Kata banyak orang, tempat ibadat yang ada di tengah kampung itu karismatis. Masyarakat sekitar begitu yakin akan dikabulkan doanya bila dipanjatkan di dalam tempat ibadat itu.
Suatu hari, seorang peminta-minta datang ke tempat ibadat itu untuk memanjatkan doa permohonan. Ia punya keyakinan sebagaimana penduduk kampung itu. Setiap hari ia berdoa, sampai genap sembilan kali.
Pada malam kesembilan, sementara sedang khusyuk dalam doa, tampaklah di hadapannya suatu makhluk bersayap. Semuanya serba putih mempesona. Di tangan makhluk itu terdapat sepuluh batang emas murni yang berkilap.
Spontan saja tangan peminta-minta ini menengadah. Malaikat itu memberikan satu lempeng emas. Kata peminta-minta itu, “Terima kasih, terima kasih.”
Ia meletakkan lempengan itu di kantongnya. Kemudian tangannya segera menengadah lagi. Malaikat itu kembali memberikan satu lempeng emas. Demikian terus-menerus sampai lempeng yang kesembilan. Betapa girang hati si pengemis itu, setelah sembilan lempeng emas didapat. Namun, ketika dilihatnya masih ada satu lempeng emas di tangan malaikat, ia merengek, “Tuan, berikanlah lempeng terakhir itu kepadaku!”
Malaikat itu menggelengkan kepala sambil menebarkan senyum. Semakin keras pengemis itu berteriak, “Tuan, tinggalkan lempeng emas itu sebelum Tuan pergi meninggalkan aku!”
Seketika itu juga pengemis itu terjaga. Dia agak gugup mencari-cari lempeng emas dalam kantungnya. Tetapi tiada sesuatu pun didapat. Cepat-cepat ia menutup matanya kembali dan berteriak, “Okey, Tuan, tidak usahlah Tuan memberikan lempeng yang satu. Cukuplah Tuan mengembalikan yang sembilan itu kepadaku.”
Kepada kita masing-masing sudah diberi Tuhan kemampuan-kemampuan. Itulah rahmat yang dihadiahkan secara gratis kepada kita. Namun Tuhan masih mengharapkan kita untuk mengembangkannya sedapat mungkin. Dengan demikian, hadiah yang gratis itu dapat kita gunakan dengan baik.
Namun ada orang yang serakah dalam hidupnya. Sudah diberi kemampuan secara gratis oleh Tuhan, tetapi terus-menerus meminta lagi dan lagi. Akibatnya, orang lupa diri. Orang lupa bahwa mereka mesti mengembangkan rahmat itu untuk kelangsungan hidup mereka. Mereka mesti berjuang sekuat tenaga untuk menumbuhsuburkan rahmat yang gratis itu.
Kisah pengemis di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang yang hanya menadahkan tangan meminta sesuatu itu mesti menyadari diri. Orang seperti ini sering melalaikan tugasnya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Semestinya ia berusaha sekuat tenaga, agar kemampuan yang dimiliki itu berbuah banyak.
Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita semakin hari semakin mengembangkan diri kita. Kita menumbuhsuburkan iman yang kita miliki itu dalam perbuatan-perbuatan nyata. Mari kita berusaha untuk semakin mengembangkan iman kita. Dengan demikian iman kita bertumbuh subur dalam hidup kita sehari-hari.
Tuhan memberkati.
Keterangan foto: Bertekunlah dalam doa: Ilustrasi dari kelompokdoakatolik2.wordpress.com
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.