinya bagi orang lain dengan mudah.

Suster Theresia segera mengetahui bahwa Ben dibesarkan oleh kedua orang tua pecandu narkoba. Ia ikut mengkonsumi narkoba dan kecanduan sejak usia remaja. Akhirnya ia mulai berurusan dengan obat-obatan terlarang, ia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Ketika berada di dalam penjara, Ben bertobat, berhenti mengkonsumsi narkoba, dan mulai terlibat dalam pelayanan Katolik. Ben sungguh-sungguh berubah, tapi masa lalunya masih tetap membayang, siap menyeretnya ke dalam pengalaman kelamnya.

Suatu hari ketika sedang berkendara ke suatu tempat bersama teman-teman, seseorang bertanya kepada suster Theresia, “Ben yang anda kenal, apakah ia akan kembali mengkonsumsi narkoba?

Suster Theresia pun menjawab,”oh,tentu tidak!”

Tapi teman saya yang bertanya itu diam sejenak lalu dengan jujur ia berkata, “saya yakin tidak.Tapi semoga itu tidak terjadi.”

Segera suster Theresia kembali ke biara dan terus berkomunikasi dengan Ben. Ben merasa mendapat sedikit dukungan dalam hidupnya dan ia menganggap suster seperti kakaknya. Ben mulai  bekerja dan pergi kuliah tetapi suatu hari dia mengatakan kepada suster Theresia bahwa ia harus fokus merawat neneknya yang terkena demensia. Tidak ada orang lain lagi  yang mampu merawat neneknya. Suster pun bertanya-tanya apakah ia bisa merawat neneknya. Tapi Ben setia melakukan pekerjaannya.

Lama tak mendengar tentang Ben. Suster Theresia mulai bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Beberapa bulan kemudian ia menerima telepon. “Saya harus memberitahu anda mengenai sesuatu, Theresa, sekalipun anda akan marah. Saya telah mencoba mengkonsumsi narkoba lagi, ” kata Ben dengan suara gemetaran. Lalu ia buru-buru menambahkan, “Tapi saya sudah berhenti dan saya berjanji untuk menghindari narkoba.”

Sejenak suster Theresia terdiam. “Apakah benar demikian?” Pikirnya. Suster pun segera menyadari betapa naifnya ia telah mencoba berempati denganya.

Waktu Ben berhenti mengkonsumsi narkoba, biasayanya itu berlangsung hanya satu atau dua bulan lamanya. Ketika ia mulai kecanduan, Ben kembali mengkonsumsi lagi. Akhirnya ia ditangkap dan dipenjarakan lagi dengan tuduhan serius.

Kemudian Suster  menulis surat untuk hakim di pengadilan, meminta hakim untuk mengirim Ben ke pusat rehabilitasi dan bukan ke penjara. Ben malah tidak dikirim ke pusat  rehabilitasi tetapi ia dibebaskan dengan syarat setelah menjalani tahanan selama beberapa bulan.

Ketika ia dibebaskan, seorang teman dari paroki menjemput Ben di penjara dan menawarkan untuk langsung ke pusat rehabilitasi. Seluruh tubuh Ben begitu lemah, ia cepat marah, hiper, agresif, dan tidak dapat fokus.

Meski demikian, suster Theresia mencoba  menelepon Ben beberapa kali pada bulan-bulan berikutnya. Setiap kali ia berbicara dengan Ben, ia mengatakan bahwa ia sangat mencintainya dan bahwa ia ingin agar Ben tetap berbicara dengannya sekalipun tidak jadi pergi ke pusat rehabilitasi. “Anda tidak harus berada di tempat terbaik untuk bertemu dengan  saya,” kata suster Theresia bersikeras. Bahkan dalam pengaruh obat, Ben masih mendengar permintaan.

Hingga pada suatu hari tidak ada tanggapan sama sekali.

Suster Theresia tahu Ben  kini telah kembali ke penjara. Ia pun mencari keberadaanya melalui media online dan betapa mengagetkan. Ia membaca berita dan melihat foto-foto Ben. Di dalam penjara, Ben hanya mengenakan baju kaos robek, kotor, dan ia tampak kurus. Matanya keras dan dingin.

Waktu itu Suster Theresia belum punya keinginan untuk menghubungi Ben. Tapi ia mengirim sepucuk surat kepada Ben dan mengatakan bahwa ia sangat mencintainya dan ia berdoa agar Ben mendapat pertolongan dan segera bertobat .

Allah melakukannya sekali, tapi DIA akan berbuat lebih lagi.

Kadang-kadang, perasaan suster Theresia meledak-ledak dan sedih dengan kehidupan Ben. Ia sering bertanya-tanya, bagaimana mungkin Tuhan bisa mencintai Ben lebih darinya, tapi ia tahu Ben kini terjerembab dalam penyalahgunaan narkoba.

Hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan dia.

Suster Theresia pun berharap bahwa setiap orang bisa memiliki orang tua sepertinya, mengalami kasih dari mereka dan bertumbuh dalam iman akan Tuhan yang terus menyalakan api cinta dalam hati.  Dan ia melihat bahwa api cinta kasih itu ada di dalam hati Ben, begitu menggelora.

Ia tahu, Tuhan akan menyalakannya lagi, jika itu memungkinkan untuk Ben.(SR. THERESA ALETHEIA NOBLE)

 

Sumber:  aleteia.org

Foto: aleteia.org