Tahun 2019 menjadi tahun politik bagi bangsa ini. Pemilihan presiden akan dilaksanakan serentak dengan pemilihan umum legislatif. Gereja Katolik Indonesia terlibat aktif menyumbangkan suara, menentukan pilihan yang tepat sesuai hati nurani masing-masing. Pilihan dalam bilik selama kurun waktu kurang lebih 5 menit, seorang warga negara (Gereja) memberikan sumbangan suaranya dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin negara Indonesia dan yang duduk sebagai wakil rakyat entah sebagai DPR maupun DPD.
Keterlibatan dalam bidang politik yang oleh Gereja diharapkan ditekuni oleh orang Katolik bukan pertama-tama berhubungan dengan kekuasaan atau jabatan publik, melainkan kecintaan serta tanggung jawab terhadap tanah air dan bangsa. Dalam Konsili Vatikan II ditegaskan:
“Hendaknya para warganegara dengan kebesaran jiwa dan kesetiaan memupuk cinta tanah air, tetapi tanpa berpandangan picik, sehingga serentak tetap memperhatikan kesejahteraan segenap keluarga manusia, yang terhimpun melalui pelbagai ikatan antarsuku, antarbangsa dan antarnegara” (GS 75).
Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi pekerjaan duniawi. Tugas mereka yang istimewa yakni: “menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus” (LG 31).
Kerasulan di bidang apa pun merupakan perutusan yang diterima oleh kaum awam dari Kristus sendiri, berkat sakramen Baptis dan Krisma serta Ekaristi. Dan di dunia atau dalam bidang yang tidak memungkinkan Gereja terjun langsung di dalamnya, kehadiran kaum awamlah yang menjadi andalannya untuk tugas kerasulan di sana, termasuk di dalam bidang politik demi mewujudkan perdamaian, pembaruan tata dunia yang lebih baik.
Dalam Pacem in Terris (PT), Enklisik Paus Yohanes XXIII tentang “Usaha mencapai perdamaian semesta dalam kebenaran, keadilan, cinta kasih dan kebebasan” menguraikan pokok-pokok pikiran tentang perlunya keterlibatan umat Katolik dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai berikut:
Pada no. 26 dari PT ditekankan tentang hak setiap orang untuk hidup yang layak dan hak untuk memperoleh segala sarana demi pengembangan hidup seutuhnya. Manusia juga memilik hak politik, yang dimanifestasikan dalam hak untuk berperan serta dalam kehidupan masyarakat, dan hak atas perlindungan serta hak atas kepastian hukum (bdk.PT No.27).
Dalam mewujudkan hak personal ini, Negara berperan penting menjamin agar hak-hak manusia: “diakui, dihormati diserasikan dengan hak-hak lain, dibela dan dimajukan, sehingga setiap orang dapat dengan mudah menunaikan kewajibannya” (PT No.60). Di sisi lain, negara tidak dapat memaksa rakyat dalam hal-hal yang berkaitan dengan hati nurani. Negara hanya boleh menghimbau (PT No.49).
Dari beberapa kutipan di atas menjadi sangat jelas bahwa Gereja Katolik melalui ajaran sosialnya mendorong umat agar lebih aktif dalam membangun keterlibatan di tengah masyarakat. Bukan lagi saatnya umat Katolik acuh tak acuh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, melainkan sebaliknya harus memberikan sumbangan yang aktif- nyata untuk memajukan kehidupan bersama.
Sumber: Komisi Kerasulan Awam, Panggilan dan dasar-dasar keterlibatan awam di bidang politik, Seri Pembelajaran Politik Umat Buku 2, Konferensi Waligereja Indonesia
Editor: RD.Kamilus
Kredit Foto: www.avvenire.it
Staf Komisi Komunikasi Sosial, Konferensi Waligereja Indonesia, sejak Januari 2019-…