RABU (13/5/2015) siang di hari kedua Pekan Komunikasi Sosial Nasional Konferensi Waligereja Indonesia (PKSN-KWI) suasana Aula Lux Ex Oriente Katedral Sorong, Papua riuh dengan suara siswa-siswa sekolah menengah atas berkaos merah muda. Semua mata tertuju pada panggung berlatar kain putih kuning dengan dua meja tanggung berisi tiga orang siswa saling berhadapan masing-masing beradu argumen.
Suasana debat terlihat serius dan tegang karena masing-masing anak berusaha mempertahankan argumennya.Tidak tanggung-tanggung topik yang mereka perdebatkan cukup seru sekitar hukuman mati bagi bandar narkoba, merokok menyebabkan kualitas anak bangsa menurun, pergaulan di media sosial, UU pornografi, hingga soal kewajiban hukuman mati para koruptor Indonesia.
Sebelumnya, panitia telah menyiapkan setidaknya 21 materi (mosi) yang diperdebatkan dalam lomba yang dibagi dalam empat sesi, penyisihan, perempat final, semi final dan final. Lomba yang menggunakan metode Australs Parliamentary ini baru pertama kali dicoba di Sorong. Namun rupanya anak-anak ini tampak sudah langsung bisa membawakannya dengan mudah.
Proses tidak terlalu sulit karena ketiga peserta dari masing-masing kelompok hanya sekali diperkenankan menyampaikan mosi dan argumen plus satu pidato jawaban untuk masing-masing kelompok. Total waktu hanya sembilan menit untuk masing-masing kelompok.
Salah satu debat yang menarik adalah saat topik hukuman mati bagi bagi bandar narkoba. Kelompok yang pro yakni SMA 3 grup 2 berpendapat bahwa hukuman mati itu perlu karena narkoba telah merusak, dan membunuh generasi muda. Lebih baik menghilangkan satu nyawa, untuk menyelamatkan ratusan bahkan ribuan nyawa.
“Seperti nenek monyang kita, saat mengalahkan musuh, maka rajanya dulu yang dikalahkan. Demikian pula untuk memberantas narkoba, yakni dengan menangkap bandar Narkoba. Dan menghukum seberat-beratnya supaya memberi efek jera.” Demikian pendapat dari ketua tim pro yang disebut dengan Prime Minister grup SMA Negeri 3 kota Sorong.
Sementara kelompok yang kontra dari SMK 1 KAB SORONG grup 1 mengatakan hukuman mati itu telah melanggar hak asasi manusia.”Kenapa para bandar dan pengedar Narkoba tidak dihukum seumur hidup saja? Tuhan saja memberi kesempatan manusia untuk bertobat? kenapa manusia tidak? Bahkan hukuman mati juga telah merusak hubungan baik dengan negara yang warganya di hukum mati di negara kita?.” Begitu jawaban Ketua tim oposisi tentang terhadap hukuman mati yang disambut tepuk tangan para pendukungnya.
Menarik karena setidaknya tema ini masih hangat dan para siswa menurut ketua tim juri, Abdi Susanto menganggap mereka menguasai masalah yang ada. “Sebagian besar topik yang masih hangat dan aktual membuat suasana lebih hidup karena kebanyakan dari anak-anak ini menguasai topik,”ujar Abdi.
Lomba debat diikuti 14 Kelompok yang datang dari 7 sekolah se-kota Sorong-Papua yang akhirnya dimenangi oleh SMA Negeri 3 Kota Sorong sebagai juara pertama, SMA YPPK Augustinus juara kedua dan SMA Seminari Petrus van Diepen juara ketiga. Selain Abdi Susanto sebagai juri ketua, tm penilai terdiri diperkuat oleh RD. Antonius Harianto Sekretaris Komisi Kepemudaan KWI dan CEO Suara Surabaya Errol Jonathans.
Keterangan Foto : Para peserta lomba debat sedang mengambil undian / Foto : Retno Wulandari (Dok.Komsos KWI)
Praktisi di bidang Public Relation, Tim Komsos KWI