PEN@ Katolik — Ribuan umat beriman memenuhi Colosseum tanggal 3 April 2015 untuk Jalan Salib Jumat Agung bersama Paus Fransiskus, dan tepukan riuh mereka menyambut kedatangan Paus. Refleksi yang menemani Jalan Salib tahun ini ditulis oleh Uskup Emeritus Novara Mgr Renato Corti, asal Italia.
Refleksi dari Uskup Corti yang berjudul “Salib: Puncak Bercahaya dari Kasih Allah yang Melindungi,” memberi perhatian terhadap berbagai jenis penderitaan di dunia, seperti kekerasan terhadap anak, perdagangan manusia dan penganiayaan orang Kristen.
Salib dalam Jalan Salib, yang dimulai pukul 9:10 malam waktu Roma itu, dibawa bergantian oleh keluarga-keluarga dari berbagai bangsa, serta oleh pribadi-pribadi dari negara-negara di mana orang-orang Kristen saat ini sedang dianiaya, seperti Irak, Suriah, dan Cina. Umat beriman mengikuti Jalan Salib itu dengan lilin di tangan mereka.
Perhentian kedua, saat Yesus Memanggul Salib, memperingati Shahbaz Bhatti, seorang menteri beragama Katolik yang menjadi martir di Pakistan tahun 2011, dan kata-kata yang dia ucapkan sebelum kematiannya: “Saya mau agar hidup saya, karakter saya dan tindakan saya berbicara atas nama saya, dan mengatakan bahwa saya adalah pengikut Yesus Kristus. Ini keinginan yang begitu kuat dalam diriku bahwa aku akan memandangnya sebagai sesuatu yang istimewa jika Yesus mau menerima pengorbanan hidup saya.”
Perhentian kesepuluh, di mana pakaian Yesus ditanggalkan, menceritakan tentang mereka yang menderita kekerasan terhadap anak dan perdagangan manusia di dunia. Saat itu didoakan “Engkau mendorong kami untuk dengan rendah hati memohon maaf dari semua orang yang menderita kekejaman ini, dan berdoa agar hati nurani orang-orang yang menggelapkan kehidupan mereka akhirnya dikobarkan. Di hadapan-Mu, Yesus, kami memperbarui tekad untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.”
Di akhir Jalan Salib itu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Via Crucis (Jalan Salib) adalah “sintesis” kehidupan Yesus dan “Ikon ketaatan” kepada Allah Bapa.
Mengenang eksekusi baru-baru ini terhadap umat Kristiani di Kenya, Paus berdoa, “Kepada-Mu, cinta ilahi, hari ini kami melihat juga saudara-saudari kami yang dianiaya, dipenggal kepalanya dan disalib karena iman mereka akan Dikau, di depan mata kami sendiri dan sering kali terlibat karena hanya berdiam diri.”
Paus berdoa agar umat beriman belajar untuk tidak pernah bosan meminta maaf dan percaya akan belas kasihan-Nya yang tak terbatas itu. Paus kemudian membacakan doa Anima Christi dan mendorong semua yang hadir untuk pulang, dengan dipenuhi harapan akan kebangkitan yang menggembirakan.
Sebelum Jalan Salib itu, Paus Fransiskus memimpin Ibadah Jumat Agung di Basilika Santo Petrus. Dalam ibadah itu, Paus mendengarkan homili dari pengkotbah Rumah Tangga Kepausan, Pastor Raniero Cantalamessa OFMCap, yang mengingatkan semua yang hadir di basilika itu bahwa saat ini kita semua beresiko menjadi sama seperti Pontius Pilatus yang mencuci tangan dan berpaling. (pcp dari penakatolik.com berdasarkan Radio Vatikan dan Zenit.org)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.