DALAM dekrit Optatam Totius Konsili Vatikan II yang dirilis tanggal 28 Oktober 1965 disebutkan bahwa ‘Seminari adalah jantung keuskupan’. Kepedulian kaum awam atas ‘jantung keuskupan’ itulah yang melahirkan GOTAUS (Gerakan Orang Tua Asuh untuk Seminari) 13 tahun silam.
13 tahun, usia yang bukan pendek tetapi juga belumlah panjang. Demikian kata mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin yang kemudian dikutip HY Susmanto, salah satu pendiri GOTAUS, saat memberi pengantar misa syukur harijadi GOTAUS ke-13 di gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI, Sabtu 7 Juni 2014.
Dari paroki ke paroki
Misa syukur dipersembahkan dengan konselebran utama Uskup Atambua (Timor, NTT) Mgr. Dominikus Saku selaku Ketua Komisi Seminari. Beliau diidampingi Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari RD Siprianus Hormat , RP Adisusanto SJ (Kepala Dokpen KWI), RP S. Sarjumunarsa SJ (Rektor Seminari Menengah KAJ Wacana Bhakti), dan RP Habel Jadera (Seminari Menengah Stella Maris Bogor).
Dalam homilinya, Mgr. Saku meneguhkan para pengurus dan aktivis GOTAUS untuk tetap tegar menjalankan karya pelayanan sebagai saksi Kristus. “Menjadi saksi Kristus membawa suka dan duka. Walaupun mengalami kesulitan, percayalah Tuhan yang senantiasa menguatkan kita,” ujar Uskup Keuskupan Atambua sejak 2 Juni 2007 tersebut.
Mgr. Saku mengambil analogi lembu dan bajak dalam menceritakan tantangan kemiskinan dan ketidakadilan yang masih terjadi dalam masyarakat terutama di Indonesia bagian timur. Dia mengungkapkan penghargaan dan apresiasi tinggi terhadap para aktivis yang gigih walaupun menemui banyak penolakan dalam tugas ‘mengetuk’ pintu hati umat dari paroki ke paroki.
“Tugas mulia yang telah dijalankan para pengurus lama dan sekarang diteruskan oleh pengurus baru ini patut kita banggakan. Mari bersama kita bekerja demi kemuliaan Tuhan dan Gereja,” ajak uskup kelahiran 3 April 1960 menutupi homilinya.
Sejarah GOTAUS
GOTAUS bermula dari Kelompok Semangat yang beranggotakan sekumpulan kecil bankir yang peduli masalah infrastruktur seminari di Indonesia. Kelompok Semangat yang diketuai oleh Paul Soetopo ini kemunculannya dipicu oleh permintaan bantuan dari Seminari Menengah Mertoyudan. “Kala itu Romo Rektor mengirim surat kepada beberapa pribadi menceritakan kesulitan seminari untuk merenovasi atap beberapa gedung yang hampir ambruk,” kenang Paul Soetopo dalam kilas balik GOTAUS.
Bermula dari bantuan genteng untuk Seminari Menengah Petrus Kanisius Mertoyudan itulah Kelompok Semangat meneruskan pelayanan ke seminari-seminari lainnya. Keprihatinan terhadap masalah-masalah yang dihadapi seminari yang bukan hanya masalah infrastruktur tetapi juga kualitas pengajar, kualitas peralatan dan perlengkapan, sampai kualitas menu yang disantap para seminaris akhirnya melahirkan gagasan pembentukan GOTAUS.
Gerakan kaum awam
Visi GOTAUS adalah menjadi gerakan kaum awam yang terorganisasi sebagai wujud partisipasi umat dalam mempersiapkan imam yang handal dan konstektual. Sedangkan misinya adalah menanamkan tanggung jawab umat berlandasakan kesadaran diri, suara hati, dan kehendak bebas dalam pengembangan pendidikan seminari.
Demikian ditegaskan oleh Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari Romo Siprianus Hormat dan Ketua Umum GOTAUS yang baru: Tjipto Windoe.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.