Beranda KWI Jiwa Musik Prapaska

Jiwa Musik Prapaska

Masa prapaskah adalah masa persiapan untuk merayakan Trihari Paskah. Segala permenungan dan kegiatan dalam masa ini diarahkan kepada peryaan Paskah. Dengan cara itu, Gereja berharap bahwa putra-putrinya lebih siap untuk merayakan misteri Paskah (Lihat KL. 109), dan memetik buah berlimpah dari perayaan agung ini.

Dua tema yang sangat ditonjolkan dalam Masa Prapaskah ini adalah Pembaptisan dan Tobat. Permenungan tentang pembaptisan mempunyai sasaran ganda, yakni: orang-orang yang sudah dibaptis dan orang-orang yang akan dibaptis atau katekumen. Orang-orang yang sudah dibaptis diajak untuk mengenang kembali pembaptisannya, menyegarkan dan menghidupkan kembali  spirit utama yang terkandung dalam peristiwa pembaptisan itu. Sehingga pada Malam Paskah mereka dapat membarui ikrar pembaptisan dan tampil baru sebagai orang beriman. Orang-orang yang akan dibaptis dipacu untuk mempersiapkan diri untuk menyambut pembaptisan. Berbagai acara dan ritual dirancang untuk calon baptisan baru, supaya pada Malam Paskah mereka siap mati dan bangkit bersama Kristus. Selama masa ini para katekumen mempersiapkan diri dan dibimbing secara intensif untuk menerima sakramen Inisiasi.

Tema kedua yang ikut membangun spirit dasar Masa Prapaskah adalah Tobat, metanoia. Lewat puasa, amal dan laku tobat umat disiapkan untuk membarui ikrar sebagai orang beriman. Maka, selama masa Prapaskah kaum beriman diajak lebih tekun mendengarkan sabda Allah dan meluangkan lebih banyak waktu untuk berdoa.

Spirit Musik Prapaskah

Di antara semua bentuk kesenian yang digunakan dalam liturgy, musik, khususnya dalam bentuk nyanyian, menduduki tempat istimewa. Paus Pius XII menandaskan, “ Musik suci lebih erat terkait dengan ibadat daripada kebanyak kesenian lain (arsitektur, seni lukis, seni pahat). Kalau kesenian-kesenian ini berfungsi menciptakan suasana yang menunjang ibadat, musik menduduki tempat utama dalam pelaksanaan aktual ibadat sendiri” (Musicae sacrae disciplina  MSD 13) karena musik dipakai untuk membawakan (teks) liturgy.

Karena fungsi dasar ini, musik harus selalu serasi dengan teks, dengan doa, dan dengan kegiatan yang dilakukan dalam liturgi Prapaskah. Maka, musik masa Prapaskah harus serba serasi dengan spirit dasar Prapaskah.

Spirit dasar musik Prapaskah di antara, mengantar jemaat kepada misteri paskah dengan dimensi sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan. Nyanian yang difokuskan pada sengsara dan wafat Tuhan akan menyiapkan hati umat untuk merayakan Paskah. Nyanyian Puji Syukur dengan lirik “di manakah disegarkan orang yang lelah? – Yang tertindas salib hidup … buatlah lega…” sangat cocok untuk membawa pahala sengsara Yesus ke kancah hidup sehari-hari. Demikian pula PS 480 dengan liriknya “Seperti seorang abdi, Yesus taat sampai mati, diperolok dan disiksa, dengan kejam didera – Lihat Raja yang sengsara, dari duri mahkota-Nya, darah-Nya ibarat intan, dan saliblah tahkta-Nya.” Lirik yang menggelar sengsara Yesus dapat memberikan kekuatan kepada umat yang juga dihimpit oleh penderitaan hidup sehari-hari. Dalam konteks ini, nyanyian Jumat Agung ( PS No. 504-512) juga sangat kuat untuk mengantar umat kepada misteri Paskah.

Musik Prapaskah juga menyiapkan dan menyegarkan Pembaptisan. Umat yang sudah dibaptis diajak menyegarkan kembali ikrar pembaptisan, sedangkan para katekumen dipacu untuk mempersiapkan diri agar layak menerima Sakramen Inisiasi, sehingga pada Malam Paskah seluruh umat beriman sungguh-sungguh tampil baru: bangkit kembali sebagai insan kudus, yang bersih dari noda dosa. Untuk maskud ini, nyanyian bertema pembaptisan ( PS no. 585-595) sangat cocok. Lirik seperti “ Berhalamu tinggalkanlah, semangat yang baru trimalah; Kuambil hatimu yang keras, Kuberi hati yang lembut – Kucurahkan Roh KudusKu ke dalam batinmu yang beku…” (Ps 585) akan membangkitkan semangat untuk membarui ikrar pembaptisan. Demikian pula lirik yang dipaparkan PS 594: “Dari dosa dibebaskan, hidup baru dicurahkan; jadi putra pilihan.”

Musik Prapaskah membangkitkan serta memupuk semangat tobat, yang terkait erat dengan pembaptisan, karena bertobat berarti kembali ke semangat awal, yakni semangat ketika kita dibaptis. Dalam arah ini, nyanyian rekonsiliasi (PS no. 596-606) sangatlah cocok. Lirik “Hai, mari pulang, anak-Ku, Kembalilah padaKu. Tinggalkanlah dosa-dosamu, bertobatlah anak-Ku, – Engkau Kunantikan dengan hati yang rindu. Percayalah, jangan bimbang, dengar lagi sabda-Ku” (PS 597) dapat menjadi undangan yang kuat kepada umat untuk meninggalkan hidup yang disuramkan dosa.

Di samping tiga spirit dasar di atas, nyanyian Prapaskah juga menampilkan dan memupuk semangat sederhana. Dalam kaitan dengan ini semua yang bernada pesta sungguh dihindarkan dalam liturgi Prapaskah. Pertama, Madah Kemuliaan yang dalam liturgi dikaitkan dengan hari Raya, Pesta dan perayaan meriah tidak ditampilkan dalam liturgi selama masa Prapaskah. “Kemuliaan dilagukan atau diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada perayaan-perayaan meriah, dan pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Prapaskah.” (PUMR 53). Kedua, selama masa Prapaskah, “Alleluya”  sebelum Injil atau dalam nyanyian-nyanyian ditiadakan. Oleh karena itu, selama masa Prapaskah ditampilkan Bait Pengantar Injil tanpa Alleluya. Aklamasi “Alleluya” diganti dengan “Terpujilah Kristus Tuhan, Raja Mulia dan Kekal.” Ketiga, alat-alat musik pun dikurangi pemakaiannya. Alat musik hanya boleh dimainkan secara sederhana untuk menopang nyanyian; hal ini dimaksud untuk menggarisbawahi ciri tobat Masa Prapaskah (Lih. PPP: Seri Dokumen Gerejawi 71, No.17).

Spirit musik Prapaskah ini sebaiknya sungguh dipahami dan diperhatikan oleh para pelaksana musik dalam liturgi masa Prapskah, khususnya dalam memilih dan membawakan nyanyian-nyanyian. Sasarannya tidak lain adalah agar music semakin mampu melayani liturgi dan mengantar umat kepada penghayatan liturgi secara serasi. Semoga.

Sumber: “Liturgi Sumber dan Puncak Kehidupan” diterbitkan oleh Komisi Liturgi KWI