“Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6, 17-18)
BARUSAN pagi tadi, saya merayakan Ekaristi dan penerimaan abu di Stasi Mandiraja. Setelah misa, saya bertemu dan ngobrol dengan sepasang lansia, yang sudah berumur lebih dari tujuh puluh tahun. Mereka banyak bercerita tentang anak-anaknya yang sudah mandiri dan juga kegelisahan hidupnya. Mereka tinggal berdua di rumah yang besar. Fisik semakin lemah, kondisi cepat lelah, tidak ada pembantu.
Saat ngobrol, si ibu menyediakan teh dan kue. Ada kue kaleng dan dua bungkus roti abon. Saya dipersilahkan minum dan menikmati kuenya. Ini merupakan godaan bagi saya pada awal pantang dan puasa. Perut memang masih kosong. Roti abon memang merupakan kegemaran. Keinginan menikmati memang mendesak-desak. Akhirnya saya memutuskan untuk menikmati minum teh sambil mendengarkan curhatan mereka tanpa menikmati roti abonnya.
Puasa sesungguhnya bukan hanya masalah untuk mengatur atau membatasi makan dan minum, yang memang dibutuhkan agar tetap hidup. Berpuasa lebih menunjuk pada kesediaan untuk mengendalikan diri terhadap keinginan, kecenderungan dan nafsu yang bermunculan secara tidak teratur di dalam diri.
Keinginan untuk menikmati makanan dan minuman merupakan salah satu dari sekian banyak keinginan manusia. Mulai bangun tidur sampai menjelang tidur, betapa banyak keinginan yang akan dicapai, banyak kebutuhan yang minta dipenuhi, banyak nafsu yang berkecamuk.
Orang bisa emosi, ngamuk atau tensi tinggi kalau apa yang diinginkan tidak terpenuhi. Orang juga bisa membabi buta dan nabrak berbagai macam norma atau aturan, kalau hanya hidup dengan ‘ngumbar’ nafsu. Bagaimana situasi seperti ini harus disikapi?
Orangtua selalu menasehati anak-anaknya, “Ojo nggugu karepe dhewe!”
Puasa merupakan kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan dalam hal mengendalikan diri: mengendalikan keinginan, kecenderungan dan berbagai macam nafsu yang dtidak teratur di dalam kehidupan sehari-hari.
Teman-teman selamat siang dan selamat bekerja. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Finnixpost)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.