Manusia sesungguhnya makhluk yang selalu menginginkan apa yang memuaskan dirinya. Orang Kristiani dengan tantangan salib, juga mendapat ajakan untuk menghayati makna penderitaan dan kesulitan dalam perjalanan hidup ini. Yesus sudah mengatakan bahwa siapa yang ingin mengikuti-Nya harus memikul salibnya. Cfr. Lk 9:23-24.
Pada permulaan minggu sengsara dalam masa liturgis, kita khususnya memusatkan pikiran dan hati kita kepada Yang Tersalib, Penebus dan Penyelamat manusia. Kita mengawali hari-hari suci dengan perayaan Hari Minggu Palma, di mana kita mengenang perjalanan kemuliaan dan sekaligus pertanda kesengsaraan Tuhan Yesus sebagai manusia. Kerumunan orang yang bersorak-sorai atas kehadiran Mesias yang datang atas nama Tuhan: suatu panorama yang luar biasa, di mana kehadiran Kristus menyapa semua yang hadir.
Nyatanya, panorama yang mulia dan bergairah hanyalah suatu bagian dari rantai peristiwa-peristiwa yang pada akhirnya berujung di kayu salib: “Salibkanlah Dia”. Di dalam perjalanan ini terdapat dua sosok yaitu Yudas Iskariot dan Petrus, pengkhianat dan penyangkal. Dua sosok yang menggambarkan sikap manusia terhadap kebaikan Tuhan. Menurut pandangan manusiawi Yudas gagal total sebagai murid kristus, sedangkan Petrus mengalami perubahan jati diri, sehingga Tuhan menaruh kepercayaan padanya dan menyerahkan tanggungjawab kepemimpinan dalam perjalanan bersama para orang percaya.
Yesus sadar seutuhnya akan apa yang menimpa diri-Nya. Yesus taat pada kehendak Bapa-Nya seutuhnya dan sepenuhnya. Di dalam ketaatan yang bercorak ilahi ini, para murid Kristus belajar bagaimana menjadi berkenan kepada Allah dan sesama. Oleh karena itu, dengan memandang Yang Tersalib, kita belajar kembali bagaimana menjadi manusia sejati, yaitu berani mengosongkan diri menurut teladan gaya hidup Yesus dalam dunia kita, justeru di tengah pelbagai kesulitan dan tantangan pergolakan dan keprihatinan hidup. Cfr. Lk 14:25-34.
Lingkungan hidup kita yang penuh dengan pelbagai keinginan dan tindak tanduk memerlukan kehadiran yang patut diteladani: Yang Tersalib adalah teladan hidup iman kita. Kita tidak saja datang kepada Yesus seperti biasanya semua orang, tetapi kita datang menimba kekuatan dari Yang Tersalib, sumber hidup iman kita. Persahabatan dengan Yang Tersalib adalah wujud dari keutuhan dan kesejatian hidup Kristiani dan itulah kegirangan iman Kristiani yang perlu mendapat perhatian dalam Tahun Hidup Bakti. Hubungan yang benar dengan Yang Tersalib akan memberikan makna perjuangan hidup kita, karena di dalamnya kita menemukan sukacita yang tidak mungkin diberikan oleh kemuliaan duniawi. Cfr. Fil 2:1-11.
Perayaan Hari Minggu Palma mengingatkan kita akan suatu gambaran perjalanan hidup iman kita sewaktu kita berjumpa dengan Yang Terurapi: kita menyatukan diri dengan gaya hidup Yesus yang datang ke dunia untuk menyerahkan diri demi kebaikan semua orang. Demikianlah manusia beriman di jaman ini mudah-mudahan semakin bergairah dalam menyambut kehadiran Yesus dalam perjuangan hidupnya. Dengan membangun “hidup sehat dan berkecukupan” sebagaimana dianjurkan dalam tema APP 2015, para murid Kristus membangun pribadinya dan hubungan dengan sesama dalam konteks keutuhan ciptaan berdasarkan sikap dasar Yesus Kristus yang taat kepada Bapa sampai wafat di kayu salib. Yang Tersalib menjadi panutan kita dalam melaksanakan tanggungjawab sosial ekonomi di dunia, karena itulah tanggungjawab manusia dalam menjaga dan memelihara keutuhan hidup yang dianugerahkan Tuhan demi kebaikan semua orang. Pembangunan hidup sehat dan berkecukupan yang dilakukan dalam pergumulan hidup mudah-mudahan selalu terbuka dan penuh syukur kepada kehadiran Tuhan yang sungguh memahami persoalan hidup kita.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.