Beranda KWI KOMSOS KWI Saumlaki, Kota Pantai Nan Indah

Saumlaki, Kota Pantai Nan Indah

Penerbangan ke Indonesia Timur dijadwalkan malam hari dari Jakarta. Dari Bandara Soekarno Hatta – Jakarta, kami berangkat pukul 12 malam. Setelah melewati tujuh jam penerbangan yang penuh guncangan, transit di Ambon, tibalah kami di Saumlaki, Tanimbar Selatan, Maluku.

Umat Katolik di Saumlaki 40% dari populasi, menyusul Protestan 35% dan Muslim 20%. Mengingat kami sampai hari Minggu (26/6) pagi, seluruh umat sedang mengikuti perayaan Ekaristi di gereja. Ada dua hal unik yang Saumlaki suguhkan sebagai kapur sirih. Pertama, nama bandar udara Saumlaki, Mathilda Batlayeri. Ia adalah seorang ‘beata’ pahlawan nasional (masih calon) dari Tanimbar yang bertahan menjaga posnya ketika peristiwa DI/TII sehingga ia mati ditembak bersama anak-anaknya. Kedua, perjalanan dari bandara. 30 menit hingga sampai di Wisma UNIO tempat kami bermalam, total kendaraan yang kami temui di jalan raya tidak melebihi hitungan jari, baik mobil atau motor.

Wisma UNIO Saumlaki terletak di pesisir pantai. Mengingat kota ini adalah kota pantai, pemandangan teluk dan laut adalah hal lumrah di sini. “Bila di kota, rumah di lokasi ini harganya mahal,” kata Romo Kamilus, Pr. disambut tawa kami. Buat saya, Saumlaki cocok untuk retret. Di sini betul-betul sunyi, bunyi kendaraan sangat-sangat langka dan jauh jaraknya dari pendengaran. Pemandangan sejauh mata memandang adalah laut yang memantulkan sinar matahari seperti barisan lampu natal. Angin pantai dan terik yang membawa suasana kota Jakarta pergi jauh, setidaknya sampai kami pulang.

Kami bertiga datang untuk membawakan Pelatihan Public Speaking bagi katekis Wilayah Maluku Tenggara Barat(MTB) & Maluku Barat Daya(MDB) yang diadakan besok sampai lusa (27/6-27/6). Mereka datang dari berbagai rukun di Tanimbar. Rukun adalah istilah yang dipakai menggantikan ‘lingkungan’ sebagai komunitas basis umat gereja.

Hadir juga bersama dengan kami, Romo Yani, Pr., imam yang melayani di Wabar-Larat, membawa beberapa katekis untuk mengikuti pelatihan ini. Bila di perkotaan paroki punya inventaris mobil atau motor, di Wabar-Larat, mereka lebih membutuhkan inventaris kapal.

ambon3
Speedboat milik Gereja di Wabar yang membawa Romo Yani dan beberapa peserta pelatihan

 

 

 

 

 

 

Kami makan malam bersama di Restoran Beringin Dua: Sebuah resor pinggir pantai yang sarat akan budaya Tionghoa. Meja makan di sini dibuat per rumah seperti pagoda Tiongkok warna merah dan kuning. Dinamakan “Beringin Dua” karena gerbang masuk resor ini diapit dua pohon beringin yang sudah ada sebelum resor ini dibangun.

ambon4
Suasana Restoran dan Hotel Beringin Dua – Saumlaki

Malamnya,  kami mengikuti misa di Gereja St. Mathias – Saumlaki. Hari ini pun bertepatan dengan Ulang Tahun Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang ke-92. Kepengurusan baru WKRI Saumlaki periode 2016-2019 dilantik oleh Romo Yan Alubwaman, Pr., Wakil Uskup Wilayah Maluku Tenggara Barat(MTB) & Maluku Barat Daya(MDB) – Keuskupan Amboina yang memimpin misa malam itu.