Rm. Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
Sanksi berupa suspensi dalam KHK 1983
Tentang sanksi dalam Gereja, dapat ditemukan di Bab VI (kan. 1311-1399 KHK 1983), seperti dicantumkan dalam kan. 1311: Gereja mempunyai hak asli dan sendiri untuk mengendalikan umat beriman kristiani yang melakukan tindak kejahatan dengan sanksi hukuman. Sanksi sanksi hukuman itu terdiri dari: (1) Hukuman-hukuman medisinal atau censura; (2) hukuman-hukuman silih; (3) hukuman silih lain; (4) dan hukuman remedia poenale untuk mencegah tindak pidana (bdk Kan.1312).
Ada dua jenis hukuman dalam KHK
Dua jenis hukuman: Hukuman biasa atau disebut ferendae sententiae (masih harus diputuskan dalam hukum proses-acara) dan hukuman luar biasa latae sententiae (tanpa harus melalui hukum proses melainkan langsung kena hukuman; bdk. kan 1314). Prinsip hukum gereja dalam mengenakan sanksi terhadap imam atau umat beriman kristiani adalah hanya sejauh sungguh-sungguh perlu untuk memelihara disiplin gereja secara lebih baik (bdk. kan 1317). Maka hanya karena perbuatan imam atau umat beriman melakukan tindak pidana beberapa kali dan amat berat, hukuman latae setentiae dapat diterapkan oleh legislator (Uskup).
Siapa saja yang terkena sanksi (hukuman)
Hukum Gereja menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat dihukum kecuali ada pelanggaran lahiriah atas suatu undang-undang atau perintah yang dilakukan oleh orang yang dapat sungguh atas bertanggungjawab atas kesengajaan atau kelalaiannya (bdk. kan 1321). Bagi mereka yang tidak terkena hukuman adalah (1) belum berusia genap 16 tahun; (2) tanpa kesalahan sendiri tidak mengetahui bahwa ia melanggar; (3) bertindak karena paksaan fisik atau karena kebetulan, yang tidak diprakirakan sebelumnya atau diprakirakan atau tidak dapat dicegahnya; (4) terpaksa bertindak karena ketakutan berat meski relatif atau karena keadaan mendesak atau kerugian besar; (5) bertindak untuk secara legitim membela diri atau orang lain terhadap penyerangan yang tidak adil; (6) tidak dapat menggunakan akal budi (karena mabuk, atau gangguan mental); (7) tanpa kesalahan mengira bahwa terdapat salah satu situasi yang disebut dalam nomor 4 atau 5 (bdk. kan. 1323-1324)
Hukuman dalam Gereja
•1. Censura: terdiri dari hukuman ekskomunikasi. Mereka yang terkena ekskomunikasi dilarang: (1) ambil bagian apapun sebagai pelayan dalam perayaan ekaristi atau upacara ibadat lainnya manapun; (2) merayakan sakramen-saakramen atau sakramentali lainnya, dan menyambut sakramen-sakramen; (3) menunaikan jabatan-jabatan atau pelayanan-pelayanan atau tugas gerejawi manapun, atau tindakan kepemimpinan. Apabila Imam terkena censura jenis ekskomunikasi segala perbuatan kepemimpinan sebagai imam tidak sah; tidak boleh menerima kedudukan, jabatan atau tugas lainnya dalam Gereja; tidak dapat memiliki hasil-hasil kedudukan jabatan bahkan pensiun yang diperoleh dari Gereja. Jenis kedua adalah hukuman interdik: terkait dengan larangan pada censura pada nomor 1-2 (bdk. kan. 1332). Jenis ketiga adalah hukuman Suspensi: yang hanya dapat terkena pada klerus. Dengan suspensi imam dilarang: (1) semua atau beberapa perbuatan kuasa tahbisan; (2) semua atau beberapa perbuatan kuasa kepemimpinan; (3) pelaksanaan semua atau beberapa hak atau tugas yang terkait pada jabatan. Hukuman suspensi hanya diberikan oleh Uskup (legislator) setempat dan tidak pernah bagi imam yang tidak berada dibawah kuasa kepemimpinannya. Putusan suspensi bagi imam dibuat oleh Uskup (legislator) dalam bentuk dekret (surat keputusan yang menjatuhkan hukuman) (bdk. kan 1333).
•2. Hukuman silih: hukuman yang dapat mengenai secara tetap atau untuk waktu tertentu maupun tidak tertentu orang yang melakukan tindak pidana (bdk. kan 1336).
•3. Remedium Poenale dan Penitensi: orang yang berada dalam kesempatan terdekat melakukan kejahatan atau telah dicurigai telah melakukan tindak pidana dapat diberi peringatan oleh Ordinaris secara pribadi atau lewat orang lain. Ordinaris (Uskup) dapat menegur orang yang tingkah lakunya menimbulkan batu sandungan atau gangguan berat yang mengacaukan tatanan Gereja. Tentang adanya teguran haruslah selalu nyata sekurang-kurangnya dari suatu dokumen yang disimpan dalam arsip rahasia kuria (bdk. kan 1339). Penitensi diberikan untuk suatu perbuatan keagamaan, kasalehan atau amal kasih yang harus dilaksanakan (bdk. kan 1340)
Menjatuhkan hukuman (suspensi pada imam)
Ordinaris mengusahakan prosedur peradilan (hukum proses-acara: harap baca buku VII, KHK 1983) atau administratif untuk menjatuhkan hukuman hanya ketika Uskup menilai bahwa baik peringatan persaudaraan maupun teguran atau sarana keprihatinan pastoral lain tidak mencukupi lagi untuk memperbaiki sandungan, memulihkan keadilan dan memperbaiki pelaku pelanggaran dari imam tersebut (bdk. kan 1341). Namun pada kanon 1342 memberi peluang tanpa melalui prosedur hukum proses (acara) yang panjang dan lama dan ini sering digunakan oleh Uskup. Kanon 1342 menyatakan bahwa setiap kali terdapat alasan-alasan wajar yang menghalangi untuk membuat proses peradilan, hukuman dapat dijatuhkan lewat suatu dekret di luar peradilan. Lewat dekret (surat keputusan Uskup) tidak dapat dijatuhkan hukuman yang bersifat tetap artinya ada batas waktu tertentu seperti kasus suspensi pada imam. Jika dalam perjalanan hidup imam tersebut menunjukkan perbuatan baik dan dinilai bisa dikaryakan kembali setelah selesai masa hukuman, imam tersebut dapat dikaryakan kembali. Jika imam tidak dijatuhi hukuman suspensi dan dibebaskan oleh hakim, maka jika perlu dapat diberikan berupa remedium poenale dengan mengusahakan kebaikan dan kepentingan umum (bdk. kan 1348).
Berhentinya hukuman
Asalkan tidak direservasi bagi Takhta Aspotolik, hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang meski dijatuhkan dapat dihapus oleh Ordinaris yang memprakarsai peradilan dan ordinaris tempat pelaku berada tetapi setelah berkonsultasi dengan ordinaris yang memprakarsai peradilan. Kecuali itu dengan alasan keadaan yang luar biasa (bdk. kan 1355). Ordinaris setempat (Uskup) dapat menghapus hukuman kecuali perkara itu dirervasi oleh Takhta Apostolik dalam rangka sakramen tobat (bdk kan 1355). Sebelum diberi penghapusan atas hukuman Hakim perlu mendengarkan Uskup yang memberi perintah (bdk kan. 1356). Ada macam-macam tindakan yang terkena hukuman dapat dibaca dalam kanon 1370-1398. Semoga bermanfaat.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.