Kemajuan teknologi adalah hasil dari dinamika pemikiran manusia yang mampu mengeksplorasi ilmu pengetahuan menjadi sebuah sarana informasi konvergen. Telepon genggam (smartphone) tampak seolah-olah menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang yang melakukan komunikasi. Ini adalah awal pergeseran publikasi media dan interaksi sosial yang lebih variatif. Adanya jenis media tertentu dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat berpikir dan merespon sesuatu termasuk dalam ruang lingkup komunitas kecil keluarga. Media komunikasi mengajarkan bahwa intisari peradaban dan sejarah diarahkan sebagai perpanjangan pikiran manusia sekaligus melahirkan persepsi-persepsi yang lebih inovatif. Artinya, inkarnasi media sejalan dengan rotasi pikiran manusia baik cara mengatur informasi, maupun melakukan interaksi dengan orang lain.
Media komunikasi modern selalu terbuka dan fleksibel untuk memenuhi ekspektasi setiap orang untuk menciptakan intrumen komunitas baru dalam masyarakat. Akan tetapi, kemudahan ini tidak selamanya memberikan dampak positif. Individu yang terlibat secara langsung akan rentan terpapar dengan egosentrisme sebagai kesempatan untuk mengekspresikan diri lewat media. Media komunikasi berfungsi sebagai penyelenggara produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan dalam pengertian serangkaian simbol yang mengandung acuan bermakna tentang pengalaman dalam kehidupan sosial. Secara simbolik dapat mengaitkan semua unsur lingkungan yang berbeda. Meminjam istilah Dennis McQuail bahwa sarana ini berperan sebagai jembatan penghubung yang memiliki peran mediasi yang mempertautkan antara realitas sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Melalui media komunikasi kita dihubungkan dengan pelbagai institusi yang berbeda, menjadi referensi untuk membentuk persepsi kita tentang suatu peristiwa atau realitas dan sumber pengetahuan terhadap realitas dan entitas masyarakat lainnya.
Fungsi media komunikasi secara laten diteorisasikan oleh Harold Lasswell dan Charles Wright sebagai peletak dasar ilmu komunikasi. Wright (1959) membagi media komunikasi menjadi sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi dan sifat dasar pemberi informasi. Lasswell (1948), membagi tiga fungsi media massa, yakni pengawasan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat merespons lingkungannya, dan transmisi warisan budaya. Semua itu secara berurutan bertalian dengan pemberian informasi, pemberian komentar atau interpretasi yang membantu pemahaman makna penggalan informasi dan juga pembentukan konsensus, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat.
Sejalan dengan hal tersebut, media komunikasi sudah menjadi budaya media yang menciptakan suatu pola dan hubungan kepada masyarakat dan membentuk sebuah bangunan budaya di dalam masyarakat yang rentan mempengaruhi sikap mental dan pandangan dunia masyarakat dimana seluruh aspek kehidupan nyaris tak luput dari perhatian dan kebutuhan kita terhadap media komunikasi yang sekaligus memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi informasi. Budaya media juga menyediakan bahan-bahan, dimana beberapa orang mengkonstruksi perasaan kelas mereka, seperti etnisitas dan ras, nasionalitas hingga seksualitas. Budaya media membantu membentuk pandangan lazim dari dunia dan nilai-nilai terdalam terhadap penegasan atas pertimbangan apa yang baik dan buruk (discernment), positif atau negatif, moralis atau kebejatan. Media akan mengkomunikasikan berbagai kisah atau gambaran simbol-simbol, mitos dan sumber-sumber, dimana membantu mengkonstitusikan sebuah budaya bersama untuk mayoritas individual di beberapa bagian dunia. Budaya media menyediakan bahan-bahan untuk menciptakan identitas yang mana setiap individu masuk diantara diri mereka kedalam masyarakat tekno-kapitalis kontemporer dimana lahirnya sebuah bentuk baru dari budaya global.
Budaya media tumbuh menjadi sarana informasi yang membantu membuat struktur kehidupan sehari-hari, menguasai waktu senggang, membentuk pandangan politik dan perilaku sosial dan menyediakan bahan-bahan dimana orang sangat mengenali identitasnya. Selain mempunyai fungsi, komunikasi media dalam kapasitasnya bermanfaat memberikan kebutuhan informasi dan kepuasan masyarakat. Dalam disiplin ilmu komunikasi, manfaat media terkenal dengan istilah uses and gratification, sebuah teori yang diperkenalkan oleh pakar ilmu komunikasi Elihu Katz. Menurutnya, individu secara aktif mengkonsumsi dan menggunakan media dalam rangka memenuhi kebutuhannya.2 Di level individu, pendekatan fungsional ini secara umum diberi nama model uses and gratification. Bentuk sederhananya, model uses and gratification menempatkan warganet secara pasti membutuhkan atau mendorong kepuasan mereka dengan menggunakan antara sumber media dan non-media. Kajian akan menitikberatkan pada kepuasaan dengan sumber relasi media.
Satu hal yang menjadi perhatian pokok adalah penggunaan media komunikasi dengan kelompok-kelompok yang berkuasa untuk melatih atmosfer kontrol sosial. Pengaruh signifikan terpampang pada label status, pelaksanaan norma sosial dan disfungsi yang bisa merusak. Baik pemberian status maupun pengenalan melalui media massa, mengindikasikan bahwa seseorang cukup penting untuk terpilih lewat tingkah laku serta opininya untuk menarik perhatian pengguna media. Peranan media komunikasi dalam sejarahnya mencatat sebagai pilar dan corong bagi proses transformasi dan demokratisasi. Salah satu media komunikasi adalah media massa yang sepanjang perjalanannya menghadirkan sebuah peranan signifikan bagi kesadaran sosial dan politik, bertindak sebagai motor perubahan yang digunakan secara baik dan terencana untuk melakukan perubahan demi perubahan dalam setiap zamannya.
Perubahan semacam itu merupakan causa prima bagi denyut nafas media komunikasi, meskipun dihadapi oleh tantangan iklim politik dan logika ekonomi yang kerap kali menjadi dilema tersendiri. Namun seiring perkembangan zaman, potensi media komunikasi dalam melangsungkan agenda perubahan sosial senantiasa mendapatkan momentumnya. Sebagai contoh, perjuangan kemerdekaan dan kebebasan pers di Indonesia baru benar-benar terwujud seiring dengan terwujudnya kehidupan yang demokratis lepas dari rezimentasi berkepanjangan. Iklim politik yang terbuka dan demokratis pada saat yang sama terjadi di bidang komunikasi terutama sektor media massa yang menjadi penentu arah tujuan dan formasi kehidupan bernegara. Pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan dikodifikasinya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah pemantik era demokratisasi media di Indonesia. Media komunikasi berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi disamping ketiga pilar lainnya seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam kapasitasnya sebagai kekuatan keempat media massa sebagai alat komunikasi sosial memikul tugas untuk menjaga dan mentransmisikan nilai-nilai demokrasi kepada masyarakat, guna kokohnya demokrasi dan juga membangun civil society. Di alam demokratis, penguatan peranan civil society adalah setiap sebab akibat dapat ditentukan sebab-sebabnya dan masing-masing sebab memiliki pengaruh terhadap terjadinya suatu akibat (condition sine qua non), yang tak terelakan lagi. Komunikasi media massa harus tampil sebagai pelaku utama dalam proses transformasi sosial politik, hukum dan budaya. Perkembangan teknologi komunikasi secara sosial dan politik, ranah komunikasi massa di Indonesia memberikan kontribusi besar bagi agenda perubahan sosial.
Artinya, bahwa pengamat gerakan sosial sepakat bahwa media komunikasi menawarkan kesempatan baru untuk tindakan kolektif, tapi lebih skeptis pada perkembangan yang stabil. Media komunikasi dan turunannya seperti media alternatif dan lubang hitamnya konvergensi media tidak hanya dilihat dari perkara teknis semata, melainkan penyebab utama perubahan lanskap sosial, politik, ekonomi dan kultural. Media massa apapun bentuk, substansi dan jenisnya, dari yang mainstream dan offstream menjadi lebur dalam kehidupan masyarakat modern. Tidak sedikit peran media komunikasi dalam mengawal dan mendobrak yang ada hingga terus diuji, diperbaharui dan digerakkan bagi dan oleh perubahan itu sendiri yang dalam prosesnya selalu saja menuntut tumbal berupa konflik dan tragedi.
Ilustrasi: katemangostar
Penulis: Tison Sihotang
Ditulis dalam rangka Lomba Esai PKSN KWI 2019
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.