Beranda OPINI Editorial #RIPMgr.Ludovicus Simanullang, OFM.Cap

#RIPMgr.Ludovicus Simanullang, OFM.Cap

Mgr. Anicentus Bongsu, OFM.Cap memimpin doa penyerahan Mgr. Ludovicus kepada umat Keuskupan Sibolga/Foto: Komsos Sibolga

HABAR meninggalnya Uskup Keuskupan Sibolga, Mgr. Ludovicus Simanullang, OFM.Cap pada Kamis (23/9/2018) kemarin, menyisakan duka mendalam bagi umat Katolik Indonesia pada umumnya, dan umat Katolik Keuskupan Sibolga khususnya. Duka ini hadir di tengah rangkaian persiapan Gereja Katolik Indonesia menyambut dua uskup baru yang akan ditahbiskan pada bulan September dan Oktober 2018. Sebuah moment yang ditunggu-tunggu khususnya bagi umat Katolik Keuskupan Maumere dan umat Katolik Keuskupan Purwokerto.

Di satu sisi,ada sebuah peristiwa kematian, yakni meninggalnya Mgr. Ludovicus,OFM.Cap. Di sisi lain, ada moment pengharapan.  Peristiwa kematian Uskup Ludovicus sudah pasti menginggalkan duka mendalam bagi umat Katolik Keuskupan Sibolga. Dua belas tahun Mgr. Ludovic menjadi Gembala Umat di Keuskupan Sibolga tentu akan dikenang selalu. Kehadirannya sebagai seorang Uskup yang dikenal dekat dengan umat dibarengi sikap tegasnya membuat ia dikagumi dan dihormati. Salah satunya sikap tegasnya adalah ketika ia menolak permohonan  Pastor Rantinus Manalu untuk menjadi calon Bupati Tapanuli Tengah. Mgr. Ludovic beralasan bahwa keterlibatan Pastor Rantinus dalam politik praktis bertentangan dengan hukum Kanonik. Tetapi, ini adalah cerita kemarin yang turut mewarnai perjalanan tugas kegembalaan Mgr. Ludovicus di tanah Tapanuli.

Dalam iman Kristiani, perjalanan seorang pengikut Kristus tak berakhir pada kematian. Kematian bukanlah akhir dari segalanya. Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga,OFM.Cap, saat memimpin ibadah penyerahan Mgr. Ludovicus kepada umat Keuskupan Sibolga, mengingatkan bahwa kematian justru menjadi awal sebuah kehidupan baru.

“Kita berkumpul di sekitar jenazah uskup tercinta, Mgr. Ludovicus . Perjalanan hidup orang yang kita cintai ini telah berakhir di dunia yang sementara ini. Dan, kini ia menghadap pencipta-Nya. Tadi malam kita telah membuat doa, penyampaian dan penyerahan kepada umat. Sebagai orang Kristiani, kita percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, tetapi adalah suatu awal dari kehidupan baru yang sempurna dalam Allah. Sebentar lagi tubuhnya yang fana akan kita  baringkan dalam peti jenazah sebagai tempat peristirahatan yang sementara, menunggu saat Kristus datang untuk membangkitkannya pada akhir zaman.”

Menarik, jika kita melihat sejenak potret kematian Mgr. Ludovicus di atas. Tampak Mgr. Ludovicus sedang “tidur nyenyak”. Yesus sendiri menyamakan kematian dengan tidur. Kita ingat kisah Lazarus dibangkitkan. Saat Yesus tiba di Betani, sudah empat hari Lazarus dimakamkan. Banyak orang datang untuk menghibur Marta dan Maria. Ketika Marta mendengar bahwa Yesus datang, dia cepat-cepat menemui Yesus. Dia berkata, ”Tuan, kalau saja Tuan ada di sini, saudaraku tidak akan mati.” Yesus berkata, ’Saudaramu akan hidup lagi. Apa kamu percaya, Marta?’ Dia menjawab, ’Aku percaya dia akan hidup lagi saat kebangkitan terjadi.’ Yesus berkata, ”Akulah kebangkitan dan kehidupan. (Yoh.11:25).

Yesus menyamakan kematian Lazarus dan putri Yairus dengan tidur. Mengapa kematian itu cocok disamakan dengan tidur? Sewaktu tidur, seseorang beristirahat dalam keadaan tidak sadar. Sama seperti itu, orang mati tidak tahu apa-apa dan sedang ”beristirahat” dari rasa sakit dan penderitaan. (Pengkhotbah 9:5). Para pengikut Yesus percaya bahwa kematian adalah tidur, dan kuburan adalah tempat beristirahat . . . bagi mereka yang mati dalam keadaan beriman. Dalam iman yang satu dan sama seperti itu, kita semua percaya bahwa Mgr. Ludovicus akan beroleh kebangkitan dan kehidupan baru bersama Kristus yang telah bangkit. Teriring doa dan harapan. Jadilah pendoa bagi umat yang masih berziarah.