Ketika Paus Benediktus XVI mengusung tema Imam dan Internet, dalam rangka hari komunikasi sosial sedunia ke-44 tahun 2010, muncul berbagai macam tanggapan. Beberapa media menulis dan mengatakan bahwa sekarang para imam telah dianugerahi kuasa dari Vatikan untuk menggunakan internet. Kelompok lain mengusulkan agar semua imam segera mulai menggunakan jejaring sosial facebook karena mereka kini memperoleh mandat gereja; yang seolah-olah media internet hanya baru boleh digunakan kalau ada desakan gereja.
Namun bila sedikit lebih cermat membaca keseluruhan alur dan warna pesan itu, sebenarnya Bapa Suci bukan memberikan penekanannya pada aspek penggunaan internet kepada para imam (utilitarisme) tetapi bagaimana imam dapat menghayati jati dirinya, menunaikan panggilannya sebagai Pastor Bonus (gembala yang baik) dalam sebuah realitas masyarakat modern yang hidupnya dan perilakunya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan termasuk perubahan yang dihasilkan oleh dampak sosial internet. Disinilah terletak fokus pesan Paus.
Manakah jati diri dan tugas itu?
Tugas utama seorang imam adalah mewartakan Kristus. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan. Inilah panggilan dan tugas terluhur dan terindah seorang imam, demikian tandas Paus Benediktus XVI.Hemat saya, pernyataan ini sangat relevan . Dari aspek aktualitas, pesan ini dipromulgasi pada saat semua umat katolik sedang merayakan Tahun Imam. Komunikasi dalam hal ini merupakan suatu bagian tak terpisahkan yang perlu direfleksikan oleh gereja dalam kaitan dengan peran para imam sebagai gembala gereja( pastor ecclesiae). Dari sisi peran ulung seorang imam, pesan ini juga relevan karena ia bertautan dengan penegasan kembali jati diri seorang imam sebagai pemersatu umat dalam Kristus.
Lalu kita bertanya, apa hubungannya dengan internet?
Kita tak menyangkal bahwa penyebaran internet kian hari tak terbendung. Dampak sosial internetpun kian dirasakan oleh masyarakat. Internet memungkinkan pendekatan komunikasi secara massif sekaligus individual, sesuatu yang tidak pernah terjadi pada media-media sebelumnya.
Sebelumnya, untuk menyampaikan informasi kepada para pastor paroki, Uskup akan menulis sejumlah surat sesuai dengan jumlah pastor paroki dalam keuskupannya, mencetaknya sesuai dengan kebutuhan dan mengirimkannya ke alamat dimana para pastor paroki itu tinggal. Kemungkinan akan ada sejumlah kurir yang diminta untuk membawa surat-surat itu. Kini dengan komunikasi berbasis internet dan multimedia, Uskup cukup menulis sekali saja surat gembalanya lalu mengirim ke semua alamat e-mail yang sudah disiapkan dan pada saat yang sama para pastor parokinya bisa membaca dan langsung membalas bila dibutuhkan. Dari segi waktu dan tenaga internet lebih efisien dan efektif
Pada sisi lain, internet juga memungkinkan suatu pendekatan komunikasi yang bersifat personal. Apabila kedua komputer atau telpon seluler antara uskup dan Imam terkoneksi dengan internet, keduanya bisa berkomunikasi secara instant, interaktif dengan feedback langsung (undelayed feedback) layaknya suatu bentuk komunikasi antarpribadi biasa tanpa perantara. Terlepas dari berbagai side effect dari internet, media internet telah memberikan berbagai kemudahan. Kemudahan inilah yang mendorong Paus untuk mendesak para imamnya bukan pertama-tama sekadar hadir di internet karena interese modis (gaya) dan teknologis tetapi agar lebih bersemangat mewartakan sabda Allah oleh karena kemudahan yang dihadirkan oleh internet itu yang bahkan menurut Paus Benediktus XVI dapat juga dilaksanakan melalui media tradisional lain. Semangat mewartakan itu akan terukur apabila interaksi manusia menjadi bermutu, bimbingan dan konsultasi rohani bisa lebih personal-individual dan mudah dilaksanakan, dengan demikian, Tuhan bisa lebih mudah dirasakan. Dengan cara begini, menurut Bapa Suci, Allah memiliki tempat yang tepat di setiap jaman. Inilah indikatornya. Maka beralasan kalau Bapa Suci sekali lagi menekankan bahwa para imam tidak perlu menjadi ahli media (walau dia harus tahu menggunakan media) tetapi kemampuan untuk memberi ‘roh-jiwa’ bagi pelayanannya di dunia digital. Memberikan roh-jiwa dalam konteks ini adalah ia memberikan kesaksian dan menujukkan kepada publik bahwa ia dekat dengan Kristus, mengilhami para netters (orang-orang yang berselancar di dunia maya) untuk memperjuangkan keadilan, membangun semangat perdamaian, belarasa dan saling mengampuni.
Petanyaan reflektif
Data menunjukkan bahwa 10% penduduk Indonesia adalah pengguna (user) internet. Itu berarti dari 230 juta penduduk Indonesia terdapat 23 juta yang menggunakan internet. Pertanyaan : bagaimana dengan 207 Juta penduduk Indonesia yang belum dikategorikan sebagai pengguna internet? Apa relevansi Pesan Paus Benediktus XVI untuk mereka?
Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI
R.P.Agus Alfons Duka,SVD
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.