Dalam kehidupan bermasyarakat, kita memiliki hubungan erat dengan pepatah ‘Sebatang lidi sangat mudah dipatahkan, tetapi kumpulan banyak lidi yang disatukan sulit dipatahkan.’ Sebuah pepatah yang bermakna, kita tidak bisa hidup berindividu namun hidup bersama dalam suatu lingkup kehidupan. Dengan mengusung tema ‘Kita adalah sesama anggota’ masyarakat dibawa untuk kembali menyelami kehidupan bermasyarakat di zaman dahulu yang cenderung mementingkan hal – hal berbau kebersamaan.
Secara umum, kebersamaan bermakna sebuah ikatan dari rasa persaudaraan. Rasa persaudaraan tidak hanya sebatas dari keluarga, namun juga dari kesamaan hobi, hal – hal yang disukai bersama, dan kesamaan lainnya yang kemudian mengikat kita dalam suatu komunitas. Komunitas umumnya kita artikan adalah sekelompok orang yang mempunyai minat yang sama.
Banyak alasan kenapa kita harus menjaga kebersamaan. Kebersamaan tidak lahir dengan mudah. Lantas dengan hilangnya rasa kebersamaan, semua yang diinginkan tersebut tidak akan tercapai karena perselisihan akan berubah menjadi konflik berat antar individu sehingga suasana damai tidak tercipta. Masih banyak masyarakat yang hidup tanpa rasa kebersamaan, karena di zaman sekarang, manusia menganggap mereka cukup berkomunikasi melalui alat – alat canggih. Padahal, alat – alat canggih tersebut hanya membantu kita menghubungi sesama yang jauh.
Tidak banyak yang sadar kenapa rasa kebersamaan dapat membawa dampak positif dan harus kita cari serta pertahankan. Dengan menyusuri kehidupan zaman dahulu, kita tahu bahwa tidak ada masyarakat yang mengenal alat – alat canggih. Tetapi kita juga tahu, tanpa adanya alat – alat canggih itu membuat masyarakat setempat lebih menonjol di rasa kebersamaan. Masyarakat zaman dahulu cenderung memikul beban bersama. Sudah seharusnya kita pertahankan rasa kebersamaan agar dunia tidak ada lagi konflik panas, tidak ada lagi perang yang mengancam nyawa sesama manusia. Kebersamaan sering diacuhkan, padahal kita tahu, rasa kebersamaan dapat membuat kita merasa nyaman, santai dan tentram. Masyarakat setempat menganggap di kehidupan bersama, hanya perlu hidup sesuai kehendak masing – masing sehingga rasa solidaritas di dalam masyarakat semakin hari semakin sirna. Dalam kehidupan bersama, kita kerap kali mementingkan diri sendiri. Bahkan, disaat orang membutuhkan pertolongan, kita hanya sibuk dengan gadget yang kita pegang. Banyak berita – berita yang tidak benar berasal dari sana, tetapi masih banyak yang menyukai dan memercayai berita tersebut tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dulunya orang berkata ‘Mulutmu harimaumu’ tapi sekarang kita mendengar ‘Jarimu harimaumu’. Kenyataannya memang benar, jari kita yang sembarangan membuat berita palsu atau kerap disebut hoax membuat diri kita dan masyarakat sekitar rugi. Berita hoax juga dapat memecah persatuan antar masyarakat. Dari situ pula, rasa kebersamaan masyarakat juga semakin hilang, mungkin diantara masyarakat menjadi orang yang tidak mudah bersosialisasi karena rasa takutnya dengan dunia luar.
Kita sebagai umat Katolik sudah seharusnya tidak ikut terjerumus dengan berita – berita hoax yang dapat memecah kebersamaan komunitas Katolik. Bukan bagi yang beragama Katolik saja, melainkan agama lain juga berkewajiban membangun rasa kebersamaan dan menghilangkan semua hal yang dapat menghilangkan semangat kebersamaan di dalam masyarakat. Membangun rasa kebersamaan di tengah – tengah bermasyarakat tidak mudah, banyak hambatan dalam melaksanakan kewajiban kita. Paus kita, Fransiskus mengatakan “Jejaring sosial dapat membantu kita saling terhubung, tetapi dapat pula dimanfaatkan secara keliru untuk memanipulasi data” . Jejaring sosial yang dimaksud disini ialah teknologi canggih seperti ; Handphone, Laptop, Komputer dan lainnya. Tujuan awal dari pembuatan teknologi ini adalah membantu masyarakat yang terpisah tempat untuk saling berkomunikasi agar rasa kebersamaan tidak luntur. Tetapi, masyarakat salah menggunakan teknologi tersebut, disaat masyarakat berada di dunia luar, gadget selalu menjadi andalan dan menghiraukan rasa untuk memulai kebersamaan. Padahal, di dunia luarlah kesempatan kita untuk memulai kebersamaan.
Dalam perayaan Hari Komunikasi Sedunia ke – 53, Paus Fransiskus berkata dalam pesannya kepada masyarakat “Komunitas dan persekutuan kita akan semakin kuat jika menghidupi semangat dengan corak kohesif (melekat satu dengan yang lain) dan suportif (saling memberi dukungan dan semangat)” Disini dapat dimengerti, bahwa suatu perkumpulan yang kita bangun dapat berjalan dengan baik dan bertahan lama jika kita saling membangun kebersamaan di dalamnya. Kita seharusnya sadar, dengan adanya rasa kebersamaan semua yang membutuhkan kerja sama dapat berjalan baik. Dengan menumbuhkan semangat kebersamaan, kita juga telah menetapkan satu hal yang penting, yaitu komunikasi. Seperti komunitas – komunitas di dalam sekolah atau universitas, tentunya memiliki organisasi ataupun perkumpulan siswa karena hobi yang sama dapat berjalan dengan baik jika terjadi komunikasi antar individu di dalamnya. Jika di dalam suatu komunitas tidak terjadi komunikasi antar individu, apa yang diinginkan dalam komunitas itu tidak akan berjalan dengan baik karena akan terjadi perselisihan. Sedari kecil, kita telah mengetahui kata musyawarah. Musyawarah sama halnya dengan kata komunikasi, kita diajak untuk meyelami kebiasaan menghargai dan menjaga hak orang lain.
Komunikasi tidak semuanya baik, ada kalanya kita berkomunikasi dengan orang yang salah. Bukannya menjadi orang yang benar, justru kita terjerumus ke dalam hal – hal yang buruk. Karena ini, banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya berkomunikasi dengan dunia luar karena menganggap anaknya akan termasuk dalam pergaulan yang buruk. Tetapi, dengan menarik anak dari lingkungan luar, justru membuat anak menjadi orang yang pembangkang. Sebaiknya, izinkan anak berkomunikasi dengan dunia luar, tetapi batasi pergaulan anak. Hidup perlu berkomunikasi, agar di masa depan semangat kebersamaan semakin bertumbuh.
Sebagai umat Katolik, kita hanya perlu percaya dan menjadi orang yang cerdas dalam berkomunikasi serta kita diajak untuk membangun semangat kebersamaan. Kita harus menjadi umat yang membawa semangat kebersamaan ke orang lain, bukan menjadi orang yang ikut membuat orang sekitar merasa takut dengan dunia luar. Kebersamaan antar umat yang beragama Katolik dapat menumbuhkan iman dan kepercayaan kepada Yesus Kristus, karena dengan kita terus berkomunikasi dengan orang yang beragama sama, kita terus mendapat pengetahuan lebih mengenai Yesus.
Sebagai tempat para umat Katolik beribadah, Gereja Katolik mempunyai tantangan. Secara garis besar ada 3 tantangan paling kritis yang harus dihadapi gereja, antara lain ada tantangan secara eksternal, internal dan tantangan individualisme.
Tantangan secara eksternal ini muncul karena perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan munculnya moralitas baru seperti LGBT, homoseksual dan poligami. Ketiga hal tersebut sangat bertentangan dengan apa yang telah Tuhan kehendaki. Selain itu, ada juga isu – isu radikalisme agama yang mengembangkan jaringan – jaringan seperti; Ajaran sesat, penganiayaan terhadap orang Kristen dan manusia yang menganggap hidupnya tidak perlu Tuhan. Ajaran – ajaran yang bertentangan ini sering membuat kehidupan masyarakat menjadi gempar. Dan kita hanya menjadi orang yang mencaci maki, takut dan tidak berani mengambil perubahan. Dengan seperti itu, tantangan apapun tidak akan terselesaikan, ajaran – ajaran tersebut memang salah dan kita seharusnya berani mengembangkan ajaran – ajaran benar. Hilangkan ajaran – ajaran sesat yang mampu mempengaruhi pikiran masyarakat sekitar. Kembangkan ajaran – ajaran benar sehingga ajaran – ajaran sesat dapat hilang sendirinya.
Tantangan internal, karena masalah uang dan perbedaan penafsiran. Biasanya tantangan ini terjadi karena perbedaan dari tiap individu di dalamnya. Untuk menghadapi tantangan internal ini, kita diminta untuk mampu berkomunikasi dengan baik. Hargai sesama anggota dan untuk masalah uang, manusia di zaman sekarang cenderung memuja uang lebih dari apapun. Bahkan mereka rela melakukan apapun agar dapat mendapatkan uang. Kita tidak bisa menyalahkan atau membenarkan, hidup di zaman milenial ini siapapun hanya akan memikirkan uang, karena uang adalah segalanya. Tetapi, pernahkan kita berpikir jika dunia ini tidak ada uang, hidup kita lebih tentram dan damai? Jika uang bukanlah segalanya, masalah – masalah keuangan yang sering menggemparkan tidak ada lagi. Jangan jadikan uang adalah segalanya, tapi jadikan kebersamaan adalah segalanya.
Tantangan individualisme, tantangan yang hampir dirasakan oleh masyarakat yang sibuk dengan dunianya masing – masing. Generasi milenial ini hanya tergantung gadget, tidak tergantung orang lain lagi. Padahal sampai kapanpun, yang kita butuhkan adalah orang lain. Hidup tidak bisa sendiri, seperti di ilmu sosial katakan, manusia adalah makhluk sosial. Ada baiknya kita lebih peduli dengan sesama, tidak sibuk sendiri. Sebagai manusia, kita harus bisa membagi waktu sendiri dan waktu berkomunikasi dengan orang di sekitar.
Internet, tumbuh karena adanya teknologi, mari kita sebagai umat Kristiani manfaatkan internet sebaik mungkin. Jadikan internet untuk membawa pengajaran – pengajaran dari Yesus Kristus. Layaknya Paus Fransiskus berpesan kepada kita “Marilah kita berkarya dengan memanfaatkan internet. Nikmati perjumpaan insani dengan kesantunan, kebahagiaan, solidaritas, dan kelemahlembutan. Hadirkan kasih dalam jejaring sosial daring sebagaimana Gereja sendiri adalah sebuah jejaring yang diikat dan diteguhkan melalui Ekaristi.”
Ilustrasi: Nicholas Pudjanegara
Penulis: Josephine Cristina
Ditulis dalam rangka Lomba Esai PKSN KWI 2019
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.