Beranda OPINI Ide Homili Hari Minggu Panggilan Sedunia 2009

Ide Homili Hari Minggu Panggilan Sedunia 2009

Mengurbankan Hidup
(Ide  Homili)

Stephanie dan Jeanne Bigard:  Pemrakarsa, Penyantun Pendidikan  imam 

Tatkala  merayakan  Minggu Panggilan  Doa  Sedunia, kita selalu   terkenang akan nama   dua  wanita   yang kita  kagumi yakni :  Ibu  Stephanie  Bigard dan   putri jelitanya  Jean  Bigard. Dua wanita, Sang Ibu dan anak,  adalah  pencinta calon-calon  imam dan para imam, lebih lagi imam-imam   Gereja   lokal,  di tanah misi.

Sang Ibu dan putrinya adalah Pemrakarsa, Pendiri  Serikat Kepausan untuk promosi  panggilan imam  pada  tahun 1889 di Caen, Prancis. Serikat ini kemudian diresmikan menjadi Serikat Kepausan  1922  oleh Paus  Pius XI.   Tujuannya  adalah membantu pendidikan Calon  Imam   dan  Hidup Bakti  Gereja lokal  dalam bentuk doa  dan derma.

Kedua wanita ini sugguh menarik   perhatian  Gereja semesta sebab mereka dapat menjadi  teladan  yang patut  dicontohi  oleh keluarga- kelurga  Kristiani  pada  era  kita kini. Sang ibu  dan putrinya  sangat peduli akan   panggilan  Gereja lokal,   memerhatikan keterbatasan dana dan  fasilitas  pendidikan  calon imam, berdoa   dan memberi derma   untuk  pendidikan  khusus  menjadi imam dan  hidup bakti.

Kita mengenal  sebuah semboyan  yang diwariskannya  bagi  Gereja semesta adalah “Panenan mucul dan  benihnya   bertumbuh subur hanya  melalui doa  yang terus menerus”.  Motto  itu  tentu  saja lahir dari suatu pengalaman iman  yang   mendalam  bahwa  Panggilan itu   bearasal dari  Tuhan   dan    ‘Doa  menjadi sumber  kesuburan dan  ketahanan  dalam   mengikuti   undangan  Tuhan’.

Panggilan  berasal dari  Tuhan,  Sang Empunya  Tuaian

Paus Benediktus XVI menyadarkan kita, bahwa Panggilan  adalah  inisiatif  Allah,  prakarsa  Allah, anugerah Allah. Manusia menjawab panggilan Allah, bekerja sama dengan rahmat  Allah   dalam   sikap iman,  percaya, pasrah diri  pada  Allah,  berdoa  terus  menerus dan  dengan penuh harapan.

Panggilan  menjadi  imam, biarawan-biarawati,  dan  misionaris  itu  berasal dari  Tuhan : “Tuian  memang  banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena  itu mintalah kepada tuan yang  empunya tuaian, supaya Ia  mengirimkan pekerja-pekerja  untuk tuaian itu”(Mat 9:39) .  Manusia  yang  terpanggil  diminta  untuk  menjawab  undangan Tuhan  dengan  penuh rasa syukur, iman   yang teguh dan komitmen  yang  tangguh  terhadap  Tuhan, Sang Empunya  tuaian.   Orang-orang yang terpanggil   diminta  untuk mengakrabkan diri dengan  Tuhan  dalam keheningan,  dalam doa dan   dalam  penegasan  Roh.    Tuhan mengaruniakan segala  berkat  dan kekuatan  rohani  bagi orang-orang terpanggil,  agar hidup suci  di hadapan Wajah-Nya  yang kudus dan  tak mudah  menyerah pada tantangan  zaman  ini (Ef 1:34).

Bapa Suci  juga  menegaskan  bahwa  orang-orang  terpanggil   diutusnya  untuk  ‘berbagi hidup’  dalam   bentuk pewartaan Sabda  Allah, pelayanan  kemanusiaan dan  kesaksian sejati bagi saudara-saudari yang sangat memerlukan bantuannya. Orang-orang terpanggil  dituntut  untuk  berkurban, memberi hidupnya,  menggandakan bakat-talentanya,  membaktikan dirinya   bagi  kebahagiaan sesamanya, terlebih    bagi saudara-saudari   yang   tak beruntung  dan sangat  tenderita  (Bdk Mat 25: 14-30,  35-36,  40).

Para  gembala dan   para  imam   dituntut  untuk  setia   mempersembahkan ekaristi  suci, memaklumkan  sabda  yang menyejukkan  hati,   melayani sakramen-sakramen  yang menyelamatkan, mengunjungi  keluarga-keluarga  yang  melarat dan tertekan. Ungkapan kasih  kegembalaan  ini  merupakan   daya-daya rohani   yang  meneguhkan iman  dan memberikan  harapan  bagi umatnya.  Pelbagai  bentuk pelayanan   kasih   itu   tentu saja  dapat   membangkitkan jiwa dan   memberi daya  hidup baru  bagi  kawanan domba umat  yang  lapar dan haus akan cinta-nyata, terutama  umat yang  tenggelam  dalam  bisnis duniawi  dan yang mengalami  kekosongan  hidup rohaninya.     Para Pelayan  Tuhan,  orang-orang terpanggil,   mesti  melakukan  tugas  perutusan ini  dalam kepatuhannya  kepada  perintah  Tuhan,  Sang  Empunya  Tuaian : “Guru, karena Engkau  menyuruhnya, aku akan  menebarkan jala  juga” (bdk Luk 5:5 ). “..karena  Engkau  menyuruhnya … aku  menebarkan jala cinta”.  Inilah sikap   ketaatan atas  perintah Tuhan.  Seorang murid  mesti taat  pada  Sang  Guru,  Penganugerah  Panggilan.

Paus  Benediktus ke-16, dengan  keyakinan  imannya  yang teguh,  menerangkan  bahwa  Ekaristi  merupakan  puncak  prakarsa Allah  Bapa  yang mengutus  Yesus Kristus, Putra-Nya   demi  keselamatan umat manusia,  dan Ekaristi    merupakan  puncak kepatuhan dan kerelaan  penuh dari Yesus Kristus  untuk minum ‘pila’ kehendak Allah Bapa( Mat 26:39).   Dalam  ekaristi  itu terjadi  dialog  panggilan  antara  Allah  Bapa  sebagai Pemrakarsa Panggilan dan jawaban Yesus, Sang Putra,  dengan  penuh  iman,   menyerahkan  diri seutuhnya  kepada kehendak  Bapa-Nya.

Dalam Ekaristi itu,  Kristus  sendiri  hadir  dalam diri para imam  yang  telah  dipilih sebagai pelayan-pelayan-Nya. Kristus yang menetapkan  para imam itu  menguatkan  hati dan iman  para imam  yang telah ditetapkan-Nya  dalam menghadapi pelbagai  kecemasan hidup, atau tatkala mereka merasa  kesepian, kesendirian, tidak diterima dan tidak dihargai, bahkan  ketika dianiaya (bdk 8, 35-39). Ekaristi yang dipersembahkan oleh para imam setiap  hari, Tubuh dan Darah Kristus  yang disantap-Nya,  menjadikan para  imam  bersatu secara akrab-mesra dengan Kristus,  menjadi  sumber kekuatan bagi  hidup dan misi  para  imam.  Dia yang  memanggil dan mengutus  para imam, Dia pulalah yang menjamin hidup para imam-Nya hari ini dan selamanya :”Aku senantiasa  menyertai kamu sampai kepada  akhir zaman” (bdk  28: 20).

Dipanggil untuk mengurbankan hidup

“Gembala yang  baik  mengurbankan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya”

 (bdk. Yoh 10:11).

Yesus, Sang  Empunya  kawanan, dengan amat tegas menyebut dirinya  ‘Gembala yang baik”.  Dia telah menyerahkan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya.  Sikap khas  seorang gembala yang baik ialah mengurbankan hidup-nya secara sukarela bagi keselamatan domba-domba-nya.  Yesus Kristus  menyerahkan nyawa-Nya, sebagai bukti ketaatan tanpa syarat  seorang  Anak kepada  kehendak  Bapa-Nya.  Yesus  Kristus, Sang  Gembala  Baik  rela mempertaruhkan hidup-Nya atas cara yang tepat guna, yaitu demi keselamatan domba-domba, umat-Nya (Yoh 10:11.17-18).

Sebagai  Gembala yang baik, Kristus   mengenal domba-domba-Nya dan mereka mengenal Dia.  “MENGENAL” mengandaikan adanya suatu hubungan  pribadi yang akrab, yang dapat menyapa setiap  domba, masing-masing menurut namanya (Yoh 10:12). Mengenal  nama  dan kebutuhan pribadi, membantu Sang  Gembala  yang  baik  untuk   memperhatikan, memelihara, membela, memperjuangkan nasibnya, melindungi  kawanan dombanya terhadap   serangan binatang buas  dan aneka  ancaman dunia (Yoh 10:8.12),  menghimpun  dan mempersatukan  domba-domba  yang  tercerai-berai, bahkan  merangkul  kawanan domba lain  yang  tak bergembala dan  tidak  mendapat perhatian dari gembalanya.    Wujud tanggung jawab  terhadap komitmen panggilan dan perutusan Bapa-Nya, memotivasi Yesus   untuk  rela  mengurbankan  hidup-Nya   demi keselamatan  kekal domba-domba-Nya (bdk  Yoh 10:11).

Dipanggil  untuk menjadi Anak Allah

Semua  umat Krsitiani,  dipanggil   untuk menjadi  Anak  Allah.  Menjadi  Anak  Allah.  sesungguhnya   merupakan kasih  karunia  Allah, bukan hanya  karena diciptakan oleh  Allah, melainkan karena dicintai dan diberi hidup oleh Allah. Yohanes menulis :”Lihatlah, betapa besarnya  kasih Bapa  kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak  Allah” (1Yoh 3:1)

Dipanggil untuk menjadi   Anak   Allah  merupakan suatu  proses  perjuangan seumur  hidup.  Bila  seorang  terpanggil berkata “ya”  terhadap   panggilan  dan perutusan  Allah,  dia  harus hidup sesuai dengan  kehendak  Allah.   Seorang terpanggil  harus membiarkan dirinya dibentuk  oleh Roh Kudus  untuk menjadi  sama  seperti Kristus, taat  kepada  kehendak Allah Bapa. Seorang terpanggil harus rela mengurbankan keinginan  manusiawinya,  dan hanya  melakukan perintah  Tuhan,  supaya  dia   dapat menjadi  Anak  Allah,  layak menjadi manusia  bagi  Allah  dan  manusia bagi sesamanya.

Berdoa  Mohon Panggilan Khusus,

Pada  Hari Minggu  Doa Panggilan   Sedunia   ini,  Bapa  Suci  Paus  Benediktus  XVI,  mendesak  kita sekalian   untuk  berdoa lebih  tekun   mohon  panggilan  menjadi imam,  frater, bruder,  suster dan misionaris.  Bapak Suci  mengajak   kita  semua  berdoa bagi keluarga-keluarga   Katolik   agar mereka  rela mempersembahkan  putra-putrinya  bagi  kepentingan   misi  Gereja sejagat.    Calon-calon   imam, biarawan-biarawati  yang baik  berasal dari  keluarga  yang baik . Keluarga-keluarga Katolik harus  mendidik   anak-anaknya dalam iman  Katolik  yang benar  dan mengetuk hati   putra-putrinya   untuk  rela  menjawab  panggilan  Tuhan.

Bapa  Suci juga  mengimbau  Serikat-serikat Misi,   Komunitas-komunitas formasi untuk  terus  berdoa  memohon  panggilan khusus ini.   Selain berdoa,   bersama  Serikat-Serikat  Misi  Kepausan,   seluruh warga  Gereja  Katolik,   didorong  untuk    turut  bertanggung  jawab  bagi Gereja semesta,  dengan  memberikan  derma solidaritas seperti   Si Janda  miskin  dalam Injil   dan   Keluarga   Stephani-Jeane  Bigard  Prancis   bagi   pendidikan dan pembentukan  calon-calon    imam dan  biarawan-biatawati di  daerah-daerah misi.

Doa dan Derma kita menjadi  kurban  yang hidup  bagi  karya  perutusan  Gereja semesta.
Dalam perlindungan  Santa Maria,  Ratu Para Rasul dan Bunda  kita,
kita mempersembahkan  hidup  kita  kepada  Tuhan,  Sang   Empunya  Tuaian,
kita  mengurbankan  diri  kita  bagi  kawanan  domba-domba-Nya
di Komunitas  Basis,  Paroki, Keuskupan kita
kita   memberi diri, tenaga , doa dan  derma kita   bagi   karya misi  Gereja sejagat.
Aku  rela  mengurbankan hidupku!