MIRIFICA.NEWS, Yogyakarta – Sekitar 2000 lebih orang muda Katolik dari seluruh Asia berkumpul di Yogyakarta dan menjadi saksi perhetalan akbar Asian Youth Day ketujuh. sebelum ke Yogyakarta, peserta disebar ke-11 keuskupan untuk menjalankan live-in selama 3 hari, yakni dari tanggal 30 Juli sampai 1 Agustus. Lalu, apa kata kata para Uskup yang hadir dan berbicara pada press conference di JEC, Rabu (2/8/2017) di Yogyakarta?
Tampil sebagai pembicara pertama pada press conference of Asian Youth Day di Lantai 2 Jogja Expo Center, Uskup Agung Semarang,Mgr. Rubyiatmoko mengatakan pada hari-hari ini Gereja Katolik Indonesia sedang mengadakan sebuah perayaan besar, yakni bertemunya orang-orang muda dari berbagai negara di Asia. Kegiatan ini sudah dimulai sejak tanggal 30 Juli hingga 1 Agustus, ditandai dengan kegiatan live-in di 11 keuskupan di indonesia.
Menurut Mgr. Rubi, apa yang menjadi tujuan utama dari Asian Youth Day adalah supaya orang-orang muda dari berbagai negara di Asia ini mempunyai kesempatan untuk melihat secara langsung bagaimana orang-orang Katolik dapat hidup berdampingan bersama masyarakat Indonesia yang plural ini.
“Di antara itu juga diharapkan orang-orang muda dapat mengetahui bagaimana menghidupi iman akan Kristus di dalam masyarakat Indonesia yang begitu plural,” ujar Mgr. Rubi.
Mgr. Rubi juga mengatakan pada kesempatan opening seremoni nanti juga akan ditampilkan berbagai atraksi budaya dari beberapa negara lain. Ia berharap, kiranya atraksi budaya itu dapat menjadi kesempatan bagi orang-orang muda untuk ikut berbagi kekayaan budaya satu sama lain.
“Semoga AYD 2017 ini mampu membangun kebersamaan, jejaring di antara orang-orang muda Katolik agar mampu menjadi pewarta sukacita yang sungguh dirasakan oleh masyarakat luas,” terangnya.
Pada kesempatan lainnya, Ketua Federasi Uskup-uskup Asia, Kardinal Patrick D’ Rozario,C.S.C mengemukakan bahwa latar belakang diselenggarakannya AYD berawal dari keinginan kuat Federasi Uskup-uskup Asia yang menaungi 9 departemen dimana salah satu departemen yang dimiliki mencakup sebuah divisi yang terkait dengan keluarga dan kaum awam. Di dalam departemen ini ada 3 desk lagi dan salah satunya adalah desk yang membidangi masalah orang muda.
Kardinal Patrick juga menjelaskan, di AYD ada banyak kegiatan yang dilaksanakan seperti live-in, animasi, pendampingan orang muda dalam bentuk animator. Dalam pelaksanaan AYD, demikian kata Kardinal, Federasi Uskup-uskup Asia ini selalu bekerja sama dengan tuan rumah. Menurutnya, secara keseluruhan Konferensi Waligereja Indonesia selaku tuan rumah AYD 2017 telah mempersiapkan AYD ke-7 dengan terus berkoordinasi dengan Federasi para uskup se-Asia.
Ia mengingatkan, penting bagi orang-orang muda untuk mengetahui bahwa mereka adalah bagian dari keluarga dan gereja yang miskin secara spiritual. Karena itu, Kardinal mengharapkan, melalui, AYD 2017 orang-orang muda diharapkan mampu memberikan ruang bagi kekayaan spiritualitas yang dimiliki oleh rekan-rekan mereka dari negara lainnya.
Ruang Saksi Sukacita Injil
Kardinal Patrick juga mengatakan tahun depan Paus Fransiskus akan mengadakan sinode khusus untuk orang muda. Tujuan sinode ini adalah untuk mengajak orang-orang muda agar kembali ke gereja. Sehingga, AYD 2017 ini harusnya menjadi ruang bagi orang muda untuk bertindak sebagai saksi sukacita Injil kepada masyarakat luas.
Sementara itu, Mgr. Suharyo selaku Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengatakan bahwa pertemuan AYD ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah bagian persiapan dimana orang-orang muda diberi sejumlah pertanyaan reflektif tentang iman mereka di negara masing-masing. “Tentu saja hal ini menjadi kesempatan baik bagi mereka untuk merefleksikan perjalanan spiritualitas mereka di tempat masing-masing.”
Bagian kedua, kata Mgr. Suharyo, adalah apa yang selama ini sedang terlaksana. Isinya sebagian besar adalah berupa sharing pengalaman, lalu ada seminar dan workshop serta sejumlah selebrasi.
Sedangkan pada bagian ketiga, dan itu menurut Uskup Agung Jakarta ini, merupakan hal yang ia rasakan paling penting, yakni sebuah kelanjutan dari peristiwa yang sekarang ini sedang terjadi. Menurutnya, jika AYD hanya berhenti pada selebrasi atau sharing saja maka rasa-rasanya masih ada yang kurang.
Mgr. Suharyo lalu mengutarakan 2 pertanyaan yang harus dijawab orang-orang muda. Pertama adalah pertanyaan yang harus dijawab secara pribadi. Dalam istilah Indonesia, pertanyaannya adalah apa makna perjumpaan ini bagi setiap orang muda? Pertanyaan ini dikemukakannya untuk menggambarkan 3 kata penting dengan maknanya masing-masing. Pertama adalah mencecap sabda Tuhan. Kedua, sesudah mencecap, mencari kehendak Tuhan di dalam Sabda itu. Akhirnya, sesudah tahu kehendak Tuhan, mereka harus melaksanakannya.
Pertanyaan kedua dari Mgr. Suharyo adalah apa yang harus orang-orang muda lakukan supaya lingkungan hidup di sekitar mereka menjadi semakin manusiawi? Pertanyaan itu, menurutnya, sederhana tapi untuk mengajukannya diperlukan satu kompetensi etis.
“Tidak semua orang mampu mengajukan pertanyaan ini, hanya orang yang mempunyai kompetensi etis yakin bela rasa yang mampu mengajukan pertanyaan ini,” ujarnya.
Ia mengatakan kalau orang tidak mempunyai kompetensi itu, maka orang itu tidak akan memiliki bela rasa. Kalau pertanyaan itu sudah dijawab, demikian Mgr. Suharyo, dibutuhkan kompetensi etis lainnya yakni kerja sama. “Tanpa kerja sama kita akan cepat kehilangan energi.”
Mgr. Suharyo pun berharap agar semua orang muda di AYD sungguh mempunyai kemampuan di atas untuk bertindak secara konkrit. “Saya mempunyai banyak contoh dimana banyak orang muda mampu menjawab pertanyaan itu. Namun biarlah orang-orang muda yang berkumpul di AYD ini yang menjawab pertanyaan itu.
Indonesia Negeri Harmonis
Menanggapi pertanyaan dari media terutama mengenai kekhasan Indonesia dan apa yang dapat ditawarkan Indonesia kepada Orang-orang muda di AYD, Mgr. Suharyo mengawalinya dengan mengatakan pertama-tama memang dirasakan banyak dari saudara-saudara kita dari Luar Negeri yg menilai akhir-akhir ini situasi di Indonesia sedang tidak kondusif dan cenderung berbahaya. Tetapi ketika teman-teman itu datang ke Indonesia mereka kaget dan bahkan kagum dengan Indonesia. Mereka mengatakan Indonesia itu negeri yang harmonis.
“Dengan demikian, teman-teman muda dapat melihat sendiri relasi antarumat beragama di Indonesia sungguh damai. Itulah pertama-pertama yang Indonesia tawarkan.
Hal lain yang bisa Indonesia tawarkan adalah adanya sebuah realitas gerakan Sabang-Merauke. Gerakan ini terdiri dari orang-orang muda dari berbagai agama seperti Katolik, Muslim, Kristen dan Hindu dan Budha. Mereka melihat salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia yakni keberagaman yang sewaktu-waktu bisa memunculkan sikap intoleransi. Melalui gerakan ini, mereka mengumpulkan anak-anak usia SMP dari berbagai agama lalu dititipkan untuk tinggal di keluarga dengan keyakinan berbeda. Ini adalah jawaban dari pertanyaan sebelumnya, apa yg haris dilakukan agar kondisi manusiawi benar-benar tercipta.
Ikut menjawab pertanyaan lain dari media terkait apakah ada keterlibatan umat dari agama lain pada AYD 2017, Mgr. Rubi mengatakan selama AYD panitia melibatkan umat dari agama lain untuk berpartsipasi dalam AYD. Bahkan mereka sendiri berinisiatif menawarkan bantuan untuk ikut menjaga keamanan selama berlangsungnya AYD 2017.
AYD 2017 diikuti oleh 22 negara Asia. Secara nominal ada 900 lebih orang muda berasal dari negara-negara Asia lainnya. Selebihnya adalah peserta orang-orang muda dari Indonesia.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.