Beranda OPINI Hakikat Gereja dan Jaringan Sebagai Instrumen Universal

Hakikat Gereja dan Jaringan Sebagai Instrumen Universal

pksn kwi 2019

Pengantar

Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus untuk hari komunikasi sedunia ke-53 menggerakkan saya untuk menulis artikel yang bejudul “HAKIKAT GEREJA DAN JARINGAN SEBAGAI INSTRUMEN UNIVERSAL”. Judul artikel ini menekankan bahwa Gereja dan jaringan sebagai intrumen universal yang mewujudkan kesatuan dan rekonsiliasi. Judul ini juga merujuk pada relasionalitas yang tercipat di dalamnya, di mana Gereja dan jaringan merupakan tempat perjumpaan antarpribadi. Namun, dalam pembahasan ini, saya menekankan bahwa kita harus mampu memahami teknologi dan perubahannya serta memanfaatkannya untuk melayani perjumpaan dan membangun solidaritas antarpribadi. Dengan sendirinya, judul ini juga berbicara tentang penghayatan iman kristiani di era internet.

Zaman ini adalah zaman internet. Oleh karena itu, manusia, Gereja, dan internet tidak bisa dipisahkan lagi. Internet memudahkan manusia untuk memahami kehidupan dengan baik, misalnya dalam berelasi, komunikasi, dan pengetahuan. Universalitas Gereja dan jaringan memungkinkan kebinekaan dapat berpartisipasi. Semua orang dapat berelasi dan ambil bagian dalam kesatuan yang diciptakan Gereja dan jaringan. Universalitas Gereja dan jaringan menegaskan bahwa Gereja dan jaringan menjadi tempat umum bagi orang yang ingin berkembang, baik dalam pengetahuan maupun iman. Singkat kata, universalitas Gereja dan jaringan memungkinkan orang untuk membangun suatu relasi dan menciptakan suatu persekutuan.

Internet dan Kehidupan Sehari-Hari

Internet merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang. Internet merupakan ruang untuk berbagi pengalaman dan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Selain dari itu, internet juga merupakan sarana untuk bersosialisasi dengan orang lain dan sarana untuk mendapatkan informasi. Internet tidak bisa diabaikan dari realitas kehidupan sehari-hari. Kehadiran internet membuat dunia digital mampu menembus dunia biasa. Namun, kehadiran internet juga dapat menimbulkan kegelisahan dan menciptkaan ketakutan dalam kehidupan manusia.

Dalam kehidupan menggereja, penggunaan internet tidak bisa diabaikan. Banyak gereja atau paroki telah menggunakan internet sebagai media untuk meyebarkan informasi, misalnya kalender liturgi dan bacaan misa pada hari tertentu. Dengan kata lain, Gereja sangat membutuhkan kehadiran internet. Selain dari itu, internet dapat mempermudah Gereja untuk menyampaikan pesan Injil, misalnya banyak blog atau website yang menulis tentang renungan harian dan mingguan. Dengan demikian, orang-orang yang terkoneksi dalam jaringan internet dapat mengetahui pesan Injil dengan cepat dan mudah.

Internet adalah ekstensi yang memperkaya kapasitas kita untuk menjalani hubungan dan bertukar informasi. Sejauh wilayah tertentu memiliki jaringan atau terkoneksi dengan jaringan internet, maka setiap orang dapat bertukar informasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang menggunakan internet sebagai sarana untuk menjual produk-produk tertentu, misalnya menjual perlengakapan olahraga secara online. Dengan kata lain, internet sudah tidak bisa dipisahkan lagi dari realitas kehidupan manusia.

Spiritualitas Internet

Internet membawa pengaruh positif dan negatif bagi manusia. Oleh karena itu, pengguna internet dapat memanfaatkannya untuk kebaikan dan kejahatan. Dalam hal ini, kebebasan pribadi menjadi unsur penentu dalam bertindak. Pengguna internet dengan bebas mengguanakan internet. Dengan kata lain, internet dapat dikendalikan oleh si pengguna. Teknologi, khususnya internet diciptakan untuk mempermudah kita dalam memahami dunia dan manusia. Melalui teknologi, manusia dapat melihat dirinya sendiri, sesama, dan bahkan mampu menyadari kehadiran Tuhan. Singkat kata, kehadiran internet berdampak pada cara mengerti dunia, manusia, dan Tuhan.

Perkembangan teknologi, khususnya internet tidak bertentangan dengan iman kristiani, melainkan membantu untuk memahami iman dengan lebih baik. Dengan adanya internet, pemahaman tentang iman semakin berkembang. Namun, perlu dikritisi bahwa iman yang dibentuk atau diperoleh melalui internet tidak mendalam karena hanya sebatas pengertian, tanpa mengalami. Iman adalah pengalaman perjumpaan dengan Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, iman menuntut suatu relasi yang mendalam dengan Tuhan. Iman adalah anugrah dari Tuhan, oleh sebab itu, orang beriman perlu berelasi dengan-Nya. Namun, relasi dengan Tuhan dibangun atas atas perjumpaan pribadi dengan-Nya, yakni dalam Ekaristi dan meditasi. Hanya dengan cara seperti itu, iman seseorang dapat berkembang dengan baik.

Teknologi, khususnya internet harus direfleksikan secara spiritual supaya memunculkan semangat dan rasa hormat yang luhur terhadapnya, bukan melihatnya sebagai sesuatu yang bertentangan. Dengan merefleksikan keberadaan internet sebagai sarana yang mempermudahkan kehidupan, maka internet dengan sendirinya dapat memberi kontribusi nyata bagi kehidupan manusia. Di era digital ini, internet sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat manusia. Internet dapat membentuk pola pikir, kebiasaan manusia, dan iman itu sendiri. Dengan kata lain, Internet dengan sendirinya berpengaruh pada pengetahuan manusia tentang Gereja, misalnya meningkatkan religiusitas manusia.

Konektivitas di dalam Gereja dan Jaringan

Gereja adalah satu tubuh, namun memiliki banyak anggota. Keberagaman anggota dapat disatukan dalam perayaan Ekaristi. Ekaristi menjadi titik temu atau pusat perjumpaan dari setiap anggota. Setiap anggota saling terhubungan dengan satu pusat, yakni Yesus sendiri yang adalah kepalanya. Konektivitas di dalam gereja memunkinkan masing-masing anggota untuk saling menyapa dan meneguhkan. Dengan demikian, Gereja menjadi tempat perjumpaan yang sangat memungkinkan untuk membangun suatu persekutuan.

Konektivitas di dalam Gereja memungkin masing-masing angota dapat belasi dengan intim. Relasi yang intim antarsesama anggota dengan sendirinya membentuk suatu komunitas baru. Suatu komunitas dibangun atas dasar iman akan terarah pada suatu persahabatan yang sejati. Persahabatan sejati menuntut suatu perjumpaan konkrit dan partisipasi aktif dari masing-masing pribadi. Singkat kata, konektivitas di dalam Gereja memungkinkan orang untuk semakin mampu bermisi, terlibat aktif di dalamnya, dan bertumbuh dalam iman.

Tidak hanya Gereja, Internet juga memiliki pusat atau titik perjumpaan, yakni jaringan. Jaringan memungkinkan orang untuk saling terhubung. Namun, konektivitas di jaringan dalam jaringan internet membuat orang tidak peka terhadap realitas di sekitarnya. Meskipun konektivitas di internet dapat membuat orang mampu mengungkapkan dirinya secara penuh, namun hanya bersifat dangkal karena hanya berpusat pada suatu sistem dan berfokus pada informasi belaka. Relasi antarpribadi dalam jaringan internet dikendalikan oleh sistem, bukan pribadi yang sedang berelasi. Oleh karena itu, relasi di jaringan internet bisa saja menolong namun juga mengacam relasi itu sendiri. Relasi manusia tidak hanya sebuah permainan, melainkan membutuhkan waktu dan kesadaran untuk dikembangkan. Relasi yang terbentuk dalam jaringan internet membuat orang tidak sadar akan dirinya dan juga kepribadian orang lain. Ketidaksadaran ini membuat orang mengisolasikan diri sendiri.

Hakikat Gereja dan Jaringan sebagai Instrumen Universal

Gereja percaya bahwa Allah sebagai pencipta berelasi dengan seluruh ciptaan-Nya. Allah menjadi titik pusat, awal dan akhhir dari segalanya. Gereja hadir dan berkembang di tengah-tengah dunia di mana manusia dapat relasi dengan orang lain melalui jaringan yang terkoneksi. Internet adalah salah satu sarana yang memungkinkan orang untuk dapat berelasi dengan yang lainnya. Karena Gereja tidak dapat dipisahkan lagi dari internet, maka Gereja juga ambil bagian dalam pembentukan suatu relasi antarsesama anggotanya di internet. Gereja memandang bahwa internet dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengekspresikan iman. Iman adalah suatu relasi. Relasi perjumpaan secara personal dengan Tuhan.

Pada dasarnya manusia memiliki kerinduan untuk mencari Allah, misalnya dengan menarik diri dari keramaian. Namun saat ini, pencarian akan Allah dapat dilakukan melalui internet. Sebagai contoh, manusia meggunakan aplikasi Google sebagai sarana untuk mencari dan mengerti Allah dengan baik. Namun, cara ini dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap manusia itu sendiri. Hasil dari pencarian bisa saja keliru dan menyesatkan karena diperoleh secara instan. Perlu diketahui bahwa internet memusatkan diri pada kata-kata aktual dalam teks, tanpa mencoba untuk mengetahui konteks di mana kata-kata itu digunakan.

Meskipun internet tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari, Gereja sebaiknya mengerti dengan baik apa itu internet dan kegunaannya agar internet tidak bertentangan, melain membantunya untuk memahami realitas dan iman dengan baik. Gereja adalah komunitas kaum beriman. Komunitas tidak dapat secara mutlak dapat dijembatani oleh internet. Pertemuan yang terjadi di internet dapat mengahasilkan religius individual dan meneguhkan privatisasi. Oleh karena itu, Gereja perlu meningkatkan pemahaman iman yang baik, misalnya berelasi secara personal dengan Tuhan melalui Ekaristi dan sebagainya.

Gereja dan jaringan sebagai instrumen universal mampu menciptakan kesatuan. Sistem yang terpusat di dalam jaringan memberi peluang bagi penggunanya untuk saling memberi dan menerima informasi. Pusat dari jaringan adalah aplikasi-aplikasi yang terkenal saat ini, misalnya Facebook dan Twitter. Kedua aplikasi ini menjadi pusat bagi pengguana internet dalam berelasi dengan sesamanya. Sedangkan pusat perjumpaan di dalam Gereja adalah perayaan Ekaristi. Dalam Ekaristi, orang dilibatkan secara aktif. Masing-masing pribadi yang hadir di dalamnya berpartisipasi aktif dan saling terkoneksi melalui nyanyian, bacaan, dan sebagainya. Universalitas Gereja dan jaringan terletak pada setiap perangkat yang dimilikinya, misalnya Facebook dan Ekaristi. Masing-masing perangkat ini menghubungkan setiap pribadi yang hadir di dalamnya. Dengan demikian menjadi sebuah koneksi yang dapat memabangun suatu komunitas dan persahabatan yang sejati.

Pengalaman Persekutuan

Dalam konteks Gereja Indonesia, anggota Gereja terdiri dari latar bekang budaya dan bahasa yang berbeda. Namun, segala macam perbedaan dapat disatukan menjadi sebuah persekutuan. Hal ini hanya mungkin terjadi di dalam Gereja, misalnya dalam perayaan Ekaristi. Gereja sebagai instrumen universal dapat menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada. Dalam Gereja, keberagaman semakin memperkaya Gereja itu sendiri. Dalam hal ini, Gereja juga memakai logika internet, misalnya sebagai tempat yang menghungkan segala perbedaan, baik manusia maupun kebudayaannya. Namun, universalitas Gereja tidak sama dengan universalitas jaringan karena masing-masing menghasilkan makna relasi yang berbeda.

Relasi yang dibangun dalam komunitas Gereja bersifat horizontal dan vertika. Sedangkan relasi di dalama jaringan hanya bersifat horizontal. Relasi yang bersifat horizontal dan vertikal dengan sendirinya melibatkan Allah di dalamnya. Allah menjadi pusat yang memungkinkan setiap pribadi dapat berelasi dan membentuk persekutuan. Persekutuan yang difondasikan pada Allah akan tahan lama bahkan abadi, sejauh persekutuan tersebut selalu melibatkan Allah di dalamnya. Sedangkan persekutuan atau komunitas di jaringan tidak memiliki strukur atau hirarki seperti yang dimiliki oleh Gereja. Relasi di jaringan internet dikendalikan oleh sistem, bukan pribadi yang sedang berelasi. Sedangkan relasi dalam Gereja dikendalikan oleh Allah sendiri. Singkat kata, pengalaman persekutuan, baik di dalam Gereja maupun jaringan memiliki makna yang berbeda.

Pengalaman perketuan di dalam Ekaristi merujuk pada pengalaman pribadi akan Allah. Pengalaman pribadi ini membentuk sikap partisipasi di dalam persekutuan itu sendiri. Rasa partisipasi mengambil bagian dalam suatu perayaan. Partisipasi dari masing-masing pribadi di dalam suatu perayaan, misalnya Ekaristi dapat memperkaya makna dari perayaan itu sendiri. Pengalaman kebersamaan dalam suatu persekutuan membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang terarah pada pertobatan dan memampukan kita untuk melaksanakan evangelisasi. Dengan kata lain, universalitas Gereja dan jaringan dapat menghimpun kebinekaan sehingga menjadi suatu komunitas dan persekutuan yang terarah pada kesatuan.

Penutup

Perkembangan teknologi, khususnya internet tidak bertentangan dengan iman. Sebaliknya, membantu untuk memahami realitas dengan lebih baik, secara khusus pada pemahaman iman. Universalitas internet mampu menghimpun semua informasi yang beragam sehinggan menjadi suatu kumpulan dan terpusat. Dengan cara kerjanya, internet dapat menghubungkan semua orang untuk mendapat suatu informasi yang sama. Singkat kata, universalitas menjadikan internet sebagai pusat atau persekutuan dari keberagaman, baik informasi maupun pengguna internet itu sendiri.

Dalam konteks Gereja, universalitas merupakan suatu persekutuan. Di dalam persekutuan tersebut terdapat kebinekaan. Meskipun Gereja adalah kumpulan dari keberagaman, Gereja sendiri memiliki satu prinsip yang mendasar, yakni Yesus Kristus. Keberagaman Gereja menegaskan bahwa Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus. Gereja sebagai instrumen universal menegaskan kembali bahwa panggilannya adalah mengumpulkan orang-orang yang telah dipanggil Tuhan untuk berkumpul dari segala ujung dunia. Tujuan dari universalitas Gereja adalah untuk membentuk suatu jemaat dan menjadikannya sebagai anggota tubuh Kristus. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa perkembangan teknologi khususnya internet membantu kita untuk merefleksikan iman dan cinta kepada Tuhan yang komunikatif dan menyatukan.

Ilustrasi: Nicholas Pudjanegara

Penulis: Todi Santoso

Ditulis dalam rangka Lomba Esai PKSN KWI 2019