(Relevansi kanon 287, §2)
Rm Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
•1. Bolehkan Imam berpolitik?
Pertanyaan ini sekarang menjadi aktual? Mengapa? Pertama, karena situasi sosial kehidupan masyarakat dan negara kita telah berubah dan menuntut keterlibatan aktif dari para warganya termasuk imam. Kebutuhan akan terlibatnya para imam dan religius (Suster, Bruder), dikarenakan juga persoalan kehidupan masyarakat yang semakin lama semakin buruk, hak Gereja terpasung dan kesejahteraan masyarakat tidak tercapai, banyak orang miskin dan menderita, sehingga kesejahteraan umum hanya menjadi sebuah impian. Kedua, dari hasil pertemuan Asosiasi Teolog Indonesia baru-baru ini di Makassar, memberikan sinyal sudah saatnya para imam terlibat dalam kehidupan politik di Indonesia.
•2. Apa itu politik?
Politik adalah proses dan cara membuat keputusan untuk sesuatu organisasi/masyarakat. Walaupun pengertian politik juga biasa digunakan dalam tata hidup kerajaan atau negara. Perilaku politik juga didapati di korporat, akademik, agama, dan institusi lain. Politik juga merupakan kajian mengenai tingkah-laku orang yang berpolitik, memeriksa penerimaan dan penggunaan kekuasaan. Contoh: politik digunakan sebagai upaya untuk memaksa kehendak seseorang kepada yang lain demi tujuan orang/kelompok yang berpolitik. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
•1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
•2. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
•3. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kata kunci berikut ini: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik. Gereja tidak boleh fobi terhadap politik. Politik adalah tatanan hidup masyarakat dan Gereja berada di dalam percaturan politik itu. Apa dasarnya dalam kodeks?
•3. Apa dasarnya Imam dapat ambil bagian dalam berpolitik?
Kanon 287, §2, mengatakan: “Janganlah mereka turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja atau memajukan kesejahteraan umum”.
Komentar terhadap kanon 287, §2:
“Kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja dan memajukan kesejahteraan umum”. Kalimat dalam kanon 287, §2 inilah yang menjadi kunci yang menyatakan bahwa imam dapat terlibat aktif dalam politik. Contoh konkrit baru baru ini seorang Uskup diosesan: Fernando Lugo terpilih menjadi Presiden Paraguay. Dia mendapat dispensasi atas jabatannya sebagai Uskup dari Takhta Suci, dan menjadi Presiden Paraguay. Dia mengatakan bahwa kakinya telah tertanam di tanah kehidupan orang miskin dan tidak bisa dipindahkan lagi. Dia ingin membela hak-hak kehidupan orang miskin dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik, melalui jalan politik praktis. Perubahan dapat dicapai, jika ada kemauan politik dan ikut terlibat dalam dunia politik. Kata Lugo: “Saya pikir tugas kepastoran di Gereja sangat penting namun tidak mencukupi untuk memperjuangkan martabat rakyat Paraguay”.
Kanon 287, §2 mau memberikan pengecualian bahwa praktek keterlibatan imam dalam politik praktis itu ada dasarnya, bukan karena tren atau mode. Ada tiga alasan mengapa Imam dapat terlibat dalam politik:
•a. Keterlibatan imam dalam politik praktis diperbolehkan karena pertama-tama Hak-hak Gereja terpasung, sehingga Gereja tidak bisa hidup, tidak memiliki hak-hak dasar sebagai persekutuan umat beriman, sebagai masyarakat beriman yang hidup. Singkatnya, hak-hak Gereja dirampas oleh kebijakan kekuasaan Negara. Hak – hak Gereja itu adalah; hak merayakan peristiwa imannya dalam ibadat (ekaristi, doa lingkungan dan lain peribadatan), hak memiliki tempat untuk beribadat, hak memperoleh kedudukan yang sama dengan umat beragama lain di hadapan hukum serta dalam tata kehidupan masyarakat (pemerintahan). Jika keadaan menunjukan fenomena bahwa Gereja perlahan-lahan dirugikan oleh karena kehilangan hak-hak Gereja, maka Uskup dan imamnya atau religius lain (suster, bruder) dapat terlibat aktif dalam politik.
•b. Keterlibatan imam dalam politik praktis diperbolehkan karena keadaan masyarakat menuntut. Karena situasi masyarakat dan kehidupan manusia yang jauh dari kesejahteraan, menggerakan hati Gereja untuk terlibat (bdk. GS, 1). Gereja tidak bisa berpangku tangan dan membiarkan keadaan masyarakat sekitar penuh dengan penderitaan dan tidak manusiawi. Gereja harus memajukan kesejahteraan umum (bdk. definisi politik).
•c. Politik itu tanda dan sarana keselamatan (bdk. Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik, Penerbit Lamalera, Yogyakarta 2008). Dalam sejarah Gereja, politik menjadi bagian tak terpisahkan dari tugas Gereja untuk mewartakan kabar gembira, karya keselamatan Allah bagi dunia. Karena itu jika seorang imam berpolitik diperbolehkan secara yuridis (aturan Gereja) karena keadaan masyarakat yang menuntutnya demi keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.
•d. Dalam prosedur imam yang terjun ke politik praktis hendaknya diindahkan aturan Gereja, yakni imam tersebut harus meminta izin dahulu dari ordinaris setempat. Paling tidak dia memberikan alasan yang kuat untuk terjun ke dunia politik praktis. Keterlibatan imam guna membela hak-hak Gereja yang terampas oleh kekuasaan harus mendapat dukungan dari Uskup atau pemimpin umum tarekat religius yang bersangkutan. Dengan ikut serta berpolitikl secara praktis memajukan kesejahteraan umum melalui politik, Gereja akan semakin signifikan dan relevan kehadirannya bagi dunia dan masyarakat.
•4. Namun demikian…
Namun demikian, tugas pokok panggilan imam (religius) adalah bidang kerohanian. Politik jelas berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dunia, dimana kaum awam kristiani berkiprah. Jika imam bersama awam terlibat politik praktis maka janganlah dilupakan agar Imam yang berpolitik tidak meninggalkan panggilan hidupnya. Jika keadaan masyarakat telah berubah dan menjadi baik, jangan lupa imam itu kembali ke dasar panggilannya (back to basic), sebagai seorang Gembala yang melayani umat demi keselamatan jiwa-jiwa. Pertanyaan lanjut adalah dengan cara apa imam dapat terlibat dalam kancah politik dan bidang mana dari kehidupan masyarakat yang menjadi medan karya politik bagi seorang imam (sesuai dengan kompetensinya)?
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.