Sinode Para Uskup, Synod of Bishop, 2021-2023, Pope Francis, Paus Fransiskus, Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Catholic, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Keuskupan Indonesia, Gereja Lokal, Persekutuan, Partisipasi dan Misi, Communion, Paticipation, Mission Pewartaan, Sabda Tuhan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat
  • Pengantar
  • Konteks aktual
  • Gereja: Secara Konstitutif bersifat sinodal
  • Inspirasi dari Kitab Suci
  • Melaksanakan Sinode (di tingkat Keuskupan)
  • Penutup

I. Pengantar:

Undangan untuk melakukan ‘Sinode’  adalah undangan untuk berjalan bersama (syn-hodos). Umat beriman diundang sebagai communio untuk berpartisipasi bersama melaksanakan misi (communio-partisipasi-misi). Semua anggota Gereja dalam berbagai unit/kelompok yang beraneka ragam (paroki, komunitas basis, gerakan awam, komunitas religius dll) diundang untuk saling mendengarkan agar dapat mendengar bisikan Roh Kudus supaya dapat bersama-sama melaksanakan misi di dunia dengan lebih baik. Pertanyaan pokoknya adalah: “Bagaimana “perjalanan bersama”, yang sedang terjadi saat ini di pelbagai tingkatan yang berbeda (dari tingkat lokal ke tingkat universal), memungkinkan Gereja mewartakan Injil sesuai dengan misi yang dipercayakan kepadanya; dan langkah-langkah apa yang diminta oleh Roh Kudus untuk kita tempuh agar berkembang sebagai Gereja sinodal?”

II. Konteks aktual:

‘Dokumen Persiapan’ menyebutkan beberapa peristiwa dan situasi global yang turut mendorong dan mempengaruhi pelaksanaan sinode/berjalan bersama:

  • Pandemi covid-19: Di satu pihak pandemi membangkitkan kembali kesadaran bahwa umat manusia adalah satu komunitas global yang berada dan berlayar di perahu yang sama; kita hanya dapat diselamatkan secara bersama. Di lain pihak pandemi juga meningkatkan problem ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang sebelumnya sudah ada.
  • Dalam dirinya sendiri Gereja mengakui memiliki berbagai kekurangan iman maupun pelbagai kerusakan. Gereja dipanggil untuk memikul “beban budaya yang dipengaruhi oleh klerikalisme yang diwarisi dari sejarahnya, dan dengan bentuk-bentuk kekuasaan yang terkait dengan berbagai jenis penyalahgunaan (kekuasaan, ekonomi, hatinurani, dan seksual).” Berbagai bentuk perpecahan, pertentangan dan keretakan yang disebabkan alasan etnis, ras, kasta, bentuk stratifikasi sosial lain, kekerasan budaya dan struktural juga terjadi di dalam Gereja atau turut disebabkan oleh Gereja. Diperlukan jalan pertobatan bersama yang menuntut partisipasi aktif semua umat anggota Gereja.
  • Sudah banyak Gereja yang mempraktekkan/mewujudkan ciri sinodal dalam kehidupan nyata. Dan di mana ciri sinodal itu sudah dipraktekkan, nampak bahwa Gereja bertumbuh; partisipasi luas dari umat memberi dorongan baru bagi kehidupan gerejawi serta dalam melaksanakan misi. Sinode para uskup di tahun 2018 dan 2019 telah memperkuat tuntutan dan harapan agar orang muda dan perempuan mendapat tempat lebih untuk berpartisipasi dalam misi Gereja.

Hanya dengan sinode/berjalan bersama (mendengarkan, dialog, disermen dll), Gereja akan dapat setia melaksanakan misi yang dipercayakan kepadanya. Di samping itu Sinode/Berjalan bersama juga merupakan “tanda kenabian bagi keluarga umat manusia yang membutuhkan karya bersama untuk mewujudkan kebaikan semua.”

III. Secara Konstitutif, Gereja bersifat sinodal

Dokumen Persiapan juga menegaskan bahwa melaksanakan sinode merupakan sesuatu yang sesuai dengan sifat konstitutif Gereja, yaitu sinodal.

  • Sinodalitas merupakan ‘modus vivendi dan modus operandi’ khusus Gereja, yaitu sebagai persekutuan (communion) yang berjalan bersama, berkumpul, dan mengambil bagian (partisipasi) secara aktif dalam melaksanakan misi.
  • Pada milenium pertama, ‘berjalan bersama’ (mempraktekkan sinodalitas) merupakan cara lazim bertindak dari Gereja. Melawan bahaya perpecahan di antara umat, para Bapa Gereja (Agustinus) mengetengahkan prinsip ‘concordissima fidei conspiratio’ (persetujuan/kesepakatan iman bersama dari semua yang dibaptis). Itulah akar dari perkembangan lebih luas praksis sinode di semua tingkatan Gereja (lokal, provinsi, universal) yang mencapai manifestasi tertinggi dalam Konsili ekumenis. “Gereja dan Sinode adalah sinonim” (Yohanes Krisostomus).
  • Pada milenium kedua (ketika Gereja makin menekankan fungsi hirarkis) ciri sinodal Gereja tetap dipertahankan (konsili ekumenis, sinode keuskupan dan provinsi). Bila hendak merumuskan kebenaran-kebenaran dogmatis, Paus juga berkonsultasi kepada para uskup untuk mengetahui iman seluruh Gereja.
  • Konsili Vatikan II menekankan ciri persatuan semua anggota umat Allah berkat baptisan. “Semua sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan yang umum bagi semua orang beriman dalam membangun Tubuh Kristus” (LG 32). Semua orang yang dibaptis berpartisipasi dalam fungsi Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Karena urapan Roh Kudus yang diterima dalam pembaptisan, keseluruhan umat beriman “tidak dapat sesat dalam beriman; dan sifat mereka yang istimewa itu mereka tampilkan melalui perasaan iman adikodrati segenap Umat, bila ‘dari para Uskup hingga umat beriman yang terkecil’, secara keseluruhan menyatakan kesepakatan mereka tentang perkara-perkara iman dan kesusilaan” (LG, no. 12). Para Gembala tidak perlu takut mendengarkan kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka. “Dalam ikatan yang berbuah antara sensus fidei umat Allah dan fungsi magisterial para Gembalalah, kesepakatan penuh seluruh Gereja dalam iman yang sama dapat diwujudkan”. Umat beriman, persekutuan para uskup, Uskup Roma: semuanya saling mendengarkan satu sama lain, dan mendengarkan Roh Kudus, ‘Roh’ kebenaran’ (Yoh: 14:17), untuk mengetahui apa yang Dia ‘katakan’ kepada Gereja-Gereja (Why.2:7).
  • Perlu sungguh memperhatikan, bahwa proses konsultasi menjangkau semua orang. Perhatian khusus perlu diberikan kepada mereka yang biasanya diabaikan, misalnya karena tidak memiliki posisi yang penting.
  • Gereja sinodal adalah gereja yang misioner, bergerak keluar, yang pintu-pintunya terbuka (EG 46). Ini mencakup juga panggilan untuk memperdalam hubungan dengan Gereja dan komunitas Kristen lain, yang dipersatukan dengan kita oleh satu baptisan (ekumene). Selanjutnya, perspektif “berjalan bersama” merangkul juga seluruh umat manusia, yang berbagi “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan” dengan Gereja (GS, no.1).
  • Gereja sinodal adalah tanda kenabian… Dalam situasi dan konteks masa kini, mempraktekkan sinodalitas bagi Gereja menjadi cara yang paling nyata untuk menjadi “sakramen keselamatan universal” (LG, no.48), “sebuah tanda dan sarana persatuan erat dengan Allah dan persatuan dengan seluruh umat manusia” (LG, no.1).

IV. Inspirasi dari Kitab Suci

Dokumen Persiapan menyajikan dua ‘gambaran’ dari Kitab Suci sebagai sumber inspirasi dan tuntunan dalam melaksanakan proses sinode: (a) Kisah-kisah dalam Injil tentang Yesus-orang banyak-para rasul; (b) Kisah pertobatan Petrus dan Kornelius (Kis 10).

  • Dalam kisah-kisah dalam Injil tentang pewartaan Kerajaan Allah kita temukan tiga tokoh penting yang muncul bersamaan: Yesus Kristus, Orang banyak dan para Rasul. Ketiganya penting untuk diperhatikan. Jika Yesus tidak hadir, Gereja kemudian menjadi sebuah kontrak antara para rasul dan orang banyak dan dialog akan berakhir mengikuti alur permainan politik. Tanpa para Rasul, hubungan dengan kebenaran injili terputus, dan kerumunan orang banyak, tetap terpapar oleh mitos atau ideologi tentang Dia. Tanpa orang banyak, hubungan para rasul dengan Yesus berubah bentuk menjadi agama sektarian dan bereferensi pada diri sendiri. Evangelisasi/misi kehilangan cahayanya. Sebenarnya masih ada tokoh keempat yaitu tokoh antagonis (roh jahat) yang memecah belah dan menggagalkan ‘jalan bersama’ melalui berbagai tipu muslihat. Agar dapat lolos dari jebakan, Gereja perlu melakukan pertobatan terus menerus (seperti Petrus dan Kornelius).
  • Petrus dan Kornelius (Kis 10): Justru dalam perjumpaan dengan orang-orang (menyambut, melakukan perjalanan bersama, memasuki rumah mereka) Petrus menyadari arti penglihatannya: Kasih keselamatan Allah tidak bersifat eksklusif untuk kelompok tertentu melainkan inklusif bagi semua orang. Baik Kornelius maupun Petrus melibatkan orang lain dalam perjalanan pertobatan mereka, menjadikan orang lain sebagai rekan seperjalanan. Sabda memainkan peran sentral dalam perjumpaan kedua tokoh ini.

V. Melaksanakan Sinode: Tahap Mendengarkan Gereja lokal (Keuskupan)

  • Tahap pertama proses sinodal adalah tahap mendengarkan di Gereja-gereja lokal. Setelah perayaan pembukaan di Roma pada Sabtu, 9 Oktober 2021, tahap keuskupan dari Sinode akan dimulai pada Minggu 17 Oktober 2021.
  • Pertanyaan pokok yang perlu ditanggapi adalah sebagai berikut: Gereja sinodal, dalam mewartakan Injil, “berjalan bersama”. Bagaimana “berjalan bersama” ini terjadi dalam Gereja Partikularmu saat ini? Seturut ajakan Roh Kudus, Apakah langkah-langkah yang harus kita ambil untuk bertumbuh dalam “perjalanan bersama” kita? Pertanyaan pokok ini dapat dieksplorasi dalam 10 tema berikut: Teman Seperjalanan, Mendengarkan, Berbicara, Merayakan, Bertanggungjawab dalam Misi, Dialog dalam Gereja dan Masyarakat, Bersama Denominasi Kristen lainnya, Kewenangan dan partisipasi, Memahami dan memutuskan, Membina diri dalam sinodalitas (Contoh rincian pertanyaan dapat dilihat dalam Bab 5.3 dari ‘Vademecum’).
  • Tiga level yang perlu diperhatikan/dilibatkan: (a) Level ‘gaya yang dipakai oleh Gereja untuk hidup dan berkarya sehari-hari. Gaya ini diwujudkan di setiap tingkatan melalui “Komunitas yang mendengarkan Sabda dan merayakan Ekaristi, lewat persaudaraan persekutuan dan tanggung jawab bersama serta partisipasi seluruh Umat Allah dalam hidup dan misinya, dan yang membedakan antara pelbagai pelayanan dan peran”; (b) Level struktur-struktur dan proses-proses gerejawi. Pada level ini Gereja diatur juga dari sudut pandang teologis dan kanonik, di mana hakikat sinodalnya diungkapkan secara institusional di tingkat lokal, regional, dan universal; (c) Level proses-proses dan even-even/acara-acara sinode. Pada level ini Gereja diundang oleh otoritas yang berwenang untuk bersinode menurut prosedur khusus yang diatur oleh tata tertib gerejawi.
  • Sinode dilakukan dengan menggun akan dua perspektif berikut: (a) Perspektif pertama melihat kehidupan internal Gereja-gereja partikular, hubungan antar unsur-unsur pembentuknya dan komunitas-komunitas di mana umat dibagi (terutama paroki). Kemudian mempertimbangkan hubungan antar para Uskup dan dengan Uskup Roma, juga melalui badan-badan perantara sinodalitas dan Konferensi para Uskup. Dari sini kemudian meluas ke cara-cara di mana setiap Gereja mengintegrasikan dalam dirinya kontribusi dari berbagai bentuk kehidupan religius, dan hidup bakti, asosiasi dan gerakan awam, lembaga gerejawi dan pelbagai jenis institusi gerejawi. Akhirnya, perspektif ini juga mencakup hubungan dan inisiatif bersama dengan saudara dan saudari dari denominasi Kristen lainnya; (b) Perspektif kedua mempertimbangkan bagaimana Umat Allah berjalan bersama dengan seluruh umat manusia. Pandangan kita juga tertuju pada keadaan relasi-relasi, dialog, dan kemungkinan rencana bersama dengan pemeluk agama lain, dengan orang-orang yang jauh dari iman, serta dengan lingkungan dan kelompok sosial tertentu, dengan institusi-institusi mereka.
  • Tujuan dari tahap pertama perjalanan sinodal adalah untuk menggerakkan sebuah proses konsultasi yang luas untuk mengumpulkan kekayaan pengalaman sinodalitas yang dihidupi, dalam berbagai ekspresi dan aspek, yang melibatkan para Gembala dan Umat beriman Gereja-Gereja di semua tingkatan yang berbeda, melalui sarana-sarana yang paling memadai seturut realitas lokal tertentu: … Sungguh sangat penting bahwa suara orang-orang miskin dan terkucil juga mendapat tempat, bukan hanya suara mereka yang memiliki peran atau tanggung jawab di dalam Gereja-Gereja [lokal].

 VI. Penutup

  • Apa yang harus dilakukan di tingkat keuskupan dapat dikelompokkan dalam tiga hal berikut: (a) Pertemuan-pertemuan konsultatif dengan berbagai unit/kelompok di keuskupan masing-masing guna menanggapi pertanyaan pokok seperti disebutkan di atas; (b) Mengadakan kegiatan pra-sinode tingkat keuskupan; (c) Membuat sintesis hasil sinode tingkat keuskupan (maksimal 10 halaman) dan mengirimkannya ke KWI.
  • NB: Petunjuk-petunjuk lebih konkret tentang pra-sinode dan sintesis dapat ditemukan dalam dokumen “Vademecum”.

Hal-hal penting dari “Dokumen Persiapan” Sinode Oleh Mgr. Adrianus Sunarko OFM