Mengurbankan Hidup
(Ide Homili)
Stephanie dan Jeanne Bigard: Pemrakarsa, Penyantun Pendidikan imam
Tatkala merayakan Minggu Panggilan Doa Sedunia, kita selalu terkenang akan nama dua wanita yang kita kagumi yakni : Ibu Stephanie Bigard dan putri jelitanya Jean Bigard. Dua wanita, Sang Ibu dan anak, adalah pencinta calon-calon imam dan para imam, lebih lagi imam-imam Gereja lokal, di tanah misi.
Sang Ibu dan putrinya adalah Pemrakarsa, Pendiri Serikat Kepausan untuk promosi panggilan imam pada tahun 1889 di Caen, Prancis. Serikat ini kemudian diresmikan menjadi Serikat Kepausan 1922 oleh Paus Pius XI. Tujuannya adalah membantu pendidikan Calon Imam dan Hidup Bakti Gereja lokal dalam bentuk doa dan derma.
Kedua wanita ini sugguh menarik perhatian Gereja semesta sebab mereka dapat menjadi teladan yang patut dicontohi oleh keluarga- kelurga Kristiani pada era kita kini. Sang ibu dan putrinya sangat peduli akan panggilan Gereja lokal, memerhatikan keterbatasan dana dan fasilitas pendidikan calon imam, berdoa dan memberi derma untuk pendidikan khusus menjadi imam dan hidup bakti.
Kita mengenal sebuah semboyan yang diwariskannya bagi Gereja semesta adalah “Panenan mucul dan benihnya bertumbuh subur hanya melalui doa yang terus menerus”. Motto itu tentu saja lahir dari suatu pengalaman iman yang mendalam bahwa Panggilan itu bearasal dari Tuhan dan ‘Doa menjadi sumber kesuburan dan ketahanan dalam mengikuti undangan Tuhan’.
Panggilan berasal dari Tuhan, Sang Empunya Tuaian
Paus Benediktus XVI menyadarkan kita, bahwa Panggilan adalah inisiatif Allah, prakarsa Allah, anugerah Allah. Manusia menjawab panggilan Allah, bekerja sama dengan rahmat Allah dalam sikap iman, percaya, pasrah diri pada Allah, berdoa terus menerus dan dengan penuh harapan.
Panggilan menjadi imam, biarawan-biarawati, dan misionaris itu berasal dari Tuhan : “Tuian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu”(Mat 9:39) . Manusia yang terpanggil diminta untuk menjawab undangan Tuhan dengan penuh rasa syukur, iman yang teguh dan komitmen yang tangguh terhadap Tuhan, Sang Empunya tuaian. Orang-orang yang terpanggil diminta untuk mengakrabkan diri dengan Tuhan dalam keheningan, dalam doa dan dalam penegasan Roh. Tuhan mengaruniakan segala berkat dan kekuatan rohani bagi orang-orang terpanggil, agar hidup suci di hadapan Wajah-Nya yang kudus dan tak mudah menyerah pada tantangan zaman ini (Ef 1:34).
Bapa Suci juga menegaskan bahwa orang-orang terpanggil diutusnya untuk ‘berbagi hidup’ dalam bentuk pewartaan Sabda Allah, pelayanan kemanusiaan dan kesaksian sejati bagi saudara-saudari yang sangat memerlukan bantuannya. Orang-orang terpanggil dituntut untuk berkurban, memberi hidupnya, menggandakan bakat-talentanya, membaktikan dirinya bagi kebahagiaan sesamanya, terlebih bagi saudara-saudari yang tak beruntung dan sangat tenderita (Bdk Mat 25: 14-30, 35-36, 40).
Para gembala dan para imam dituntut untuk setia mempersembahkan ekaristi suci, memaklumkan sabda yang menyejukkan hati, melayani sakramen-sakramen yang menyelamatkan, mengunjungi keluarga-keluarga yang melarat dan tertekan. Ungkapan kasih kegembalaan ini merupakan daya-daya rohani yang meneguhkan iman dan memberikan harapan bagi umatnya. Pelbagai bentuk pelayanan kasih itu tentu saja dapat membangkitkan jiwa dan memberi daya hidup baru bagi kawanan domba umat yang lapar dan haus akan cinta-nyata, terutama umat yang tenggelam dalam bisnis duniawi dan yang mengalami kekosongan hidup rohaninya. Para Pelayan Tuhan, orang-orang terpanggil, mesti melakukan tugas perutusan ini dalam kepatuhannya kepada perintah Tuhan, Sang Empunya Tuaian : “Guru, karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” (bdk Luk 5:5 ). “..karena Engkau menyuruhnya … aku menebarkan jala cinta”. Inilah sikap ketaatan atas perintah Tuhan. Seorang murid mesti taat pada Sang Guru, Penganugerah Panggilan.
Paus Benediktus ke-16, dengan keyakinan imannya yang teguh, menerangkan bahwa Ekaristi merupakan puncak prakarsa Allah Bapa yang mengutus Yesus Kristus, Putra-Nya demi keselamatan umat manusia, dan Ekaristi merupakan puncak kepatuhan dan kerelaan penuh dari Yesus Kristus untuk minum ‘pila’ kehendak Allah Bapa( Mat 26:39). Dalam ekaristi itu terjadi dialog panggilan antara Allah Bapa sebagai Pemrakarsa Panggilan dan jawaban Yesus, Sang Putra, dengan penuh iman, menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapa-Nya.
Dalam Ekaristi itu, Kristus sendiri hadir dalam diri para imam yang telah dipilih sebagai pelayan-pelayan-Nya. Kristus yang menetapkan para imam itu menguatkan hati dan iman para imam yang telah ditetapkan-Nya dalam menghadapi pelbagai kecemasan hidup, atau tatkala mereka merasa kesepian, kesendirian, tidak diterima dan tidak dihargai, bahkan ketika dianiaya (bdk 8, 35-39). Ekaristi yang dipersembahkan oleh para imam setiap hari, Tubuh dan Darah Kristus yang disantap-Nya, menjadikan para imam bersatu secara akrab-mesra dengan Kristus, menjadi sumber kekuatan bagi hidup dan misi para imam. Dia yang memanggil dan mengutus para imam, Dia pulalah yang menjamin hidup para imam-Nya hari ini dan selamanya :”Aku senantiasa menyertai kamu sampai kepada akhir zaman” (bdk 28: 20).
Dipanggil untuk mengurbankan hidup
“Gembala yang baik mengurbankan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya”
(bdk. Yoh 10:11).
Yesus, Sang Empunya kawanan, dengan amat tegas menyebut dirinya ‘Gembala yang baik”. Dia telah menyerahkan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya. Sikap khas seorang gembala yang baik ialah mengurbankan hidup-nya secara sukarela bagi keselamatan domba-domba-nya. Yesus Kristus menyerahkan nyawa-Nya, sebagai bukti ketaatan tanpa syarat seorang Anak kepada kehendak Bapa-Nya. Yesus Kristus, Sang Gembala Baik rela mempertaruhkan hidup-Nya atas cara yang tepat guna, yaitu demi keselamatan domba-domba, umat-Nya (Yoh 10:11.17-18).
Sebagai Gembala yang baik, Kristus mengenal domba-domba-Nya dan mereka mengenal Dia. “MENGENAL” mengandaikan adanya suatu hubungan pribadi yang akrab, yang dapat menyapa setiap domba, masing-masing menurut namanya (Yoh 10:12). Mengenal nama dan kebutuhan pribadi, membantu Sang Gembala yang baik untuk memperhatikan, memelihara, membela, memperjuangkan nasibnya, melindungi kawanan dombanya terhadap serangan binatang buas dan aneka ancaman dunia (Yoh 10:8.12), menghimpun dan mempersatukan domba-domba yang tercerai-berai, bahkan merangkul kawanan domba lain yang tak bergembala dan tidak mendapat perhatian dari gembalanya. Wujud tanggung jawab terhadap komitmen panggilan dan perutusan Bapa-Nya, memotivasi Yesus untuk rela mengurbankan hidup-Nya demi keselamatan kekal domba-domba-Nya (bdk Yoh 10:11).
Dipanggil untuk menjadi Anak Allah
Semua umat Krsitiani, dipanggil untuk menjadi Anak Allah. Menjadi Anak Allah. sesungguhnya merupakan kasih karunia Allah, bukan hanya karena diciptakan oleh Allah, melainkan karena dicintai dan diberi hidup oleh Allah. Yohanes menulis :”Lihatlah, betapa besarnya kasih Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah” (1Yoh 3:1)
Dipanggil untuk menjadi Anak Allah merupakan suatu proses perjuangan seumur hidup. Bila seorang terpanggil berkata “ya” terhadap panggilan dan perutusan Allah, dia harus hidup sesuai dengan kehendak Allah. Seorang terpanggil harus membiarkan dirinya dibentuk oleh Roh Kudus untuk menjadi sama seperti Kristus, taat kepada kehendak Allah Bapa. Seorang terpanggil harus rela mengurbankan keinginan manusiawinya, dan hanya melakukan perintah Tuhan, supaya dia dapat menjadi Anak Allah, layak menjadi manusia bagi Allah dan manusia bagi sesamanya.
Berdoa Mohon Panggilan Khusus,
Pada Hari Minggu Doa Panggilan Sedunia ini, Bapa Suci Paus Benediktus XVI, mendesak kita sekalian untuk berdoa lebih tekun mohon panggilan menjadi imam, frater, bruder, suster dan misionaris. Bapak Suci mengajak kita semua berdoa bagi keluarga-keluarga Katolik agar mereka rela mempersembahkan putra-putrinya bagi kepentingan misi Gereja sejagat. Calon-calon imam, biarawan-biarawati yang baik berasal dari keluarga yang baik . Keluarga-keluarga Katolik harus mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik yang benar dan mengetuk hati putra-putrinya untuk rela menjawab panggilan Tuhan.
Bapa Suci juga mengimbau Serikat-serikat Misi, Komunitas-komunitas formasi untuk terus berdoa memohon panggilan khusus ini. Selain berdoa, bersama Serikat-Serikat Misi Kepausan, seluruh warga Gereja Katolik, didorong untuk turut bertanggung jawab bagi Gereja semesta, dengan memberikan derma solidaritas seperti Si Janda miskin dalam Injil dan Keluarga Stephani-Jeane Bigard Prancis bagi pendidikan dan pembentukan calon-calon imam dan biarawan-biatawati di daerah-daerah misi.
Doa dan Derma kita menjadi kurban yang hidup bagi karya perutusan Gereja semesta.
Dalam perlindungan Santa Maria, Ratu Para Rasul dan Bunda kita,
kita mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan, Sang Empunya Tuaian,
kita mengurbankan diri kita bagi kawanan domba-domba-Nya
di Komunitas Basis, Paroki, Keuskupan kita
kita memberi diri, tenaga , doa dan derma kita bagi karya misi Gereja sejagat.
Aku rela mengurbankan hidupku!
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.