Suatu malam, Janet (sebut saja begitu namanya) duduk termenung di ruang tamu. Tiada cahaya menemaninya malam itu. Ia duduk sendirian. Anak-anaknya yang masih kecil ia tinggalkan di kamar. Matanya menerawang jauh. Sesekali ia melap matanya yang sembab. Ia sedang menangis. Baru saja suaminya memarahinya, karena hal yang sangat sepele. Ia sudah minta maaf, tetapi suami belum mau mengampuninya. Janet tidak habis pikir, suami yang begitu ia cintai ternyata masih menyimpan dendam. Suaminya seolah tidak mau tahu.
Dalam keheningan malam itu, ia berdoa agar Tuhan membuka hati suaminya. Ia yakin, kasih dan kesetiaan Tuhan akan mendorong suaminya mau mengampuni kesalahannya. Doanya itu berhasil. Tidak lama kemudian, suaminya mencarinya. Ia menemukan Janet sedang berada dalam kegelapan di ruang tamu.
Tidak banyak bicara, suaminya langsung memeluk dan menciumnya.
Ia berbisik, “Saya mohon maaf. Saya terlalu kejam terhadapmu.”
Hati Janet berbunga-bunga. Ternyata suaminya mau meminta maaf. Ia pun memaafkan suaminya dengan hati yang tulus dan bening. Malam itu menjadi malam yang sangat menggembirakan hatinya. Suatu malam yang sungguh-sungguh nikmat bagi jiwanya yang lara.
Sikap mudah mengampuni adalah gaya hidup orang yang berhikmat atau orang yang bijaksana. Orang yang demikian mampu melihat segala sesuatu dengan mata hatinya yang jernih. Ia sadar bahwa setiap orang tidak luput dari kesalahan. Ada tingkat kesalahan yang dianggap kecil, ada pula yang dianggap fatal. Sebenarnya tidak ada kesalahan yang fatal. Yang ada adalah kesalahan yang berakibat berat untuk mendatangkan pengampunan.
Namun orang bijak mampu memberikan pengampunan terhadap kesalahan yang besar sekali pun. Suami dalam kisah tadi adalah orang yang bijaksana. Ia mampu mengampuni istrinya. Ia tidak memikirkan lagi seberapa besar dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan istrinya.
Untuk itu, orang mesti memiliki hati yang jernih. Hati seperti ini mampu menerima segala sesuatu, termasuk yang bisa mendatangkan luka dan sakit hati. Hati yang mampu menyisihkan dengki, dendam, amarah dengan mudah dan tidak memberi kesempatan terlalu lama terhadap perasaan.
Hati yang jernih adalah hati yang selalu rendah hati, tanpa harus merasa minder, hina dan terpuruk. Hati yang berhenti pada selera, bukan nafsu untuk membalas dendam dan melampiaskan sakit hati.
Dalam pengajaran-Nya, Yesus berkata, “Yang sedikit diampuni, sedikit pula berbuat kasih.” Yesus menghubungkan pengampunan dengan kasih. Artinya, kasih menjadi landasan hidup orang beriman. Orang yang mengampuni itu orang yang memiliki kasih yang besar kepada sesamanya.
Sebagai orang beriman, kita ingin mewujudkan kasih kita dengan mengampuni sesama yang bersalah kepada kita. Ketika kita mengampuni kesalahan sesama itu, kita mendapatkannya kembali. Kita membawanya kembali kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Mari kita berusaha untuk senantiasa mengampuni sesama dengan hati yang jernih.
Keterangan foto: pengampunan (foto: ladyraw.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.