“Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan ‘yang memperbaiki tembok yang tembus’, ‘yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni’”. (Yes 58, 12)
KENDARAAN dari Banyumas menuju Purwokerto tidak bisa lewat Gunung Tugel. Jalan Gunung Tugel ditutup karena retak dan ambles. Beberapa ruas jalan di sekitar Kaliori juga mulai miring dan ambles.
Jalan ambles rupanya terjadi dibanyak tempat, seperti di jalur antara Wangon dan Jeruklegi, antara Jeruk legi dan Kawunganten, antara Banjarnegara dan Karangkobar, juga jalan-jalan kecil yang lain. Saat kami di Desa Seling untuk melihat tanah retak dan jalan ambles, sekelompok ibu-ibu yang pulang dari sawah bertanya, “Margine badhe dibangun malih napa?” “Mboten bu”, jawab salah seorang dari kami.
Membetulkan dan memperbaiki jalan ambles mungkin merupakan tindakan yang sia-sia, karena pada dasarnya tanah tersebut selalu bergerak. Saat ini memang banyak sekali jalan yang rusak, entah retak, ambles atau berlobang, bahkan ada badan jalan yang longsor atau terputus. Beberapa jalan rusak diberi tanda, entah dengan menaruh pot, pohon pisang atau barang lain. Jalan yang rusak menjadi hambatan bagi orang yang sedang dalam perjalanan, bahkan bisa menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jalan.
Penduduk berharap agar jalan-jalan yang rusak segera dibetulkan dan diperbaiki, agar tidak menimbulkan banyak kurban. Harapan tersebut seringkali tinggal pengharapan, tanpa ada kepastian realisasinya. Jalan rusak mungkin tidak hanya menunjuk jalur-jalur antar satu tempat dengan tempat lain.
Jalan rusak mungkin juga bisa menjadi gambaran diri manusia. Diri manusia pun bisa rusak, karena bagian-bagian dari tubuhnya sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bertambahnya usia dan berjangkitnya penyakit bisa membuat banyak bagian tubuh menjadi aus, rusak dan tidak berfungsi.
Kerusakan jasmani atau fisik mudah dilihat dan diamati. Kerusakan diri manusia juga terjadi dalam pikiran yang tidak normal, perasaan yang campur aduk, dan hati yang tumpul dan membatu. Mentalitas seseorang pun bisa korup, keyakinannya bisa sesat, nilai-nilai yang diyakini jauh dari kebaikan dan kebenaran. “Rusak njobo lan jero!” Jalan rusak perlu dibetulkan.
Diri yang rusak pun perlu dibetulkan dan diperbaiki. Masa Prapaskah merupakan kesempatan untuk membetulkan dan memperbaiki diri yang rusak. Dalam hal apa diriku harus dibetulkan dan diperbaiki? Teman-teman selamat pagi dan selamat berakhir pekan.
Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Tribun Pontianak)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.