MIRIFICA.NET – Menteri Agama RI Yakut Cholil Qoumas, hadir di forum Pertemuan Nasional (Pernas) Komisi HAK KWI, pada hari kedua berlangsungnya kegiatan itu, Senin (7/3) petang.
Kehadiran Menteri Agama disambut antusias oleh panitia maupun peserta Pernas sebagai simbol kehadiran Negara dalam giat Gereja Katolik ini. Menteri Agama didampingi PLT. Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI Albertus Magnus Adiyarto Sumardjono beserta rombongan lainnya.
Saat tiba di ruang pertemuan Hotel Mercure, Nusa Dua, Bali, tempat Pernas diselenggarakan, langsung disambut sapaan kasih dari Ketua Komisi HAK KWI Mgr. Yohanes Harun Yuwono.
Kepada Menteri Agama, Mgr. Harun, yang juga Uskup Agung Palembang mengungkapkan, “Kami dengan antusias mendukung penguatan moderasi beragama yang merupakan program dari Kementerian Agama RI. Dari tahun lalu kami sudah mendengungkan tentang moderasi beragama sebab kami yakin moderasi beragama ini menjadi keniscayaan bagi keindonesiaan kita.”
Waktu selanjutnya diberikan sepenuhnya kepada Menteri Agama dan dipandu oleh Ketua Panitia sekaligus Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI RD. Agustinus Heri Wibowo.
Menteri Yakut Cholil Qoumas dalam kesempatan itu mengungkapkan apresiasi kepada Gereja Katolik atas terselenggaranya pertemuan ini dengan fokus perhatian pada penguatan moderasi beragama.
“Bagi saya pertemuan ini sangat penting. Hubungan saya dengan umat Katolik sudah cukup panjang, hingga saat ini ketika saya menjadi Menteri Agama,” katanya.
Menurut Menteri Yakut, ‘jargon’ Gereja Katolik 100% Katolik, 100% Indonesia sangat luar biasa, sebab itu menunjukkan keteguhan pada imannya sekaligus menyatakan kecintaannya pada bangsa dan negara.
Menteri Agama kemudian menceritakan pengalaman ‘indahnya’ bertemu Paus Frasiskus di Vatikan, sebelum dirinya menjadi Menteri Agama. “Di antara kita semua yang datang ke sini, mungkin tidak banyak orang yang bisa bertemu dan salaman dengan Paus Fransiskus. Saya sudah,” katanya yang disambut aplaus oleh peserta.
Menurut Menteri Yakut, Paus Fransiskus sangat mencintai Indonesia dan sedang berupaya untuk menghadirkan Paus ke Indonesia jika situasi sudah normal dari pendemi.
“Pertemuan dengan Paus merupakan pengalaman luar biasa. Kami diterima dengan sangat ramah,” kisahnya.
Di sisi lain, Menteri Agama juga mengatakan menyambut dengan baik bahwa hasil Pernas ini mau dibukukan menjadi sebuah buku pedoman moderasi beragama dari prespektif Katolik.
Sementara itu, terkait situasi kebangsaan Indonesia saat ini, menurut Gus Menteri, demikian akrab disapa, ada tiga hal yang menjadi PR besar.
Pertama adalah masih adanya kelompok umat yang merasa diri paling benar dan yang lain salah. Hal ini mengkwatirkan karena sejatinya Indonesia kaya dengan keberagaman agama dan perbedaan lainnya.
“Entitas keindonesiaan adalah entitas keberagaman, maka kalau tidak dikelola dengan baik ditambah masih ada kelompok yang merasa paling benar, ini tentu sangat mengkwatirkan,” ungkapnya.
Perlu disadari, lanjutnya, Indonesia ini merdeka atas perjuangan seluruh umat beragama di Indonesia, sehingga tidak boleh ada yang mengklaim paling memiliki Indonesia.
Pekerjaan rumah (PR) kedua menurut Menteri Agama adalah berkembangnya pemahaman ekstrim yang antara lain disebabkan oleh budaya impor.
Hal ketiga adalah banyak kelompok yang masih mempertanyakan konsesus nasional yaitu NKRI, Pancasila, UUD’45 dan Bhineka Tunggal Ika, yang sejatinya sudah final.
Mengenai moderasi beragama, Menteri Agama menegaskan, moderasi beragama itu merupakan pintu masuk menemukan solusi atas berbagai problem kehidupan beragama di Indonesia sehingga melahirkan Indonesia yang harmonis dan damai.
“Kita berharap lewat moderasi beragama ini, Indonesia dapat menjadi surga perdamaian maupun di dunia,” harapnya.
Di bagian akhir, Menteri Agama menegaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda supaya saling melengkapi, bukan untuk saling melenyapkan. “Semoga Indonesia ke depan semakin harmonis,” pungkasnya.
Usai pemaparan Menteri, Romo Heri Wibowo, selaku modertor mempersilahkan beberapa peserta mewakili regio, menyampaikan masukan-masukan tentang kearifan lokal di daerah masing-masing yang dapat mendukung penguatan moderasi beragama di Indonesia. *
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.